Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Cukai Rokok untuk Anak Indonesia
Salah satu sebab tingginya angka kematian akibat pneumonia di Indonesia adalah banyaknya orang dewasa yang kurang sadar bahaya asap rokok pada balita
Editor: Choirul Arifin
JAKARTA - Saat mudik Idul Adha 1438 Hijriah bulan September 2017 kemarin, saya membawa serta anak saya yang berusia 6 bulan, ikut serta untuk pulang ke Jawa Tengah. Dalam perjalanan dari stasiun ke rumah, kami mendapati seorang kakek di angkutan umum yang kami tumpangi, sedang merokok.
Kemudian suami saya spontan menyampaikan, “Maaf Kek, rokoknya… Ada anak bayi.” Lalu kakek tersebut mematikan rokoknya dan membuangnya keluar. Sesaat kemudian, naik seorang laki-laki berusia sekitar 40 tahun naik dan mengisap rokok.
Suami saya, sekali lagi dengan sopan meminta bapak tersebut mematikan rokoknya. Dengan rasa enggan, dia membuang rokoknya keluar melalui pintu angkot.
Merokok sudah menjadi sebuah kebiasaan bagi sebagian orang, khususnya kaum adam. Tidak susah untuk menjumpai seorang laki-laki yang merokok di manapun kita berada. Di mal, di dalam angkot, di sawah, di rumah makan, di pasar, dan tempat-tempat lain.
Walaupun sudah disediakan ruang khusus merokok, namun masih ada saja yang merokok di area umum. Bahkan saya menjumpai seorang bapak yang hampir ketinggalan kereta, gara-gara dia merokok ketika kereta berhenti di stasiun untuk mengisi air.
Istrinya berteriak dari pintu kereta, namun bapak tersebut tidak kunjung naik. Petugas keamanan stasiun sampai harus memanggilnya supaya bapak tersebut tidak ketinggalan kereta.
Bagi beberapa orang, merokok merupakan sebuah kenikmatan yang sulit untuk dilepaskan. Bahkan ketika pemerintah menaikkan cukai rokok setiap tahun, tetap saja para perokok memiliki cara untuk membelinya.
Yah, namanya juga “kecanduan”, apapun cara dilakukan untuk dapat merasakan kenikmatan menghisap rokok sekali lagi. Padahal, berbagai penyakit telah mengintai kesehatan perokok aktif, antara lain penyakit yang menyerang paru-paru, impotensi dan penyakit organ reproduksi, sakit lambung serta resiko stroke.
Dampak buruk bagi kesehatan tidak hanya mengancam bagi para perokok aktif, namun juga mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa para perokok pasif.
Masih cukup segar dalam ingatan, beberapa waktu lalu ibunda dari Almarhum Hafizh membagikan kronologis sakitnya sang anak di media sosial miliknya, yang kemudian menjadi viral. Muhammad Hafizh Syawal lahir pada 27 Juni 2017 dan meninggal akibat pneumonia akut pada 30 Juli 2017.
Asap rokok para tamu yang datang dalam acara Aqiqahnya, menjadi penyebab kematiannya. Hafizh hanya satu dari ribuan balita lain yang menderita pneumonia akut yang berujung pada kematian.
Menurut data Kementerian Kesehatan, jumlah penderita pneumonia pada balita rentang usia 0-4 tahun di Indonesia pada tahun 2016 adalah sebesar 503.738 anak. Kasus angka kematian tertinggi terjadi pada balita dengan usia <1 tahun dengan persentase sebesar 0,18 persen.
Salah satu sebab tingginya angka kematian akibat pneumonia di Indonesia adalah masih banyaknya orang dewasa yang kurang sadar akan bahaya asap rokok terhadap balita.
Mungkin ayah si anak tidak merokok, tapi bagaimana dengan pamannya, kakeknya, dan orang lain di sekitarnya? Bisa jadi mereka merokok di luar rumah namun asap rokok itu masih menempel di bajunya, tangannya, atau mulutnya yang kemudian terhirup oleh si bayi ketika digendong.
Betapa hebat dampak dari rokok terhadap kesehatan masyarakat Indonesia. Menurunkan konsumsi rokok menjadi pekerjaan yang penting bagi pemerintah, mengingat dampaknya yang begitu luas di masyarakat.
Baca: Skutik Retro Yamaha New Fino 125 Blue Core Kini Hadir dengan Ban Lebar dan Tubeless
Baca: Produsen Produk Perawatan Bayi Ini Bolehkan Karyawan Pria Ambil Cuti Melahirkan 2 Bulan
Melalui Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, pemerintah terus berupaya untuk mengendalikan konsumsi rokok dan menurunkan produksi rokok secara bertahap melalui pengenaan tarif cukai rokok. Pemerintah berharap hal tersebut, akan berdampak positif terhadap menurunnya angka perokok aktif di Indonesia yang saat ini jumlahnya sudah mencapai puluhan juta jiwa.
Menurut data The Tobacco Control Atlas: ASEAN Region, pada tahun 2016 terdapat 122,4 juta perokok dewasa di kawasan Asia Tenggara dan lebih dari 65 juta jiwa diantaranya merupakan warga negara Indonesia. Konsumsi rokok per kapita di Indonesia pada tahun 2010 adalah 725 batang.
Angka ini naik cukup signifikan hingga menyentuh angka 1.098 batang di tahun 2015. Bandingkan dengan negara tetangga, seperti Malaysia yang konsumsinya turun dari 1.025 batang di tahun 2010 menjadi 671 batang di tahun 2015.
Harga rokok yang cenderung murah dan masih terjangkau, menjadi salah satu sebab naiknya konsumsi rokok di Indonesia dari tahun ke tahun. Sesuai data yang dilansir di www.cigarettesprices.strikingly.com, rata-rata harga rokok di Indonesia adalah $1.4 atau sekitar Rp18.000.
Sebagai perbandingan, harga rokok di Malaysia adalah $3.3 atau sekitar Rp44.000 per bungkus. Sedangkan harga rokok di Singapura cukup tinggi, yaitu mencapai harga $9.7 atau sekitar Rp130.000 per bungkus.
Dengan harga rokok tersebut, Singapura berhasil menekan jumlah angka perokok aktif sampai dengan hanya 400 ribu jiwa.
Dari data di atas, bisa ditarik kesimpulan bahwa ada korelasi antara harga rokok dengan jumlah perokok aktif. Semakin tinggi harga rokok akan berdampak pada semakin rendahnya jumlah perokok aktif. Untuk itu, pemerintah perlu menaikkan cukai rokok hingga ke titik maksimal karena cukai merupakan alat yang efektif untuk mengendalikan konsumsi rokok.
Jika gambar pada kemasan tidak cukup membuat mereka berhenti merokok, maka buatlah para perokok berhenti karena tidak sanggup membeli, demi kesehatan dan masa depan anak-anak Indonesia.
![Ulfa Deasy Pertiwi](http://cdn-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/ulfa-deasy-pertiwi_20171001_081734.jpg)
Penulis: Ulfa Deasy Pertiwi
![Baca WhatsApp Tribunnews](https://asset-1.tstatic.net/img/wa_channel.png)