Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Bagaimana Menjelaskan Lonjakan Pemilih ''Asyik'' dan Sudirman-Ida di Pilkada 2018?

Hasil survei itu bukan prediksi apa yang akan terjadi beberapa hari kemudian di hari pemilu, hari pencoblosan.

Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Bagaimana Menjelaskan Lonjakan Pemilih ''Asyik'' dan Sudirman-Ida di Pilkada 2018?
Kompas.com/PRIYOMBODO
Ilustrasi 

Penjelasan atas jauhnya jarak suara Sudirman di Jateng dan Asyik di Jabar (hasil survei terakhir dan hasil Quick Count) dapat pula menggunakan sebagian otopsi kasus Hillary dan Trump itu.

Tiga point ini penting untuk dijadikan kerangka penjelasan umum; sebelum kita masuk ke detail teknis survei.

Pertama, hasil survei sebenarnya hanyalah potret dukungan saat survei dilakukan saja. Hasil survei itu bukan prediksi apa yang akan terjadi beberapa hari kemudian di hari pemilu, hari pencoblosan.

Namun umumnya hasil survei paling akhir itu juga dijadikan prediksi hasil pemilu, di Indonesia, bahkan di semua negara modern. Mengapa? Untuk 80-90 persen kasus, jika survei itu dilakukan dengan benar, hanya beberapa hari sebelum hari pencoblosan, sangat jarang terjadi perubahan signifikan di atas margin of error.

Kedua, tak ada konspirasi aneka lembaga survei itu untuk mengatur bersama berapa persentase masing masing kandidat dalam survei.

Aneka lembaga survei itu bekerja secara independen. Bahkan beberapa lembaga survei itu bersaing dan sering berhadapan dalam pilkada atau pemilu.

Soal pilkada DKI Jakarta, sebagai misal, LSI Denny JA dikenal sebagai pollster dan konsultan politik yang bahkan setahun sebelum pilkada DKI memberitakan Ahok yang kuat tapi bisa dikalahkan.

Berita Rekomendasi

Mengapa LSI Denny JA untuk kasus Jateng dan Jabar seirama dengan lembaga survei lain, yang dalam pilkada DKI berhadapan? Datanya memang demikian. Dalam dunia survei yang kredibel, data adalah panglima.

Ketiga, berbedanya hasil pilkada dengan survei terakhir untuk kasus Jateng dan Jabar tidak fatal. Itu berbeda dengan kasus Trump dan Hillary. Ukuran fatal atau tidak adalah soal siapa yang menang.

Untuk kasus Hillary dan Trump, pemenangnya terbalik. Hillary yang diprediksi menang, tapi Trump yang ternyata menang.

Untuk kasus Jabar dan Jateng, hasilnya sama. Yang menang pilkada sama dengan hasil survei terakhir: RK di Jabar, dan Ganjar Pranowo di Jateng. Perbedaan hanya terjadi pada lonjakan dukungan Asyik di Jabar yang tetap kalah, dan Sudirman- Ida di Jateng yang juga tetap kalah.

Bagaimana menjelaskan lonjakan Asyik dan Sudirman-Ida?

LSI Denny JA hanya menjelaskan otopsi survei terakhir Denny JA saja. Lembaga lain tentu dapat menjelaskannya sendiri. Lonjakan Itu terjadi karena kombinasi beberapa variabel ini.

Pertama, seminggu terakhir sebelum hari pencoblosan, terjadi mobilisasi dukungan yang efektif untuk Asyik di Jabar dan Sudirman-Ida di Jateng. Gerakan seminggu terakhir ini tak lagi terpantau oleh survei LSI Denny JA.

Halaman
123
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas