Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Jokowi 'KKO'
Kuasailah Jawa maka kau akan menguasai Indonesia. Kalimat tersebut seakan menjadi mantra sakti bagi para calon presiden.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Karyudi Sutajah Putra
TRIBUNNEWS.COM - Kuasailah Jawa maka kau akan menguasai Indonesia. Kalimat tersebut seakan menjadi mantra sakti bagi para calon presiden.
Tak terkecuali petahana Presiden Joko Widodo yang hampir dapat dipastikan maju kembali dalam Pilpres 2019.
Sebagai politikus, demi menguasai Jawa, Jokowi pun bermain dua kaki alias kanan-kiri oke atau "KKO" dalam Pilkada 2018 yang digelar serentak di 171 daerah di Indonesia, Rabu (27/6/2018), khususnya di Jawa Timur dan Jawa Barat: satu kaki ada di sini, kaki lainnya ada di sana.
Untuk Jawa Tengah, Jokowi tak perlu bermain dua kaki, karena petahana Gubernur Ganjar Pranowo hampir dapat dipastikan terpilih kembali, dan Ganjar adalah loyalisnya.
Adalah Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto yang membuka tabir rahasia Jokowi bermain dua kaki dalam Pilkada Jatim.
Menurut Airlangga, Jokowidalam memilih gubernur tidak harus berdasarkan kesamaan partai. Sontak, pernyataan Airlangga ini membuat PDIP geram.
Wakil Sekjen PDIP Ahmad Basarah menuding Airlangga mengadu domba Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnopuutri dengan Jokowi. Pasalnya, dalam Pilkada Jatim, PDIP mengusung Saifullah Yusuf-Puti Guntur Soekarno, sedangkan Golkar mengusung Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak.
Terbukti, begitu hasil quick countsejumlah lembaga survei menunjukkan kemenangannya, Khofifah langsung menyatakan mendukung Jokowi pada Pilpres 2019, bahkan siap menjadi juru bicara Jokowi sebagaimana pada Piplres 2014. Bila Gus Ipul-Puti yang menang, nuansanya pun akan demikian.
Di Jabar pun setali tiga uang. Ridwan Kamil yang memenangi quick countPilkada Jabar sudah sejak lama menyatakan dukungannya kepada Jokowi. Padahal ia tidak dicalonkan PDIP yang lebih memilih mengajukan Tubagus Hasanuddin-Anton Charliyan.
Bila Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi yang menang, pasangan yang diusung Golkar ini juga hampir dapat dipastikan mendukung pencalonan Jokowi. Hanya pasangan Sudrajat-Ahmad Syaikhu, usungan PKS dan Gerindra, yang secara terbuka menyatakan dukungannya kepada Prabowo Subianto dalam Pilpres 2019.
Artinya, siapa pun yang menang, asal bukan Sudrajat-Syaikhu, gubernur Jabar akan mendukung pencalonan Jokowi.
Modal Penting
Kemenangan Khofifah di Jatim dan Kang Emil di Jabar yang tidak didukung PDIP ini menjadi modal penting bagi Jokowi. Bargaining position mantan Gubernur DKI Jakarta dan Walikota Surakarta ini akan menguat di mata PDIP dan Megawati. Maklum, Jokowi bukan Ketua Umum PDIP, sehingga sewaktu-waktu bisa didepak.
Kemenangan Emil juga menjadikan Jokowi lebih percaya diri menapak di Jabar setelah sebelumnya sejumlah lembaga survei menyatakan elektabilitas Jokowi di tanah Sunda ini mengalahkan Prabowo. Padahal, dalam Pilpres 2014 Prabowo menang di provinsi ini. Jabar ternyata bisa direbut dari tangan PKS.
Kemenangan Khofifah, Emil, dan Ganjar di Jateng menjadi kian penting bagi Jokowi karena calon yang didukung PDIP di Banten, Rano Karno, dan di DKI, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat kalah dalam Pilkada 2017, dan Djarot kembali menuai kekalahan di Sumatera Utara pada Pilkada 2018.
Mengapa Jawa sedemikian penting dan diperebutkan para capres? Pertama,jumlah pemilih pada Pilkada DKI Jakarta 2017 sekitar 6.983.692 orang. Jumlah ini tak ada apa-apanya dibanding jumlah pemilih di Pilkada Jabar, Jateng, dan Jatim. Total jumlah pemilih di Pulau Jawa sekitar 111-112 juta orang.
Kedua, jumlah penduduk Pulau Jawa pada 2018 mencapai 149,6 juta jiwa dan pada 2035 bakal tumbuh 11,82% menjadi 167,3 juta jiwa. Populasi di Pulau Jawa pada 17 tahun mendatang setara dengan 54% jumlah penduduk Indonesiasebanyak 305,65 juta jiwa.
Jabar adalah provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Pulau Jawa, yakni 57,1 juta jiwa atau 34% dari total populasi Jawa pada 2035. Sedangkan terbanyak kedua adalah Jatim, yakni 41 juta jiwa atau 24,5% populasi di Pulau Jawa pada 2035.
Yang paling sedikit pupulasinya adalah DI Yogyakarta. Sementara provinsi yang mengalami pertumbuhan penduduk paling besar pada 17 tahun mendatang adalah Banten, yakni 26,4% menjadi 16 juta jiwa dari posisi 2018 sebanyak 12,69 juta jiwa.
Itulah mengapa Pulau Jawa sangat penting bagi capres, karena sekitar 60% penduduk Indonesia tinggal di pulau ini. Politik identik dengan penguasaan massa. Menguasai Jawa akan bisa menguasai Indonesia.
Karyudi Sutajah Putra: Pegiat Media, Tinggal di Jakarta.