Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
MA Diminta Pantau Sistem Peradilan di PN Surabaya
Setelah menggelar orasi, beberapa perwakilan aksi di terima oleh bagian humas MA untuk menyampaikan aspirasinya.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Puluhan orang yang menamakan dirinya Mahasiswa Bela Indonesia (MBI) menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Mahkamah Agung (MA) RI di Jakarta, Jumat sore (20/04/2018).
Setelah menggelar orasi, beberapa perwakilan aksi di terima oleh bagian humas MA untuk menyampaikan aspirasinya.
M. Tasrif Tuasamu, Koordinator lapangan (Korlap) aksi mengatakan, peradilan yang merupakan sistem dalam penegakan hukum dan memperoleh kepastian Hukum.
Sebagai benteng terakhir, lembaga pengadilan merupakan tempat bagi mereka para pencari keadilan untuk mendapatkan keadilan meski tidak semestinya adil.
Menurut Tasrif, permasalahan yang terjadi saat ini adalah Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tidak mampu melaksanakan tugas pokoknya dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan tingkah laku hakim, panitera/sekretaris, pejabat struktural dan funsional serta perangkat administrasi peradilan didaerah hukumnya.
“Bahkan PN Surabaya juga tidak mampu melaksanakan tugas pokoknya dalam melakukan pembinaan dari kinerja dan akuntabilitas majelis hakim pada peradilan di daerah hukumnya dan membiarkan terjadinya pelanggaran berulang-ulang dan tidak pernah diberikan teguran,” ungkap Tasrif di lokasi.
Menurutnya, Ketua PN Surabaya dinilai melanggar prinsip Independensi peradilan tidak memihak, yakni dengan adanya pembiaran terjadinya konflik kepentingan (Conflict Of Interest) karena telah menunjuk majelis hakim yang sama dan pernah mengadili perkara para pihak sebelumnya.
Namun tetap tidak menggantikan susunan majelis yang memeriksa dan mengadili perkara walaupun sudah diajukan permohonan penggantian.
"Contohnya adalah putusan pailit yang dialami oleh ibu Lusy warga negara asal Nusa Tenggara Barat (NTB) yang pada pokoknya hak-hak ibu Lusy telah dilanggar. Dan ada motif dari pembebasan harta pailit oleh kurator dan hakim pengawas yang ditunjuk. Padahal ibu Lusy warga Negara yang rajin dan taat dalam pembayaran pajak," sebut Tasrif.
Lanjut Tasrif, melihat kasus tersebut, pihaknya menganggap hakim pengawas (pailit) tidak menjalankan tugasnya secara professional, bahkan cendrung tidak adil (berat sebelah) walaupun kurator sudah di proses secara hukum.
“Untuk itu pihaknya mendesak Mahkamah Agung segera mengevaluasi kinerja PN Surabaya karena dianggap tidak profesional dan lalai terhadap tugas yang diamanahkan. Kami juga mendorong Mahkamah Agung (MA) untuk memantau hal ini,” pungkasnya.