Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Nenek Jompo di Majalengka Puluhan Tahun Bergelut dengan Dudukuy
Meski wajah keriput dan rambut beruban, namun, tenaga nenek Tarmi (82) ini se-energik anak muda.
Dikirimkan oleh, Jaja Sumarja
TRIBUNNEWS.COM, MAJALENGKA - Meski wajah keriput dan rambut beruban, namun, tenaga nenek Tarmi (82) ini se-energik anak muda.
Ia mampu membelah bambu menjadi beberapa potong dengan menggunakan parang.
Sementara bambu itu akan digunakan oleh nenek jompo, warga Dusun Kawungsari, Blok Rabu, RT 04/05, Desa Karangasem, Kecamatan Leuwimunding, Kabupaten Majalengka, untuk dijadikan anyaman bambu berupa topi caping bambu atau topi petani maupun sering disebut dudukuy.
Baca: Warganet Indonesia Bertanya Sopan, Jawaban Netizen Malaysia Ini Sampai Disorot Menpora Syed Saddiq
Tiap hari nenek kelahiran 1935 ini, sejak 30 tahun ditinggal Misna suaminya, kini membuat anyaman bambu sendirian. Ia mengaku dudukuy buatannya untuk dijual dan beli beras untuk menyambung hidup.
Menurut nenek 7 anak dan 18 cucu serta 15 cicit ini menyebutkan, pembuatan dudukuy dimulai dari pemotongan batang bambu menjadi beberapa potong ukuran sedang dan dibelah menjadi beberapa bagian.
"Bambu untuk bahan anyaman dapat beli dari desa tetangga, bambu yang dipakai jenis bambu tali, " katanya, Sabtu (1/9/2018).
Baca: Harga Tiket Laga Persija Vs Selangor FA Dimurahkan
Meski sudah tua, nenek Tarmi mampu membelah bambu menjadi beberapa potong bagian. Potongan bambu itu untuk kemudian disayat tipis-tipis dengan menggunakan parang.
Ia menyayat-nyayat bambu dan memotong bambu dengan ukuran satu meter. Hasil sayatan bambu dengan ukuran tipis itu harus mencapai hingga ratusan helai. Bila dirasa cukup, sayatan bambu itu dijemur diterik matahari.
Proses penjemuran, kata dia, membutuhkan waktu satu hingga dua hari tergantung cuaca. Bila sudah cukup, sayatan bambu mulai dianyam oleh tangan terampil nenek Tarmi. Satu persatu bambu digabungkan, hingga membentuk anyaman bambu dudukuy
Menurutnya, dalam sehari ia mempu menghasilkan 5 buah dudukuy, itu juga kalau badan sedang sehat. Biasanya dalam satu bulan mampu membuat 1 kodi dudukuy atau 20 buah dudukuy.
Nampaknya jerih payah, tenaga dan susahnya membuat dudukuy, tak sebanding dengan penghasilannya. Satu dudukuy hanya dihargai Rp 8 ribu saja oleh pengepul.
"Biasanya saya jual dudukuy ke pengepul. Pengepul itu datang kerumah mengambil setelah dudukuy terkumpul paling sedikitnya 1 kodi. Untuk 1 kodi dihargai Rp 160 ribu," tuturnya.
Baca: Ribuan Mahasiswa Kosgoro akan Dibekali Wawasan Pancasila di Balikpapan
Dikatakannya, pemasaran dudukuy hanya kepada pengepul, karena modal dan biaya hidup sehari-hari pinjam dari pengepul (Ngebon). Dudukuy buatannya ini setelah terkumpul di pengepul akan dipasarkan di Kota Bandung.
Meski harga jual sangat kecil, ia mengaku senang dan puas saat dudukuynya laku terjual, sebab ia bisa membeli beras untuk makan dan kebutuhan sehari-hari. Keahliannya membuat anyaman dudukuy merupakan peninggalan nenek moyangnya sejak puluhan tahun yang lalu.
"Kami berharap para generasi muda sekarang, terutama kepada anak, cucu dan cicitnya bisa membuat dudukuy atau anyaman bambu lainnya. (Jaja Sumarja)