Pemuda Perlu Terlibat Dalam Pengembangan Energi Baru Terbarukan
Dalam Diskusi Publik Rumah Milenial, Selasa (8/1/2019), Marlistya Citraningrum membahas soal peran penting pemuda bagi EBT.
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Manajer Program untuk Akses Energi Berkelanjutan dari Institute for Essential Services Reform (IESR), Marlistya Citraningrum menyayangkan pemerintah yang tidak mencapai target dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT).
"Target pemerintah terlalu tinggi, namun tidak sesuai dengan pelaksanaan. Ini dapat dilihat dengan masih dominannya penggunaan bahan bakar fosil seperti batubara. Padahal seharusnya kebijakan pemerintah berorientasi pada Clean Energy yang meminimalisir penggunaan bahan bakar fosil," ujar Citra, nama sapaannya, dalam Diskusi Publik Rumah Milenial yang dilaksanakan Selasa, (8/1/2019) di Restoran Riung Sunda, Cikini.
Dalam siaran pers yang diterima Tribunnews.com, Citra mengungkapkan saat ini harga perangkat EBT masih mahal namun seiring berjalannya waktu harga tersebut akan turun.
"Jika biaya perangkat EBT sudah terjangkau, masyarakat dapat memilih untuk menggunakan energi jenis apa, tanpa bergantung ke pemerintah. Sayangnya, investasi yang kecil di sektor ini menjadi penyebab kemandekan pengembangan energi terbarukan."
"Investor menilai investasi di sektor energi terbarukan penuh dengan resiko. Akibatnya harga perangkat EBT masih mahal sampai saat ini," katanya dalam diskusi dengan topik "Rencana Pengembangan Energi Terbarukan dalam Perkembangan Infrastruktur Indonesia, Apakah Hanya Wacana?"
Mantan Ketua Komisi 7 DPR RI, Milton Pakpahan menyampaikan bahwa Indonesia memiliki potensi dalam mengembangkan energi baru terbarukan (EBT).
"Saat ini penggunaan energi terbarukan hanya sekitar 5-6% dari total penggunaan energi di Indonesia. Kita memiliki potensi 29 ribu megawatt panas bumi, 75 ribu megawatt tenaga air, 133,3 ribu Megawatt tenaga angin, 532 ribu megawatt tenaga panas matahari, 18 ribu megawatt tenaga gelombang, dan 30 megawatt tenaga nuklir," jelasnya.
Milton mengatakan bahwa masyarakat harus dilibatkan dalam mengembangkan energi baru terbarukan.
"Masyarakat, khususnya pemuda dan mahasiswa harus turut campur dalam mengembangkan EBT. Untuk membangun kesadaran ini, kampus-kampus harus membentuk Fakultas atau Prodi terkait EBT. Pemerintah harus fokus dalam pengembangan sumber daya manusia ini," pungkasnya.
Direktur Eksekutif Rumah Milenial Defli Yuandika Ruso dalam sambutannya menjelaskan tentang pentingnya generasi milenial membahas energi baru terbarukan.
"Perbandingan antara peningkatan produksi energi, jumlah penduduk, dan kebutuhan energi yang terus meningkat dari tahun ke tahun menjadi keresahan kami sebagai milenial. Energi baru terbarukan adalah kepentingan milenial karena ketersediaan energi di masa mendatang akan mempengaruhi kualitas hidup generasi pada masa tersebut. Sayangnya, kami sudah mengundang pemerintah, dalam hal ini Kementerian ESDM dan KSP, namun tidak ada perwakilan yang hadir. Semoga itu bukan karena pemerintah tidak menganggap EBT sebagai program prioritas di tahun ini," ujarnya.
Dalam diskusi ini, hadir pembicara lainnya, antara lain Direktur Teknik dan BD Waskita Karya Energi (WKE) Hokkop Situngkir dan Ferdy Hadiman, peneliti di Alpha Research Database. Diskusi ini dihadiri puluhan peserta dari berbagai organisasi dan universitas.
Rumah Milenial adalah lembaga yang fokus terhadap persoalan-persoalan generasi milenial. Lembaga ini secara rutin mengadakan diskusi dan pertemuan untuk membahas topik-topik kekinian yang berkaitan erat dengan kehidupan anak muda.(*)