Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Blog Tribunners

Memasukan Delik Korupsi ke KUHP, Seperti Menjerat Mafia Menggunakan Tali Rafia

Pembaruan hukum pidana (criminal reform) merupakan diskursus yang menarik untuk dibahas dalam setiap aktivitas input terhadap berbagai wacana politik

Penulis: Moh. Fadhil
zoom-in Memasukan Delik Korupsi ke KUHP, Seperti Menjerat Mafia Menggunakan Tali Rafia
ist
Ilustrasi hukum dan pengadilan 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pembaruan hukum pidana (criminal reform) merupakan diskursus yang menarik untuk dibahas dalam setiap aktivitas input terhadap berbagai wacana politik hukum pidana (criminal policy).

Dalam khazanah tersebut sesungguhnya dimensi pembaruan hukum pidana adalah upaya merekonstruksi wajah hukum pidana bangsa Indonesia dari wajah Indo-Belanda menjadi wajah orisinalitas yang autentik sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia dengan menyelami cermin yang tergambar di antara seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia dan juga kondisi faktual perkembangan kejahatan di Indonesia.

KUHP sebagai lex generalis merupakan corak konservatif yang telah usang dan masih menyimpan pelbagai nilai-nilai kolonialisme yang kontradiktif dengan progresivitas dinamika masyarakat Indonesia.

Sudah barang tentu jika kita membutuhkan KUHP baru yang sesuai dengan wajah eksotis bangsa Indonesia. Akan tetapi progres perumusannya dalam bingkai politik hukum pidana harus selaras dengan bangunan sistem yang ada dalam dimensi substansi hukum (legal substance) merujuk pada konstruksi sistem hukum Friedman yakni keterpaduan antara tiga sub-sistem antara sub-sistem struktur hukum, substansi hukum dan kultur hukum.

Dalam memahami problematika ketersinggungan antara RKUHP dengan KPK maka dalam dimensi politik hukum pidana harus dilihat kedudukan dari RKUHP adalah sebagai suatu aturan hukum pidana yang sifatnya mengatur rumusan-rumusan tindak pidana pokok (core crime) yang dikategorisasikan sebagai tindak pidana umum (lex generalis), sedangkan tipikor merupakan dimensi yang ruang lingkupnya berada pada dimensi tindak pidana khusus (lex specialist), sehingga proses migrasi pasal-pasal dari UU Tipikor ke RKUHP adalah sebuah upaya disruptif terhadap pemberantasan korupsi, lebih jauh lagi akan berdampak pada keutuhan sub-sub sistem hukum.

Kekhususan tindak pidana korupsi dapat dilihat dari beberapa term-term yang inheren, yakni sebagai kejahatan luar biasa (extra-ordinary crime), kejahatan transnasional (transnational crime) dan kejahatan yang terorganisasi (organized crime).

Menurut Satjipto Rahardjo (2009) terhadap keadaan yang demikian maka dibutuhkan suatu cara-cara yang luar biasa pula (extra-ordinary measures). Kondisi realita tersebut sudah menggerogoti secara akut yang turut melahirkan budaya dan perilaku koruptif dan permisif yang merusak tatanan sendi-sendi kehidupan. Daya mewabahnya akan berdampak secara destruktif terhadap sistem ekonomi bangsa dan mengganggu upaya kesejahteraan rakyat. Maka tipikor merupakan kejahatan yang dampaknya sangat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat.

Berita Rekomendasi

Kekhususan lainnya yang dapat menjadi legitimasi terhadap ruang eksistensi tindak pidana korupsi adalah keberadaan UU No. 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption 2003 (UNCAC).

UU ratifikasi UNCAC tersebut sesungguhnya adalah legitimasi terhadap eksistensi KPK yang selama ini justifikasinya sebagai lembaga ad hoc, sedangkan UNCAC menegaskan perlu adanya lembaga khusus yang menangani tindak pidana korupsi di negara-negara peserta (parties).

Upaya ratifikasi tersebut menegaskan kedudukan Indonesia yang mengakui sifat kekhususan tipikor yang perlu diatur dalam aturan yang sifatnya khusus (lex specialist) dan juga ditangani oleh lembaga khusus yang permanen. Oleh karena itu validitas keberlakuan UU Tipikor sebagai lex specialist dan eksistensi KPK di ruang dimensi pemberantasan tindak pidana korupsi adalah berkelindan dengan kekhususan UU Tipikor yang sejalan dengan politik hukum pidana (criminal policy) yang telah lama dikonstruksikan.

Adapun keinginan pembuat undang-undang dalam proses rekodifikasi RKUHP sebagai lex generalis merupakan suatu usaha yang sangat mulia dan menjadi harapan bersama bangsa Indonesia untuk memiliki suatu kodifikasi hukum pidana yang orisinal sebagai suatu mahakarya bangsa Indonesia yang autentik. Akan tetapi dalam proses tersebut perlu melakukan absorbsi terhadap sub-sistem yang telah berjalan.

Harmonisasi peraturan perundang-undangan tidak hanya dilakukan secara vertikal saja, akan tetapi perlu harmonisasi secara horizontal dengan melihat beberapa substansi hukum yang berada pada dimensi lex specialist

Hal ini berdampak pada tidak terganggunya ruang eksistensi lembaga khusus yang validitasnya di legitimasi oleh dimensi lex specialist, lebih jauh akan berdampak pada harmonisasi struktur hukum.

Pada dimensi tersebut seharusnya RKUHP menjadi ruang untuk memperkuat proses pemacu struktur hukum (trigger mechanism) sebagai mitra KPK dalam pemberantasan korupsi yang berdasarkan pembagian kewenangan yang jelas, koordinatif dan partisipatif. Kepolisian dan Kejaksaan akan menjadi lembaga struktur hukum yang kuat dan menjadi mitra yang kuat bagi KPK andai didukung oleh political will yang kuat disektor perumusan RKUHP sebagai dimensi pemberantasan korupsi yang in abstracto.

Memaksakan masuknya tipikor ke dalam RKUHP hanya akan menimbulkan permasalahan baru yang jauh lebih kompleks dan malah berdampak pada kacaunya sub-sistem substansi hukum dan struktur hukum, sedangkan output yang akan dihasilkan oleh fusi dua sub-sistem di atas yang kacau hanya akan membangun suatu kultur hukum yang buruk atau malah merusak tatanan kultur hukum yang sudah berdiri kokoh.

Jika kita kaji bersama, DPR menegaskan bahwa RKUHP tidak akan menjerat langkah KPK sebagai lembaga yang berwenang pada dimensi lex specialis, akan tetapi DPR harus segera menelan ludahnya kembali dikarenakan terdapat ketentuan yang menyatakan satu tahun setelah disahkan, seluruh ketentuan pidana di luar KUHP harus menyesuaikan dengan KUHP yang baru.

Ketentuan tersebut menjadi senjata penjerat eksistensi KPK akibat ketidakjelasan pasal-pasal tindak pidana korupsi di RKUHP. 

Pertama, tipikor bermigrasi ke dalam dimensi lex generalis. Kedua, konflik kewenangan pemberantasan tipikor akan naik ke permukaan. Ketiga, Pengadilan Tipikor akan mati suri akibat validitasnya hanya berada pada ruang UU Pengadilan Tipikor dan UU Tipikor.

 Keempat disparitas pemidanaan antara RKUHP dan UU Tipikor akan menimbulkan masalah baru yang menguntungkan para pelaku tindak pidana korupsi. Kelima, jika dipaksakan maka pembuat undang-undang melanggar komitmen atas hasil ratifikasi UNCAC. Keenam, sebaiknya pemerintah fokus pada revisi UU Tipikor yang mengakomodir ketentuan UNCAC agar dapat bersanding dengan negara-negara lain yang telah melakukan proses transplantasi ketentuan UNCAC sebagai bentuk reformasi hukum yang progresif.

Pada akhirnya dari berbagai bincang-bincang penulis dengan para pegiat antikorupsi dapat disimpulkan bahwa sifat suatu kodifikasi hukum yang kaku yang tersandera oleh visualisasi teks per teks hanya akan menghambat dan menyandera proses penegakan hukum antikorupsi.

Masuknya delik tipikor ke dalam RKUHP menurut pegiat antikorupsi Wiwin Suwandi ialah Het Recht Hink Achter De Feiten Aan" "Hukum tertatih-tatih mengejar peristiwa".

Memasukan delik korupsi kedalam KUHP sama dengan menjerat mafia menggunakan tali rafia. Maka komitmen DPR dalam proses pembangunan sistem antikorupsi dapat disimpulkan ikut tersandera oleh obsesi membangun sejarah rekodifikasi namun, melupakan substansi.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas