Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Akankah Presiden Jokowi Menulis Sejarah Super Semar?
Inilah yang melandasi lahirnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 24 Tahun 2016 Tentang Hari Lahir Pancasila.
Editor: Hasanudin Aco
Faktanya, dengan Super Semar itu, Soeharto kemudian membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan menangkapi anggota Kabinet Dwikora yang dituduh berhaluan PKI. Bung Karno kemudian “ditahan” di Wisma Yaso, kini Pusat Sejarah TNI di Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta.
Kekuasaan Bung Karno pun dilucuti, misalya “diasingkan” dari percaturan politik di Jakarta, dilarang membaca koran dan mendengarkan siaran radio, serta kunjungan keluarga dan layanan kesehatan dibatasi.
Di pihak lain, Soeharto mulai menancapkan kuku-kuku kekuasaannya dengan membentuk Kabinet Ampera serta membentuk dan membujuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) untuk mengesahkan Super Semar dalam TAP MPRS No. IX/MPRS/1966.
Semar adalah tokoh dalam pewayangan yang dipersonifikasikan sebagai dewanya para dewa, sehingga kekuasaannya pun melebihi dewa. Adapun arti kata “super” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “lebih dari yang lain”, “luar biasa”, atau “istimewa”.
Mungkin demikianlah Pak Harto menafsirkan Super Semar itu, sehingga ia merasa punya kekuasaan yang super, bahkan melebihi Semar atau Semar yang super.
Berbagai argumentasi mengenai kebenaran Super Semar telah coba diungkapkan oleh berbagai pihak, termasuk para sejarawan.
Akan tetapi argumentasi-argumentasi tersebut hingga kini belum mampu meyakinkan apalagi membuktikan kebenaran dari Super Semar itu, baik menyangkut keaslian atau keotentikan surat, proses yang terjadi saat itu, maupun alasan kuat mengapa Bung Karno mau menandatangani surat yang akhirnya menjadi bumerang itu, apakah karena ada intimidasi atau tidak.
Kini, bola ada di tangan Presiden Jokowi, apakah ia akan menulis sejarah tentang Super Semar atau tidak. Meskipun sejarah milik penguasa, namun kita berharap bila Presiden Jokowi hendak menulis sejarah tentang Super Semar, maka harus dilakukan secara obyektif dengan melibatkan para pakar dan sejarawan yang kredibel, berintegritas dan independen. Hasilnya kemudian dilakukan uji publik di kampus-kampus.
Dengan demikian, kebenaran sejarah menyangkut Super Semar akan terungkap secara terang-benderang, tak ada lagi kabut misteri yang menyelimutinya.
Ataukah menunggu datangnya kebenaran tentang Super Semar ibarat menunggu Godot yang tak jelas kapan datangnya? Wallahu a’lam!
Drs H Sumaryoto Padmodiningrat MM: Mantan Anggota DPR RI.