Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Rekonsiliasi, Stabilitas, dan Investasi
Final, berarti putusan MK langsung mempunyai kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Abraham C Hutapea dan Anwar Budiman
TRIBUNNEWS.COM - Setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruh gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan calon presiden-wakil presiden nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Kamis (27/6/2019), maka otomatis petahana Presiden Joko Widodo yang berpasangan dengan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) nonaktif KH Maruf Amin sebagai capres-cawapres nomor urut 01, menjadi pemenang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Putusan MK itu selaras dengan hasil rekapitulasi suara Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang ditetapkan pada Selasa (21/5/2019), yakni perolehan suara Jokowi-Maruf sebanyak 85.607.362 atau 55,50% suara, dan perolehan suara Prabowo-Sandi sebanyak 68.650.239 atau 44,50% suara.
Putusan MK tersebut langsung inkrah (berkekuatan hukum tetap), karena sesuai Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang (UU) No 24 Tahun 2003 tentang MK, lembaga ini berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final dan mengikat (final and binding).
Final, berarti putusan MK langsung mempunyai kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh.
Mengikat, berarti putusan MK tidak hanya berlaku bagi para pihak, tetapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia.
Eloknya, Prabowo-Sandi mau menerima putusan MK tersebut, kendati masih mencari celah untuk menempuh upaya hukum lain. Jokowi-Maruf kemudian mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk kembali bersatu, tak ada lagi sekat-sekat antara pendukung 01 dan 02, yang ada ialah persatuan Indonesia.
Tentu, apa yang diputuskan MK serta sikap Prabowo-Sandi dan Jokowi-Maruf dalam merespons putusan MK tersebut patut kita apresiasi. Apresiasi juga perlu disampaikan kepada seluruh rakyat Indonesia, terutama para pemegang hak pilih, yang telah membuktikan kedewasaannya dalam berpolitik.
Kemenangan Jokowi-Maruf adalah kemenangan sistem demokrasi, dan kemenangan sistem demokrasi adalah kemenangan seluruh rakyat Indonesia, karena sistem demokrasi telah menjadi pilihan rakyat dalam suksesi kepemimpinan nasional. Prabowo-Sandi pun “menang”, karena mampu mengendalikan para pendukungnya untuk tidak bertindak di luar jalur konstitusional.
Kini, tugas paling mendesak bagi Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandi adalah melakukan rekonsiliasi (islah), baik rekonsiliasi politik di tingkat elite maupun rekonsiliasi sosial di tingkatgrass roots (akar rumput).
Di tingkat elite, Jokowi-Maruf perlu mengakomodasi parpol-parpol demi stabilitas politik di legislatif dan eksekutif. Kalau mayoritas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mendukung pemerintah, niscaya kebijakan-kebijakan pemerintah pun akan lebih lancar dijalankan.
Secara simbolik, Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandi perlu bertemu untuk memberikan pesan kepada para pendukungnya di akar rumput bahwa sudah tidak ada lagi persaingan, sehingga sudah saatnya seluruh bangsa Indonesia kembali bersatu.
Sebagai bangsa yang kental dengan budaya patrilineal, apa yang dilakukan elite pemimpin akan dicontoh para pendukungnya. Di sinilah rekonsiliasi sosial akan tercapai.
Pun, di dunia politik ada adagium, “Tak ada kawan atau lawan abadi, yang abadi adalah kepentingan.” Saat ini kepentingan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali adalah kemajuan di segala bidang, termasuk kemajuan di bidang ekonomi.
Untuk mencapai kemajuan di bidang ekonomi, diperlukan stabilitas politik dan keamanan, serta kepastian hukum. Rekonsiliasi adalah prasyarat utama untuk mencapai stabilitas politik dan keamanan.
Maka, sekali lagi, tugas mendesak Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandi adalah melakukan rekonsiliasi, terutama Jokowi-Maruf sebagai pemenang, dan tak ketinggalan pula Prabowo-Sandi yang dipilih oleh68.650.239 rakyat. Di sinilah jiwa kenegarawanan mereka ditantang. Sing menang ojo umuk, sing kalah ojo ngamuk (yang menang jangan sombong, yang kalah jangan mengamuk).
Kepastian Hukum
Stabilitas politik dan keamanan serta kepastian hukum akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dengan adanya investor, maka laju pembangunan ekonomi akan bertambah cepat.
Investor memang sangat sensitif terhadap stabilitas politik dan keamanan suata bangsa. Bila stabilitas politik dan keamanan suatu negara bagus, maka investor pun akan datang berbondong-bondong. Pasar pun akan meresponsnya dengan positif.
Lihat saja, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan pertumbuhan positif pasca-pengumuman putusan MK atas sengketa Pilpres 2019, Kamis (27/6/2019). Hal ini merupakan sinyal bahwa pasar merespons putusan tersebut dengan positif, bukan karena siapa yang menang, tapi karena adanya kepastian hukum.
Selama tahun politik, investor cenderung wait and see, melihat gelagat dan menahan diri. Dengan adanya putusan MK, maka pasar sudah bisa memprediksi iklim ekonomi ke depan seperti apa.
Pasar juga merespons positif hasil pemungutan suara Pemilu 2019 yang digelar pada Rabu (17/4/2019), bukan karena siapa yang menang, melainkan karena pemilu berjalan aman, lancar dan damai.
Yang tak kalah penting bagi investor adalah kepastian hukum. Salah satu kendala terbesar bagi investasi di Indonesia adalah kepastian hukum. Sebab itu, kita minta kepada aparat penegak hukum untuk memprioritaskan penanganan kasus-kasus korupsi dan abuse of power (penyalahgunaan kewenangan) lainnya.
Kita minta aparat penegak hukum bertindak profesional dan proporsional, tidak tebang pilih, sesuai prinsip equality before the law(kesetaraan di muka hukum). Hal tersebut perlu untuk menciptakan kepastian hukum yang kondusif bagi iklim investasi.
Contoh ketidakpastian hukum antara lain kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melibatkan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Temenggung, dan obligator Sjamsul Nursalim yang baru diusut setelah lebih dari 15 tahun berlalu.
Juga kasus dugaan korupsi mantan Direktur Utama PT Pelindo II RJ Lino yang sudah lebih dari dua tahun ditetapkan sebagai tersangka namun hingga kini tak jelas juntrungannya.
Untuk daerah, kepastian hukum sebagai faktor penunjang utama investasi daerah juga harus terus ditegakkan, terutama menyangkut penyempurnaan peraturan-peraturan daerah (perda) agar mempunyai fungsi fasilitatif bagi iklim investasi.
Selama ini banyak perda yang memicu high cost economy (ekonomi berbiaya tinggi). Maka, perda-perda yang dapat memicu high cost economy itu perlu dievaluasi, dengan tetap mempertimbangkan pentingnya penambahan sumber-sumber penerimaan daerah.
Kepastian hukum juga perlu diberlakukan bagi para kepala daerah yang dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)-nya serta kebijakan pembangunan daerah melakukan inovasi dan diskresi yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum maupun politik.
Temuan di lapangan, faktor penghambat investasi di daerah itu justru kebanyakan datang dari pusat, bukan dari daerah. Misalnya, ada kewenangan pemerintah daerah dalam izin pertanahan.
Namun dalam praktiknya tidak ada sama sekali kewenangan pemda dalam mengurus pertanahan, semuanya mulai dari sertifikat dan lain-lain diurus oleh pemerintah pusat. Padahal di daerah, lahan adalah modal awal yang paling penting untuk memulai suatu investasi.
Status penggunaan lahan bagi pengusaha memang kerap menjadi masalah di daerah. Masalah tersebut antara lain perizinan penggunaan lahan yang berubah pada saat terjadi pergantian kepala daerah, sehingga izin dari kepala daerah lama pun kadang dicabut.
Saat ini peringkat kemudahan berusaha (Ease of Doing Business) di Indonesia versi Bank Dunia berada di urutan ke-73 dari 190 negara di dunia. Tahun 2019 ini pemerintah menargetkan bisa naik ke urutan 40. Inilah pekerjaan rumah Presiden Jokowi setelah rekonsiliasi.
DR. Abraham C. Hutapea, S.H., M.M. dan Dr. Anwar Budiman, S.H., M.H.: Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Lembaga Pemberdayaan Potensi Ekonomi Daerah (LPPED).
![Baca WhatsApp Tribunnews](https://asset-1.tstatic.net/img/wa_channel.png)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.