Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Sudah Pantaskah Pendidikan di Indonesia Mempersiapkan Generasi Emas?
Metode yang dipakai oleh Mendikbud RI saat ini adalah sebuah metode yang bagus secara keseluruhan namun tidak bisa disamaratakan di semua sekolah
Editor: Eko Sutriyanto
Oleh : Muhammad Afifuddin S.Pd
TRIBUNNEWS.COM - Sekolah adalah tempat untuk setiap orang mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Sekolah masih tetap menjadi sentral keilmuan bagi anak-anak penerus bangsa yang memiliki cita-cita tinggi sesuai dengan impian didalam hasrat jiwanya.
Setiap anak bangsa memiliki mimpi masa depan yang cerah dan melangit.
Dan sekolah menjadi salah satu tempat untuk mereka merealisasikannya.
Sekolah adalah tempat yang mereka percayai untuk menuntunnya pada masa depan yang cerah baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Selain mata pelajaran yang diberikan oleh sekolah guru, lingkungan sekolah menjadi hal yang sangat berpengaruh untuk perkembangan anak bangsa.
Problem Sistem Pendidikan
Berbicara soal pendidikan dan sekolah, pasti yang menjadi pertanyaan pertama adalah apakah system pembelajaran di Indonesia sudah bagus?
Sistem pendidikan di Indonesia yang saat ini penulis ketahui masih belum stabil dan banyak ketimpangan antar setiap wilayah di Indonesia. Pendidikan di Indonesia memiliki metode dan strategi yang tidak stabil dalam setiap sekolah di beberapa daerah di Indonesia.
Melihat ekspektasi setiap siswa yang penulis jelaskan di atas yaitu sekolah yang awalnya menjadi sebuah taman untuk anak bangsa meningkatkan dan mengembangkan keilmuannya, namun sebaliknya menjadi sebuah tempat yang membosankan bagi setiap individu meski mereka beranggapan bahwa sekolah adalah hal yang penting dalam kehidupannya.
Metode yang dipakai oleh Mendikbud RI saat ini adalah sebuah metode yang bagus secara keseluruhan namun tidak bisa disamaratakan di semua sekolah dari Sabang sampai Merauke di berbagai tingkatan yang memiliki karakteristik lingkungan dan sekolah yang berbeda.
Saya pernah membaca pedoman perkaderan HMI yang menjelaskan sebuah metode kader needed dan kader interested adalah sebuah metode yang saya fikir tidak hanya bisa diterapkan dalam proses perkaderan organisasi mahasiswa islam tersebut, melainkan juga bisa diimplementasikan dalam salah satu metode pembelajaran umum di Indonesia.
Baca: Komunitas Pendidikan Gagas KolaborAksi Untuk Memudahkan Akses Pendidikan Berkualitas di Jakarta
Sebagai contoh setiap siswa dalam 1 sekolah pasti sangat membutuhkan pembelajaran bahasa inggris, selain memang bahasa inggris adalah bahasa international, bahasa tersebut juga bahasa teknologi di zaman revolusi Industri 4.0 sekarang yang menuntut setiap siswa harus menguasainya, namun problem yang terjadi, 8 dari 10 siswa yang penulis tanyakan, mereka merasa keberatan dan kesulitan untuk mempelajarinya sehingga al hasil dikelas mereka hanya duduk dibelakang dan tidak focus dalam pembelajaran.
Contoh masalah yang penulis jelaskan di atas sebenarnya bukan berasal dari siswa sepenuhnya melainkan metode dan strategi yang diterapkan oleh guru dalam pembelajarannya. Seorang siswa sulit dan bahkan tidak akan fokus memahami pembelajaran jika mereka tidak tertarik untuk mempelajarinya meskipun mereka paham bahwa itu adalah hal yang penting dalam kehidupannya.
Justru itu penulis menyarankan bahwa metode tersebut bisa menjadi salah satu alternatif untuk pendidikan di Indonesia agar apa yang menjadi sebuah harapan dan cita-cita setiap anak bangsa bisa tercapai dan memiliki masa depan yang cerah sesuai dengan keinginannya.
Sekolah yang awalnya menjadi sebuah lingkungan belajar kini menjadi sebuah tempat angker bagi setiap siswa. Sekolah yang awalnya menjadi sebuah taman pembelajaran kini ibarat menjadi sebuah gedung kosong penuh misteri didalamnya.
Baca: Renovasi Sarana Pendidikan dan Ibadah di Papua, Yayasan Muslim Sinar Mas Gandeng ETF
Selain persoalan di atas, penulis ingin menyampaikan bahwa pendidikan di Indonesia masih cenderung menggunakan sebuah metode ala BANK. Seperti yang disebutkan oleh Paulo Freire dalam bukunya yang berjudul Politik Pendidikan, ia menekankan dan menjelaskan bahwa pembelajaran ala BANK hanya akan membuat siswa mengerti sebuah ilmu yang baku dan sulit diimplementasikan dalam dunia nyata.
Sama halnya yang terjadi di Negara kita, Siswa saat ini sudah tidak lagi cukup seorang guru menjelaskan dan siswa menulis lalu pulang, namun siswa harus diajak untuk berfikir sesuatu yang nyata dalam sebuah kehidupan. Percaya atau tidak dalam pembelajaran sekolah yang kita sepakati 1+1= 2, di dunia nyata tidak selamanya sedemikan sama terkadang akan sangat berbeda dari apa yang dipelajari dalam kelas, justru itu sekolah sudah saatnya menjadi sebuah wadah miniature kehidupan nyata bagi setiap siswa untuk menjalankan survive dalam kehidupan pasca sekolah. Selain dari pada itu konsep pendidikan yang santun saat ini sudah luntur dengan sendirinya.
*Lunturnya Pendidikan Etika*
Pendidikan akhlaq dan etika sedikit banyak telah sirna dalam pendidikan di Indonesia, Sudah banyak puluhan hingga ratusan kasus pendidikan di Indonesia yang terjadi mulai dari pencabulan siswa hingga siswa yang berani melakukan hal yang kurang ethis kepada sang guru. Kasus ini muncul sebab salah satu faktornya adalah Madrasah yang tadinya masih menjunjung tinggi sebuah moral dan etika kini telah redup dan dikesampingkan. Seorang guru yang tingkahnya selalu menjadi panutan bagi murid kini tidaklah lagi diikuti.
Slogan yang saya ingat waktu sekolah di Madrasah Ibtidaiyah bahwa guru kencing berdiri, siswa kencing berlari saatnya saat ini terjadi namun dalam hal negative saja. pendidikan akhlaq dan etika menjadi sebuah pembelajaran sangat penting sebagai bekal dan modal awal setiap siswa untuk hidup social dengan masyarakat pasca belajar disekolah karena ilmu akan terasa sia-sia jika seseorang tidak memiliki akhlaq dan etika yang baik.
Catatan Kritis :
Maka dari itu singkat penulis menyampaikan bahwa apa yang menjadi konsep pendidikan di Indonesia belumlah final, masih banyak yang harus dirumuskan baik dalam tataran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI hingga di breakdown pada tataran dinas pendidikan di setiap daerah.
Pendidikan memang bukan segalanya namun segalanya berawal dari pendidikan. Jika pendidikannya baik, maka progress personalia siswa tersebut akan baik begitu juga sebaliknya. Tak ada yang lebih istimewa dari pada sebuah pendidikan yang professional.
Dalam tulisan singkat ini penulis ingin menyampaikan bahwa sudah saatnya pendidikan di Indonesia harus stabil, mulai dari sistem, tenaga pengajar serta metode dan strategi yang diterapkannya karena sebuah proses belajar mengajar tidak hanya selesai pada seorang guru menjelaskan didepan kelas dan siswa mendengarkan lalu mencatatnya namun jauh lebih dari pada itu.
Maka dari itu penulis mengajak seluruh elemen baik calon guru di Indonesia hingga calon orang tua untuk sama-sama mengawal pendidikan diindonesia yang lebih berkemajuan. Anak-anak yang menjadi harapan bangsa ini harus tetap kita semua kawal dan perhatikan agar menjadi generasi emas yang berguna bagi bangsa, Negara serta agama. **
Penulis adalah Trainer MEC Indonesia