Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Yenny Wahid, Cagub Jatim atau Cawapres?
Panggung politik menjelang pilkada selalu bergerak dinamis pada menit-menit terakhir.
Editor: Hasanudin Aco
Caranya? Menjaga momentum elektoral ini untuk mendewasakan tradisi demokrasi dalam keluarga besar NU. Bukan malah mempertajam politik perkubuan. Jika Yenny maju pilgub, maka misi di atas terancam gagal total. Bahkan akan semakin mempertajam politik perkubuan di tubuh keluarga besar NU.
Dengan kata lain, jauh lebih bijak apabila Yenny memosisikan diri untuk bersikap netral (seperti ia katakan di acara haul Gus Dur), menjaga jarak yang sama kepada semua kontestan Pilgub Jatim.
Inilah peran, sekaligus warisan sejarah yang tak terucap oleh orangtua dan pendahulunya, tetapi memiliki nilai moral sangat tinggi: jangan mengejar jabatan, apalagi jika hal itu membuat umat tercerai berai.
Apabila Yenny mampu menghindar dari tawaran untuk bertarung di daerah, bukan mustahil namanya justru semakin melambung di tingkat nasional. Termasuk, laik ditimbang untuk dipromosikan sebagai bakal cawapres dalam Pilpres 2019.
Ada beberapa alasan yang mendukung kalkulasi tersebut. Salah satunya, jika dibandingkan duet Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014, Prabowo-Yenny lebih bisa ”dijual”. Selain posisi sebagai anak biologis sekaligus anak ideologis Gus Dur, Yenny juga merepresentasikan tokoh muda sekaligus aktivitis perempuan berlatarbelakang NU dengan basis konstituen yang riil.
Sudah pasti, Prabowo akan dihadapkan pada nama lain sebagai cawapres yang mungkin diusulkan mitra koalisi, semisal Ketua PAN Zulkifli Hasan. Namun, berdasarkan pengalaman pilpres lalu, banyak yang skeptis kader PAN akan mampu memberikan kontribusi suara yang signifikan bagi Capres Prabowo.
Dari PKS? Sejauh ini juga belum ada nama yang ”layak jual”. Bahkan, dibandingkan dengan Muhaimin Iskandar – yang saat ini tengah gencar mengiklankan diri lewat baliho di sejumlah kota – nama Yenny tetap lebih mudah dijual.
Belum lagi jika menyebut keunggulan lain Yenny terkait dimilikinya jaringan yang luas di level global seiring dengan aktivitasnya mengkampanyekan isu-isu perdamaian, radikalisme dan intoleransi, yang membuatnya segaris sehaluan dengan Gus Dur.
Jadi? Bola berada di kaki Yenny sendiri, untuk bertindak elegan menyikapi tawaran yang bersipongang di hadapannya. Namun, arah bola juga ditentukan oleh tendangan kaki Prabowo bersama mitra koalisinya. Terutama dalam memutuskan, apakah Yenny akan diturunkan ke lapangan sekarang, atau tahun depan.