Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Membangun Karakter Siswa di Sekolah Lewat Puisi Esai

Guru dan siswa di sekolah memiliki persoalan karakter yang mencerminkan keberagaman, kesetaraan dan kebebasan warga negara.

Editor: Ferdinand Waskita
zoom-in Membangun Karakter Siswa di Sekolah Lewat Puisi Esai
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia Deny JA bersama siswa melakukan pemecahan rekor pelatihan pendidikan pancasila untuk pemilih pemula yang diikuti oleh 2300 siswa di kampus universitas terbuka, Tangerang Selatan, Kamis (16/8/2018). LSI Denny JA bekerjasama dengan Komunitas Bela Indonesia mampu memecahkan rekor dunia dalam hal pelatihan Pancasila untuk pemilih pemula dengan jumlah 2300 siswa TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru dan siswa di sekolah memiliki persoalan
karakter yang mencerminkan keberagaman, kesetaraan dan kebebasan warga negara.

Riset survei LSI Denny JA (2018) menemukan semakin tingginya tingkat intoleransi di kalangan siswa dan para guru.

Di luar riset itu, diketahui luas isu soal narkoba, pernikahan dini, apatisme atas isu lingkungan, keluarga yang patah (broken home), dan pencarian identitas diri di kalangan siswa.

Dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, Sabtu (17/11/2018), komunitas puisi esai memberikan ikhtiar.

Disamping pendidikan karakter melalui agama dan Pancasila, bagaimana jika digalakkan pula pengajaran puisi esai.

Ini jenis puisi yang panjang, dengan catatan kaki, yang memberi ruang bagi drama moral yang menyentuh.

Lima dosen dan guru, dari lima pulau yakni Sumatera, Jawa, Kalimantan, Papua, bersama menyusun buku panduan soal puisi esai untuk sekolah.

Berita Rekomendasi

"Sastra bukan hanya belajar karya baku para sastrawan. Sastra juga adalah ekspresi para siswa dan mahasiswa atas lingkungan sosialnya sendiri, kemarahannya, ketakutannya, kegembiraanya, harapannya," ujar Denny JA dalam keterangan tertulis.

Menurut Denny dengan sedikit riset, fakta dan data di lingkungan sosial oleh para siswa dapat dituliskan dalam catatan kaki.

Mereka menambahkan fiksi sehingga kisah nyata itu menjadi drama, menjadi cerpen yang dipuisikan.

"Detail soal puisi esai dapat dipelajari para guru dan dosen melalui buku di atas: mengenal puisi esai. Pembaca dapat pula membacanya secara daring," sambungnya.

Sebelumnya, 176 penyair dari 34 provinsi sudah menuliskan kearifan lokal di provinsinya masing masing dalam 34 buku puisi esai. Kisah budaya Indonesia di 34 provinsi tersaji di sana.

12 penyair Malaysia dan Indonesia sudah pula menuliskan riwayat hubungan dua negara dalam puisi esai. Mempelajari Hubungan kultural dan batin Indonesia justru lebih terasa dalam bentuk sastra.

"Kini penyair dari Brunei, Thailand, Singapura menuliskan riwayat kulturnya sendiri, juga dalam puisi esai," ucap Denny.

Baca: Intip yuk Rumah Barbie Kumalasari yang Mewah dan Unik, Dipenuhi dengan Tempelan Berbagai Puisi

Baca: Rangkaian Puisi-puisi Indah Putri Marino untuk Si Buah Hati, Surinala Carolina Jarumilind

Di Malaysia, bahkan diluncurkan lomba menulis puisi esai di tingkat Asean. Dan kini anak anak SMA di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua, mulai pula melakukan riset soal dunia mereka sendiri. Riset itu ditambahkan fiksi menjadi puisi esai.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas