Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Erick Thohir si Muslim Transformer
Eric Tohir si Muslim Transformer.menjadi ketua tim sukses jokowi kiai maruf
Editor: Rachmat Hidayat
Oleh politisi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-Belum habis kita terpesona pada Eric Tohir yang telah mempersembahkan sukses ganda dari Asean Games 2018, penunjukkannya sebagai Ketua TKN membuat siuman kita tertunda.
Sukses pertama, dunia puas atas keramahan yang efisien dari pelayanan selama penyelenggaraan, fasilitas GBK dan Wisma Atlit yang nyaman termasuk makanannya yang keren.
Sukses kedua terkait perolehan medali emas Indonesia yang jauh melampaui target.
Jokowi genius, ia menunjuk Eric Tohir, muslim muda yang cerdas dan berkompeten untuk memimpin kompetisi olah raga 40 cabang dalam 462 pertandingan, serta melibatkan sejumlah 11.478 atlit dari 45 negara di Asia.
Jokowi kembali menunjukkan kegeniusannya dengan berhasil meyakinkan Eric untuk menerima tantangan yang lebih komplek yaitu memimpin kompetisi politik.
Saat diumumkan sebagai Ketum TKN, Eric tidak menyatakan kesiapan untuk memimpin pertarungan pilpres, justru dia mengajak kita bergembira dan berpesta (demokrasi) di Pilpres 2019.
Atmosfir Jakarta dan sosmed mendadak menjadi sejuk dan nyaman di hati karena muncul bayangan pertunjukan pencak silat nomor seni yang indah dan nomor pertandingan yang diselenggarakan secara sportif, adil dan transparan.
Mengapa Pencak Silat? Begini pengakuan para atlit, pelatih dan wasit serta para pendukung Tim Pencak Silat kita yang terdiri dari lintas perguruan.
Keputusan Eric untuk membuat sistem yang transparan, moderen dengan menggunakan video recording yang bisa untuk diputar ulang guna menyelesaikan perselisihan adalah kunci kemenangan para atlit pencak silat kita.
Tersedianya peralatan moderen standard internasional di arena pencak silat sejak awal membuat para atlit terpompa semangatnya.
Peralatan itu menghapus peluang adanya kecurangan dan akal-akalan akibat konspirasi para wasit negara-negara tertentu yang konon suka ngeroyok Indonesia karena keunggulan Indonesia di cabang OR ini.
Artinya, bahwa selama ini prestasi pencak silat kita di berbagai pertandingan di arena regional maupun dunia tidak pernah mendapat posisi terbaik karena penilaian subyektif dan tiadanya alat verifikasi yang obyektif untuk komplain.
Di Asean Games 2018, Eric memberikan fasilitas modern berstandard dunia sehingga akuntabilitas terjamin sehingga pula prestasi mendapat apresiasi yang tinggi.
Bukan hanya di pencak silat, di semua cabang olah raga Eric memberikan pelayanan berkualitas sama. Singkatnya, Eric Tohir telah memaksa kita melompat kelas melalui penyediaan fasilitas di GBK yang memenuhi standard dunia
Sekaligus kualitas penyelenggaraan perhelatan AG yang menjamin ‘sportifitas dan fairness’ yang merupakan roh dari Olah Raga.
Ini tidak lepas dari pribadi Eric Tohir yang mempunyai minat khusus (passion) ke Olah Raga dengan keterlibatannya sebagai atlit basket, Ketua PBSI dan ketika mengembangkan bisnis tetap terkait dengan dunia Olah Raga.
Tidak saja mengakuisi klub sepakbola Italia F.C. Internazionale Milano (Inter Milan) tetapi ia juga pemilik klub sepakbola Amerika, D.C. United dan NBA Philadelphia 76ers.
Kita bersyukur Eric balik ke Indonesia tidak tergerus standard lokal tetapi malah melakukan transformasi, alias mendorong kita naik kelas dalam berolah raga dan menyelenggarakan perhelatan olah raga.
Sehingga, akankah dia juga akan mengusung misi transformasi dalam tugasnya sebagai Ketua TKN dari Koalisi Kerja Indonesia di pemilu 2019?
Haqul yakin, IYA! Dia tidak mau merusak reputasinya sebagai pribadi yang berintegritas di masyarakat dunia yang kelak merusak pula kesempatan dan peluangnya di dunia bisnis (dan politik?).
Salah satu pertimbangannya tentu terkait kepribadian Jokowi dan motto KIK yaitu Bersih, Merakyat dan Kerja Nyata yang sejalan dengan etos kerja personal Eric Tohir.
Sebagaimana di olah raga, TKN KIK akan dipimpinnya dengan mengedepankan prinsip-prinsip sportifitas, fairness dan basis prestasi/kinerja.
Dia akan menyusun sistem yang transparan, basis teknologi, alat verifikasi/justifikasi dari berbagai kinerja Jokowi selama menjadi presiden. Dia tidak akan melakukan kampanye atau propaganda politik tanpa bukti dan data.
Pemilih dan pengamat akan terpaksa untuk berpikir rasional dan mengembangkan dan memperpanjang nalar tanpa melupakan kegembiraan dari pesta demokrasi.
Gaya Eric yang demikian sebenarnya memaksa para pemimpin parpol di KIK untuk melakukan pendidikan politik di darat dengan strategy yang sama yaitu, berbasis kinerja dan mencerdaskan.
Gaya kampanye yang demikian akan disukai oleh kelompok millenial dan para pemilih di cluster lain yang menginginkan kualitas demokrasi membaik.
Hanya adu nalar berupa tarung ide dan gagasan dari konsep hingga program untuk memajukan kesejahteraan - l yang akan membawa Indonesia ke kondisi berkemajuan.
Lalu bagaimana dampak strategy Eric Tohir yang millenial banget tersebut terhadap strategy Koalisi PS-SU? Mereka akan terpaksa menari di ritme yang sama yaitu mencerdaskan pemilih.
Jika tidak maka mereka akan menghadapi pengadilan pemilih bahkan sebelum coblosan dilaksanakan. Apa iya ajakan untuk berpolitik secara akuntabel ditolak?
Jika demikian yang terjadi, yaitu 2 kubu baik KIK maupun PSSU menggunakan strategi kampanye yang mencerdaskan pemilih alangkah menjadi mulia politik Indonesia.
Artinya, ketika kita bersikukuh pada kemuliaan politik maka Indonesia akan mampu melakukan lompatan jauh ke depan untuk segera menjadi negara digdaya di dunia.
Sehingga, pembuktian transformasi di AG 2018 perlu dilanjutkan dengan transformasi politik yang pro kesejahteraan.
Dunia menunggu Indonesia meningkatkan kapasitasnya untuk mengelola kompetisi olah raga dengan cabang dan peserta yang lebih berlipat sebelum setuju menjadi tuan rumah Olimpiade 2032.

