Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Keharusan Verifikasi Faktual Partai Politik
Perbedaan pandangan itu dapat dipahami karena DPR dan pemerintah hanya melihat pada sisi kemudahan dan beban yang muncul atas putusan MK
Editor: Eko Sutriyanto
Ketua komisi II DPR, Zainuddin Amali, bahkan mengatakan (16/1), verifikasi faktual tidak perlu dilaksanakan karena tidak ada dalam ketentuan UU Pemilu.
Atas argumen kedua pejabat negara tersebut, beberapa hal perlu diperhatikan sebagai berikut:
Pertama, Putusan MK itu bersifat final dan mengikat (Pasal 10 ayat (1) UU MK) secara hukum adalah wajib sejak selesai dibacakan didalam sidang terbuka untuk umum pada 11 Januari 2018. Dan hanya MK yang diberikan kewenangan oleh UU untuk menafsirkan pasal atau UU yang dinilai bertentangan dengan konstitusi, dan Pasal 173 UU Pemilu telah ditafsir dan diputus oleh MK sehingga semua pihak yang berkepentingan dengan putusan itu harus tunduk dan patuh.
DPR dan Pemerintah tidak boleh lagi menafsirkan sesuatu yang telah diputus oleh MK. Apa yang disampaikan oleh Amali dan Thahjo diatas tidak dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan pemilu oleh KPU. Terlebih, KPU dalam penyelenggaraan pemilu bersifat mandiri dan independen.
Kedua, pada pokonya putusan MK menghendaki perlakuan yang sama dalam proses verifikasi parpol peserta pemilu baik parpol lama maupun baru tanpa diskriminasi. Artinya, verifikasi administratif (dokumen persyaratan) dan verifikasi faktual (uji kebenaran dokumen persyaratan) parpol baru harus sama perlakuannya terhadap parpol lama.
Ketiga, hal yang harus diverifikasi oleh KPU adalah keseluruhan persyaratan partai politik peserta pemilu yang diatur dalam ketentuan Pasal 173 ayat (2) UU Pemilu yang terdiri dari 9 (sembilan) persyaratan.
Keempat, dari kesembilan persyaratan tersebut ada yang tidak perlu diuji kebenarannya, ada yang harus diuji kebenarannya di lapangan untuk kesesuain data administratif yang telah disampaikan ke KPU berupa data fisik (berkas kertas) maupun melalui Sipol dengan sistem online.
Kelima, perlu dipertegas, Sipol hanya alat bantu untuk memudahkan pengecekan dan pencocokan KPU sesuai dengan persyaratan sebagai calon parpol peserta pemilu. Keputusan Bawaslu (15/11/2017) telah tegas menyatakan bahwa Sipol tidak memiliki dasar hukum dan bukan instrumen pendaftaran sesuai ketentuan UU Pemilu. Jadi, tidak tepat jika mempersamakan Sipol dan verifikasi faktual sebagaimana argumen Mendagri diatas.
Dasar hukum
Membaca persyaratan parpol sebagai peserta pemilu tidak hanya melihat ketentuan Pasal 173 UU Pemilu semata, tetapi juga harus melihat ketentuan pasal sebelum dan sesudahnya yang mengatur persyaratan dari Pasal 172 sampai Pasal 180 UU No. 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum dan peraturan turunannya termasuk ketentuan yang diterbitkan KPU.
Persyaratan yang tidak memerlukan verifikasi faktual seperti status badan hukum dan nama, lambang dan tanda gambar parpol, AD/ART, dan rekening resmi parpol tetapi cukup disampaikan ke KPU dengan dokumen asli bercap instansi pemerintah atau lembaga yang berhak untuk itu.
Sementara persyaratan lain, membutuhkan pengecekan ke lapangan atau verifikasi faktual dalam rangka uji kebenaran seperti kepengurusan, keanggotaan, persentase 30% perempuan dan kantor. Dalam UU Pemilu memang tidak ditemukan frasa "verifikasi faktual" yang ada adalah frasa "penelitian keabsahan administrasi" sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 174 UU Pemilu.
Apa yang dimaksud dengan penelitian?, dalam beberapa pengertian ahli menyatakan, penelitian adalah suatu proses investigasi yang dilakukan secara terencana dan sistematis untuk menemukan sesuatu. Dan “menemukan sesuatu” dalam makna Pasal 173 ayat (2) berarti melakukan uji kebenaran ada tidaknya tidaknya persyaratan parpol yang telah disampaikan ke KPU dan bukan sekedar tumpukan kertas persyaratan.
Kendatipun, tidak ditemukan frasa verifikasi faktual dalam UU Pemilu tetapi kalimat itu ada tercantum dalam PKPU No. 11 Tahun 2017 Tentang Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Partai Politik Peserta Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dan PKPU Nomor 11 Tahun 2017 diterbitkan oleh KPU untuk melaksanakan ketentuan Pasal 174 ayat (3) dan Pasal 178 ayat (3) dan ayat (4) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.