Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menang Rasa Kalah, Kalah Rasa Menang
Yang dinyatakan kalah sibuk menyerang dengan isu curang sembari tak jua mengungkap kebenaran versi mereka dengan transparan.
Editor: Rachmat Hidayat
Oleh Direktur Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA-Kita menghadapi suasana politik yang serba pelik. Bangsa ini berhadapan dengan mental pemimpin yang saling bertolak belakang. Yang dinyatakan menang tapi seolah rasa kalah dan bertingkah serba panik. Sementara yang dinyatakan kalah seolah rasa menang dan juga tak kalah paniknya.
Dari rasa panik yang sama akhirnya muncul saling lapor, saling curiga dan ujungnya suasana politik paska pencoblosan tak jua menuju reda. Makin banyak yang ditersangkakan dengan pasal makar, di saat mana banyak orang sebelumnya yang telah diterangkan makar, tak jua kasusnya naik ke pengadilan.
Pasal makar diobral bukan untuk diselesaikan kasusnya tapi cukup sebagai kerangkeng aktivitas korbannya. Sementara yang dinyatakan kalah tapi merasa menang, terus menerus menggunakan jalanan sebagai mekanisme solusinya.
Baca: Saksi Sebut CAJ yang Mirip Habib Bahar bin Smith Sempat Mencurigakan dari Postur Tubuh
Padahal, kita telah membangun begitu banyak infrastruktur demokrasi untuk menyelesaikan berbagai dugaan kecurangan atau pelanggaran dalam pemilu.
Baca: 5 Negara yang Menarik Dikunjungi Saat Bulan Ramadan
Agar politik tak lagi diubah dijalanan, tapi di meja dialog dan peradilan. Mereka menyebut mendapat ribuan pelanggaran, tapi sayangnya tak seberapa yang masuk ke lembaga pengawasan. Angka kemenangan diklaim sedemikian rupa, uniknya porsentasi kemenangan yang disebut malah sekarang dibantah sesama teman koalisi.
Bagaimana mereka hendak meyakinkan publik di saat partai koalisi mereka sekalipun tidak solid yakin pada angka kemenangan yang diumbar. Lalu, bangsa ini terus menerus diajak ribut.
Tak ada yang berusaha untuk saling menahan diri. Yang dinyatakan menang bahkan membuat benteng dengan aturan dan kewenangan. Yang dinyatakan kalah sibuk menyerang dengan isu curang sembari tak jua mengungkap kebenaran versi mereka dengan transparan.
Baca: Ketum MUI Kaltim Puji Transparansi Rekapitulasi Suara Pemilu 2019
Saya kira, kita harus menyatakan suasana ini sebaiknya diakhiri. Harus kembali ditumbuhkan kearifan. Semua kembali ke jalan memperkuat demokrasi. Sama-sama menahan diri hingga perhitungan suara tanggal 22 Mei ditetapkan.
Yang merasa dicurangi, melangkahlah ke Bawaslu dan sebagainya. Selesaikan di sana. Dan ungkap seluruh kecurangan yang dimaksud. Jika benar adanya, bangsa ini tak akan diam membiarkan kecurangan. Sementara yang merasa menang, gunakanlah kekuasaan untuk mengayomi.
Bukan untuk menakut-nakuti. Sekali dua kali kekuasaan dipakai akan dapat menimbulkan rasa takut.
Tapi jika berlebihan, maka arus sebaliknya yang akan muncul.
Baca: Ini Daftar Perubahan Tarif Tol Bandara yan Berlaku Mulai Minggu Dini Hari
Yakni perlawanan masyarakat. Jangan mudah mengobral pasal makar. Kasus lama saja belum jelas ujungnya, tapi korban ketidakjelasan pasal makar ini terus bertambah.
Saya kira, jauh di atas kalah menang yang diperjuangkan: tujuan kita yang utama adalah membangun keadaban bangsa ini. Moga inilah kali terakhir kita mendapatkan suasana : menang rasa kalah, kalah rasa menang.

