Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Antara "Petruk Dadi Ratu" dan "Misteri Ratu Adil"

Buku terbitan tahun 2013 dan 2014 cetakan pertama ini masih punya nilai baca. Malah menurut saya, kedua buku ini cukup menggelitik

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Antara
foto Alex Palit
Kover buku Petruk Dadi Ratu dan Misteri Ratu Adil 

Oleh: Alex Palit

Belum lama ini saya jalan-jalan ke toko buku, di antara sekian banyak buku yang dipajang ada dua buku menarik perhatian, yaitu; “Petruk Dadi Ratu” karya Dr. Suwardi Endraswara, M.Hum, terbitan tahun 2014, dan satunya lagi “Misteri Ratu Adil” karya Agustina Soebachman, terbitan tahun 2013.

Kalau dilihat tahun penerbitan, pastinya buku punya nilai baca atau nilai jual, karena masih bisa bertengger terpajang di toko buku terkemuka, karena kalau tidak pasti ditarik masuk gudang.

Dan menurut saya, buku terbitan tahun 2013 dan 2014 cetakan pertama ini masih punya nilai baca. Malah menurut saya, kedua buku ini cukup menggelitik ditelaah terhubung dengan realitas politik saat ini jelang digelarnya kontestasi suksesi kepemimpinan Pilpres 2019.

Tapi di sini saya tidak ingin meresensi kedua buku tersebut. Tapi saya yakin seyakin-yakinnya bahwa penulis buku ini telah menyajikan sebuah paparan yang sangat menarik dan gamblang prihal“Petruk Dadi Ratu” dan “Misteri Ratu Adil”.

Malah menurut saya kedua buku ini layak dibaca sebagai bahan telaah dan renungan terhubung dengan situasi kondisi realitas politik saat ini jelang gelaran Pilpres 2019.

Di tengah gelanggang politik kontestasi Pilpres 2019 yang dipenuhi teaterikal akrobatika euforia pencitraan,  justru dari buku terbitan tahun 2013 dan 2014 – cukup dari judul bukunya saja – kita diajak membaca dan menyandingkannya dengan potret realitas politik hari ini.

Berita Rekomendasi

Petruk Dadi Ratu

Prihal tema “Petruk Dadi Ratu”, saya pun kembali diingatkan pada artikel berjudul “Ketika Petruk Dadi Ratu” yang saya tulis jelang Pilpres 2014.

Di mana tulisan itu diilhami oleh lagu berjudul “Petruk Dadi Ratu” yang dinyanyikan oleh Mus Mulyadi.

Liriknya lucu tapi makjleb; Jreng jreng jreng jreng / Petruk dadi ratu / Nyangga pincuk udut crutu / Dewa dewa bingung  / Petruk ngaji mumpung / Jreng jreng jreng jreng... /Petruk dadi ratu  / Nyangga pincuk udut crutu  / Dadi ra karuan / Ilange tatanan / Jreng jreng jreng jreng...

Saya tidak tahu siapa pencipta lagu ini, tapi saya menyakini bahwa proses penciptaan lagu ini inspirasinya disadur dari kisah lakon wayang “Petruk Dadi Ratu”, yang kemudian juga dijadikan lagu dinyanyikan Mus Mulyadi.

Kalau kita baca dari referensi yang ada, intisari cerita lakon “Petruk Dadi Ratu” menyiratkan sebuah pesan di mana ketika sebuah negeri diserahkan dipimpin oleh orang yang bukan ahlinya.

Disebutkan, Petruk yang tidak memiliki watak dan dasar kepemimpinan yang baik, entah karena mengaku mendapat wangsit dari dewa atau lantaran dicitrakan oleh pencitraan, akhirnya Petruk yang sejatinya seorang punakawan dinobatkan menjadi raja.

Dikisahkan, dibawah kepemimpinan Petruk bukannya kehidupan rakyat menjadi lebih baik, makmur dan makin sejahtera, justru sebaliknya.

Dan di sub judul buku “Petruk Dadi Ratu” disebutkan bahwa sosok kepemimpinan Petruk sebagai “Polah-tingkah Penguasa yang Tidak Mampu”.  

Sebagai “Ratu” (baca: pemimpin atau penguasa), kepemimpinan “Petruk Dadi Ratu” itupun berjalan dan bertahan hanya dalam satu putaran, yang di bait akhir lirik lagu ditandai dengan datangnya Bagong menyeret Petruk; Ukume kuasa / Wekasan si Bagong teka / Si Petruk digeret / Bali dadi menungso / Jreng jreng jreng jreng...!!!

Itulah sepenggal kisah “Petruk Dadi Ratu” dari cerita yang ada!

Misteri Ratu Adil

Dalam pemahaman masyarakat tradisionil persepsi tentang “Ratu Adil” sering digambarkan sebagai sosok pemimpin pencerah dan penyelamat yang mampu membawa kedamaian, kemakmuran, kesejahteraan, keadilan, mengayomi dan mententeramkan sebagaimana menjadi tumpuhan harapan rakyat. 

Impian dan harapan akan datangnya pemimpin “Ratu Adil” itu sendiri mengacu pada ramalan Raja Kediri – Prabu Jayabaya (1135 – 1157).

Meski saat ini sudah zaman now, zaman internet dan serba digitalisasi, namum masih banyak di antara masyarakat kita meyakini keberadaan misteri mitos kepemimpinan “Ratu Adil”.  

Misteri mitos “Ratu Adil” ini senantiasa bergulir menjadi perbincangan saat jelang pemilihan presiden. Sudah tentu interpretatif “Ratu Adil” yang lahir dari budaya kontemplasi spiritual nenek moyang ini ditafsirkan secara plastis dalam konteks zaman, zaman now.

Dalam ramalan Jayabaya disebutkan bahwa simbolisasi “Ratu Adil” ini adalah sosok pemimpin dengan karakter yang disimbolisasikan bersenjatakan trisula;

Pertama, berkarakter Satria Bayangkara yaitu sosok pemimpin yang memiliki kewibawaan dengan bersikap tegas, adil, mengayomi rakyatnya, juga berjiwa pemaaf terhadap lawan-lawan politiknya dengan spirit tepo seliro dan mikul dhuwur mendhem jero.

Kedua, berkarakter Satria Panandita adalah sosok pemimpin yang tidak korup, menjunjung nilai-nilai etika dan moralitas, religius, amanah dalam mengemban tugas demi kesejahteraan rakyat.

Ketiga, berkarakter Satria Raja adalah sosok pemimpin berjiwa negarawan yang mengabdi demi rakyat, bukan menjadi abdi negara demi kekuasaan yang korup.

Sementara kalau mengacu ramalan Sabdo Palon sebagaimana tertulis di “Serat Darmogandul” dikatakan kemunculan “Ratu Adil” ini juga akan dibekali senjata trisula sebagai simbolisasi personifikasi dirinya, yaitu; benar, lurus, dan jujur.

Prihal “Ratu Adil”, Agustina Soebachman juga mengutip dan menuliskan di kover bukunya pernyataan pledoi “Indonesia Menggugat” - Bung Karno; Apakah sebabnya rakyat senantiasa percaya dan menunggu-nunggu datangnya “Ratu Adil”, apakah sebabnya sabda Prabu Jayabaya sampai hari ini masih terus menyalakan harapan rakyat?

 Tak habis-habisnya menunggu-nunggu atau mengharap-harapkan datang pertolongan, sebagaimana orang yang berada dalam kegelapan tak berhenti-hentinya pula saban jam, saban menit, saban detik, menunggu-nunggu dan mengharapharap : “kapan, kapankah matahari terbit?” 

Terlepas dari dua judul “Petruk Dadi Ratu” dan “Misteri Ratu Adil” adalah sebuah kewajaran jelang gelaran Pilpres 2019 bila kemudian rakyat bermimpi mendambakan datangnya (baca: terpilihnya) seorang pemimpin pembawa harapan menuju perubahan bagi terciptanya kehidupan yang lebih baik, lebih damai, tentram, dan makin tersejahterakan.

Setidaknya dari sini kita diajak untuk menakar (baca: memilih) siapakah sejatinya sosok pemimpin pembawa harapan menuju pada perubahan kehidupan yang lebih baik kedepannya – “Petruk Dadi Ratu” atau “Ratu Adil” – pilihan itu ada pada Anda. Semoga!

*Alex Palit, citizen jurnalis Jaringan Pewarta Independen “#SelamatkanIndonesia”, seniman bambu unik, pendiri Komunitas Pecinta Bambu Unik Nusantara (KPBUN) dan Galeri Bambu Unik KPBUN.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas