Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Berharap dari Kerja Cepat BSSN
-Ancama siber atau cyberattack akan terus menghantui semua negara, termasuk Indonesia
Editor: Rachmat Hidayat
Oleh Bambang Soesatyo, Ketua Komisi III DPR RI, Fraksi Partai Golkar dan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Ancama siber atau cyber attack akan terus menghantui semua negara, termasuk Indonesia. Menjadi kewajiban negara melindungi masyarakat yang mengandalkan jaringan internet untuk menjalankan ragam aktivitas.
Maka, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) harus bekerja cepat untuk mereduksi dan meminimalisir ancaman siber. Pelantikan Djoko Setiadi sebagai Kepala BSSN pada 3 Januari 2018 lalu menyegarkan ingatan akan ancaman siber.
Negara dan masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan akan serangan oleh hackers yang bisa terjadi setiap saat. Kendati cukup terlambat, Indonesia akhirnya bisa segera memfungsikan BSSN. Mengacu pada Perpres No. 53/2017 tentang BSSN, seharusnya BSSN sudah bekerja pada akhir 2017. Karena proses pengorganisasian BSSN cukup memakan waktu, baru pada Januari 2018 Kepala BSSN dilantik.
Mengingat ancamannya begitu nyata, mau tak mau BSSN harus bekerja cepat. BSSN otomatis telah menyandang status sebagai panglima untuk menangkal serangan siber. Karena itu, BSSN perlu berkoordinasi dengan semua kementerian dan lembaga negara (K/L).
Hampir semua K/L telah menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dan membangun prasarana keamanan siber. Jangan juga lupa bahwa pemerintah mulai menerapkan e-government, serta dimulainya program GNT (Gerakan Non-Tunai).
Perubahan-perubahan seperti itu sudah barang tentu mengharuskan dilakukannya penguatan pengamanan siber pada semua infrastruktur pendukung.
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih komprehensif tentang ancaman siber terkini dan tahun-tahun mendatang, BSSN juga patut menjaring pendapat dan pandangan dari kalangan swasta yang memiliki kompetensi pada bidang teknologi informasi.
Melalui koordinasi dan dengar pendapat itu, BSSN bisa mengidentifikasi ancaman era terkini plus analisis risiko. Tidak hanya itu, BSSN pun akan sangat terbantu ketika melakukan identifikasi terhadap infrastruktur teknologi informasi apa saja yang dinilai strategis untuk mendapatkan prioritas pengamanan.
Aspek yang juga tidak kalah pentingnya adalah membangun kesadaran masyarakat tentang pentingnya peduli dan waspada terhadap keamanan sistem informasi (Security Awareness).
Para pakar dan peneliti menilai bahwa tingkat kesadaran masyarakat Indonesia pada urgensi keamanan sistem informasi masih sangat rendah. Jika dibiarkan, masyarakat tidak akan bisa menghindar dari serangan siber. Semua pihak perlu diingatkan bahwa Indonesia teridentifikasi sebagai salah satu negara yang menjadi incaran para hackers.
Buktinya, hingga November 2017, sudah terjadi 205.502.159 serangan siber di Indonesia
Karena itu, BSSN diharapkan segera merumuskan program untuk menyosialisasikan pengamanan sistem informasi kepada semua institusi negara dan swasta serta masyarakat.
Pekerjaan yang satu ini patut digarisbawahi BSSN karena jumlah pengguna internet di Indonesia per 2016 tercatat sudah 132,7 juta, dan pada kuartal pertama 2017 telah bertambah hingga 10 juta.
Hasil riset oleh We Are Social dan Hootsuite yang dipublikasikan pada Mei 2017 menyebutkan bahwa pertumbuhan pengguna internet di Indonesia mencapai 51 persen dalam kurun waktu satu tahun.
Persentase pertumbuhan ini diklaim sebagai yang terbesar di dunia, karena pada tingkat global, pertumbuhan rata-rata hanya 10 persen. Tingginya pertumbuhan itu setidaknya tercermin pada meningkatnya jumlah pengguna media sosial (Medsos), serta pertumbuhan nilai transaksi e-commerce dan e-banking.
Terbanyak memang pengguna Medsos atau warganet. Tetapi puluhan juta orang di dalam negeri telah memanfaatkan jaringan internet untuk mencari informasi produk, harga dan berbelanja, serta berkomunikasi dengan bank untuk berbagai keperluan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), industri e-commerce Indonesia dalam 10 tahun terakhir meningkat hingga 17% dengan total jumlah usaha e-commerce mencapai 26,2 juta unit.
Nilai transaksi e-commerce di Indonesia pada 2016 mendekati 25 miliar dolar AS, sekitar Rp 319,8 triliun. Berdasarkan pertumbuhan tahun 2016 itu, pemerintah pun memproyeksikan pertumbuhan transaksi e-commerce tahun 2017 berada di kisaran 30 persen sampai persen.
Pada tahun 2020 nanti, nilai transaksi diproyeksikan mencapai 130 miliar dolar AS. Menurut riset oleh Bloomberg, pada tahun 2020, lebih dari separuh penduduk Indonesia akan terlibat dalam aktivitas e-commerce.
Sementara menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK), data dan pengguna e-banking pun terus bertumbuh. Jumlah pengguna e-banking (SMS banking, phonebanking, mobile banking, dan internet banking) meningkat 270%, dari 13,6 juta nasabah pada 2012 menjadi 50,4 juta nasabah pada 2016.
Frekuensi transaksi pengguna e-banking pun meningkat 169%, dari 150,8 juta transaksi pada 2012 menjadi 405,4 juta transaksi pada 2016.
Pusat-pusat layanan publik pada sejumlah K/L, rumah sakit hingga sektor industri pun mengandalkan internet.
Semua itu tentu harus mendapatkan perlindungan maksimal dari negara. Kebutuhan akan perlindungan itu tidak bisa ditawar-tawar lagi karena pontensi serangan siber selalu menghantui Indonesia.
Itulah alasannya BSSN perlu bekerja cepat untuk meminimalisir ancaman. Antisipatif
Ancaman siber pada 2018 ini diperkirakan tetap variatif. Ada ancaman serangan, membobol sistem hingga pencurian data. Masyarakat dan pelaku bisnis pada semua sektor usaha harus peduli dan waspada.
Para pakar dan peneliti memperkirakan serangan siber akan membidik sistem kontrol pada sektor industri dan perdagangan atau ICS (Industrial Control Systems).
Kewaspadaan BSSN dan pemerintah tentunya harus mengacu pada kecenderungan yang terus berkembang di dalam negeri seperti sekarang ini, yang ditandai dengan tingginya pertumbuhan e-commerce dan e-banking, selain meningkatnya penggunaan internet oleh pemerintah dan sektor bisnis swasta serta di pos-pos layanan publik.
Bukan cerita baru bahwa para hackerslebih membidik sistem keuangan di banyak negara, termasuk di Indonesia.
Meluasnya layanan teknologi finansial (fintech) dan munculnya alat pembayaran baru tak pelak menciptakan peluang baru bagi para hackers untuk melancarkan serangan yang sulit diantisipasi.
Ini semacam konsekuensi logis; semakin tinggi penerapan teknologi digital pada sektor industri dan perdagangan, semakin tinggi pula potensi ancamannya. Dengan mulai bekerjanya BSSN, diharapkan potensi ancaman itu bisa terdeteksi dan diminimalisir.
Selain sektor keuangan, BSSN juga perlu memberi perhatian ekstra pada e-commerce atau ritel. Para peneliti dan praktisi teknologi informasi sudah mengingatkan bahwa meningkatnya bisnis ritel online menempatkan bisnis ini rentan terhadap serangan siber.
BSSN patut menggarisbawahi hal ini, karena jumlah masyarakat yang aktif dalam kegiatan belanja dan transaksi online dewasa ini terus meningkat.
Karena teknologi terus berkembang, strategi pelaku kejahatan siber pun ikut berevolusi.
Selalu ada yang baru pada pola ancaman dan serangan dari pelaku kejahatan siber yang tidak diduga sebelumnya. Karena itu, selain menangkal, BSSN pun harus bisa menjadi kekuatan yang antisipatif.
Tentu saja kualifikasi SDM yang mumpuni sangat menentukan. Tidak masalah jika negara harus mengeluarkan biasa besar untuk menyiapkan SDM yang dibutuhkan BSSN. Sebab, tantangan zaman mengharuskan BSSN mampu mengantisipasi dan menangkal serangan siber.
Sebagai bagian dari alat pertahanan nasional, BSSN bersama pemerintah patut belajar dari kasus tuduhan dinas intelijen Amerika Serikat (CIA) tentang aksi peretasan ribuan email Komite Nasional Partai Demokrat dan Partai Republik oleh dinas rahasia Rusia.
Kasus ini masih berproses sampai sekarang dan selalu mengganggu Presiden AS Donald Trump. Sebab, dari peretasan itu, CIA secara tidak langsung menuduh Rusia membantu kemenangan Trump.
Beberapa tahun lalu, intelijen Australia juga diketahui menyadap telepon presiden Indonesia dan beberapa menteri. Sangat beralasan jika semua pihak berharap BSSN bisa mengamankan ragam kepentingan nasional.
Bisa mencegah penetrasi intelijen asing ke dalam negeri, mengamankan data negara dan melindungi semua pejabat negara dari aksi penyadapan oleh pihak asing. Itulah urgensi dari BSSN yang antisipatif.