Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Negara-negara FAO Apresiasi Kebijakan Pemerintahan Jokowi di Bidang Kehutanan
Dunia mengalami tekanan dengan pertumbuhan populasi dan kemajuan pembangunan, yang berdampak pada lingkungan dan sumber daya alam.
Seperti upaya mengurangi polusi dengan penanaman kembali 400 ribu ha pohon di daerah eks pertambangan, mengurangi efek rumah kaca, mengurangi deforestasi, pencegahan kebakaran hutan dan lahan, serta komitmen menjaga lahan gambut.
''Khusus untuk Karhutla, Indonesia berhasil menurunkan jumlah area terbakar dari 2,6 juta ha di 2015, menjadi 168 ribu ha di 2017. Dan untuk pertama kalinya dalam kurun waktu dua dekade, tidak ada asap lintas batas,'' ungkap Menteri Siti.
Baca: Kementerian BUMN: Kondisi Keuangan Pertamina Harus Diselamatkan
Untuk target SDGs di bidang pekerjaan dan pertumbuhan ekonomi, KLHK fokus pada pengembangan ekowisata di 54 Taman Nasional di Indonesia.
Selain itu diberikan akses legal kelola hutan melalui Perhutanan Sosial untuk memperkuat ketahanan pangan. Untuk target SDGs menjaga produksi berkelanjutan, Indonesia melalui KLHK telah melakukan inovasi dengan membuat Sistem Informasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (SIPHPL).
KLHK juga terus memperbaiki tata kelola kelestarian hutan di Indonesia, salah satunya melalui sistem berifikasi legalitas kayu (svlk) yang berfungsi untuk memastikan produk kayu dan bahan bakunya diperoleh atau berasal dari sumber yang asal-usulnya dan pengelolaannya memenuhi aspek legalitas.
''Terkait dengan tujuan nomor 15, life of land, Indonesia telah berhasil mengurangi tingkat deforestasi sekitar 0.45 juta ha per tahun, dibandingkan dengan rata-rata laju deforestasi 1990-2012 yang mencapai 0.92 juta ha dan telah melakukan upaya pembenahan tata kelola kawasan lindung dan memberikan perhatian pada konvensi keanekaragaman hayati,'' jelas Menteri Siti.
Terkait dengan upaya mencapai SDGs, Indonesia juga memimpin beberapa kemitraan dengan dunia internasional, seperti agenda menjaga heart of Borneo yang melibatkan Indonesia, Malaysia dan Brunei. Selain itu juga diinisiasi pengelolaan daerah aliran sungai lintas batas antara Indonesia dan Republik Demokratik Timor Leste, serta antara Indonesia dan Papua Nugini.
''Kami juga memulai kerjasama dengan Republik Kongo dan Republik Demokratik Kongo untuk meningkatkan pengelolaan lahan gambut di Kongo Basin dengan dukungan dari PBB bidang program lingkungan. Selain itu kami juga mempersiapkan pusat riset gambut di Indonesia,'' jelasnya.
Selama tiga tahun terakhir Indonesia telah berbagi pelatihan teknis kehutanan dengan Timur Leste. Indonesia juga telah menjalin berbagai kemitraan dengan Uni Eropa, Inggris, Jerman, Norwegia, Denmark, Jepang, Korea Selatan serta multilateral organisasi termasuk FAO, UNDP, lingkungan PBB, ITTO, GEF, dan AfoCO dalam mempromosikan pengelolaan hutan Lestari.
Dengan pergeseran paradigma ini, Indonesia memiliki peran penting bagi dunia untuk mempertahankan ekosistem hutan dan mendukung agenda dunia pada pembangunan berkelanjutan.
''Mari kita bergandeng tangan, bekerja sama dan memastikan bahwa kita semua bergerak ke arah yang benar,'' tegas Menteri Siti.
Pada sesi FAO Komite Kehutanan yang dipimpin oleh Akram chehayeb (Lebanon), turut memberikan pernyataan dalam Sesi Pembukaan adalah Presiden Sri Lanka Maithripala sirisena, Ketua Komite keamanan pangan FAO Slawomir Mazurek. Tercatat 99 negara anggota FAO hadir dalam Pertemuan yang berlangsung mulai 16 sampai 20 Juli.(*)