Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Memasukan Delik Korupsi ke KUHP, Seperti Menjerat Mafia Menggunakan Tali Rafia
Pembaruan hukum pidana (criminal reform) merupakan diskursus yang menarik untuk dibahas dalam setiap aktivitas input terhadap berbagai wacana politik
Penulis: Moh. Fadhil
Memaksakan masuknya tipikor ke dalam RKUHP hanya akan menimbulkan permasalahan baru yang jauh lebih kompleks dan malah berdampak pada kacaunya sub-sistem substansi hukum dan struktur hukum, sedangkan output yang akan dihasilkan oleh fusi dua sub-sistem di atas yang kacau hanya akan membangun suatu kultur hukum yang buruk atau malah merusak tatanan kultur hukum yang sudah berdiri kokoh.
Jika kita kaji bersama, DPR menegaskan bahwa RKUHP tidak akan menjerat langkah KPK sebagai lembaga yang berwenang pada dimensi lex specialis, akan tetapi DPR harus segera menelan ludahnya kembali dikarenakan terdapat ketentuan yang menyatakan satu tahun setelah disahkan, seluruh ketentuan pidana di luar KUHP harus menyesuaikan dengan KUHP yang baru.
Ketentuan tersebut menjadi senjata penjerat eksistensi KPK akibat ketidakjelasan pasal-pasal tindak pidana korupsi di RKUHP.
Pertama, tipikor bermigrasi ke dalam dimensi lex generalis. Kedua, konflik kewenangan pemberantasan tipikor akan naik ke permukaan. Ketiga, Pengadilan Tipikor akan mati suri akibat validitasnya hanya berada pada ruang UU Pengadilan Tipikor dan UU Tipikor.
Keempat disparitas pemidanaan antara RKUHP dan UU Tipikor akan menimbulkan masalah baru yang menguntungkan para pelaku tindak pidana korupsi. Kelima, jika dipaksakan maka pembuat undang-undang melanggar komitmen atas hasil ratifikasi UNCAC. Keenam, sebaiknya pemerintah fokus pada revisi UU Tipikor yang mengakomodir ketentuan UNCAC agar dapat bersanding dengan negara-negara lain yang telah melakukan proses transplantasi ketentuan UNCAC sebagai bentuk reformasi hukum yang progresif.
Pada akhirnya dari berbagai bincang-bincang penulis dengan para pegiat antikorupsi dapat disimpulkan bahwa sifat suatu kodifikasi hukum yang kaku yang tersandera oleh visualisasi teks per teks hanya akan menghambat dan menyandera proses penegakan hukum antikorupsi.
Masuknya delik tipikor ke dalam RKUHP menurut pegiat antikorupsi Wiwin Suwandi ialah Het Recht Hink Achter De Feiten Aan" "Hukum tertatih-tatih mengejar peristiwa".
Memasukan delik korupsi kedalam KUHP sama dengan menjerat mafia menggunakan tali rafia. Maka komitmen DPR dalam proses pembangunan sistem antikorupsi dapat disimpulkan ikut tersandera oleh obsesi membangun sejarah rekodifikasi namun, melupakan substansi.