Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Prof Wiku Sarankan Pembentukan "Satu Data Indonesia"

UNTUK menentukan arah pembangunan, kebijakan yang dilakukan Pemerintah Indonesia tentu mengacu pada data yang diperoleh dari hasil penelitian.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Prof Wiku Sarankan Pembentukan
ist
Wiku Adisasmito 

UNTUK menentukan arah pembangunan, kebijakan yang dilakukan Pemerintah Indonesia tentu mengacu pada data yang diperoleh dari hasil penelitian.

Tak heran, di seluruh Kementerian serta Badan Negara memiliki bidang Penelitian dan Pengembangan (Litbang) yang masing-masing memiliki produk data sebagai acuan penentuan kebijakan.

Kalangan akademisi juga selalu melakukan penelitian yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan yang lebih komprehensif dan bersumber dari penelitian ilmiah.

Hasil penelitian yang baik akan ditentukan oleh kualitas data yang baik. Jika data tidak mencakup kriteria validitas, akurasi, konsistensi, kelengkapan dan aktualitas, maka data dapat dikatakan tidak mumpuni untuk mendukung kebijakan yang diambil.

Permasalahan kualitas data inilah yang sering kali diabaikan di Indonesia. Salah satu contoh permasalahan konsistensi data dapat dilihat pada data kesehatan yang memiliki periode dokumentasi yang berbeda-beda.

Padahal, menurut UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, data terkait badan publik, kegiatan dan kinerja, serta laporan keuangan wajib untuk disampaikan oleh instansi terkait minimal enam bulan sekali. Khusus untuk data kesehatan, menurut Kepmenkes No. 116 Tahun 2003 seharusnya setiap pemerintah tingkat kota/kabupaten hingga nasional mengeluarkan satu profil kesehatan setiap tahunnya sesuai cakupan pemerintahan.

Disease Emergence and Economics Evaluation of Altered Landscapes (DEAL) yang merupakan proyek penelitian dari INDOHUN (Indonesia One Health University Network) dan USAID (United States Agency for International Development) juga menemukan masalah dalam kualitas data yang dikumpulkan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Kesehatan, Badan Pusat Statistik (BPS) serta pemerintah daerah di lokasi penelitian.

Berita Rekomendasi

Desrina Sitompul, selaku Project Officer DEAL menyatakan, ketersediaan, akses, serta kelengkapan data menjadi catatan penting dalam pelaksanaan penelitian ini.

Menurut Desrina, kesenjangan kualitas data disebabkan oleh perbedaan kapabilitas petugas yang terlibat dalam seluruh proses pengelolaan sistem informasi kesehatan. Untuk itu, selain melakukan penelitian, DEAL juga mengadakan peningkatan kapasitas bagi peneliti internal maupun peneliti di universitas lokasi penelitian.

DEAL adalah studi yang meneliti dampak negatif akibat perubahan lahan hutan terhadap kesehatan masyarakat. Penelitian DEAL diharapkan dapat menjadi landasan perumusan kebijakan terkait pemanfaatan hutan

Melalui kegiatan peningkatan kapasitas penelitian yang dilakukan oleh DEAL, diharapkan kesenjangan pengetahuan dan kemampuan antar peneliti dapat diminimalisasi serta meningkatkan kemampuan penelitian secara komprehensif.

Peningkatan kapasitas peneliti juga harus diimbangi dengan peran pemangku kebijakan tiap instansi untuk membuat regulasi standar data dan metadata baku agar tidak terjadi perbedaan data seperti kasus yang terjadi pada polemik impor beras.

Jika data yang dikumpulkan sudah memenuhi kriteria kualitas data yang baik, diharapkan pemerintah dapat melakukan integrasi data, semata-mata untuk menjadi acuan nasional, sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas pemerintah serta meningkatkan partisipasi publik dalam mengawal pembangunan.

Integrasi data dapat dilakukan oleh Badan Pusat Statistik dengan publikasi data melalui satu portal, yaitu dapat melalui portal BPS sendiri atau “Satu Data Indonesia” seperti data.gov milik Pemerintah Amerika Serikat maupun data.gov.au milik Pemerintah Australia.

Prof Wiku Adisasmito selaku koordinator INDOHUN yang juga merupakan Ketua Dewan Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Univeritas Indonesia mengatakan bahwa integrasi data mencegah adanya tumpang tindih dan perbedaan data yang kerap ditemukan.

Saat ini kan diakui Wiku Adisasmito, permasalahannya tiap badan dan lembaga punya data yang berbeda, sehingga pemerintah bingung mengambil kebijakan berdasarkan data yang mana. Jika sudah ada satu data yang terintegrasi, pemerintah dapat mengambil kebijakan berdasarkan data yang berkualitas, sehingga meningkatkan kepercayaan publik juga terhadap pemerintah.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas