Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
DOWNLOAD
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Gaung FFI Makin Memudar, Kenapa?

Penyelenggaraan Festival Film Indonesia (FFI) dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan. Bahkan kecenderungannya gaung dan kesakralannya terus men

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Gaung FFI Makin Memudar, Kenapa?
foto: Dudut Suhendra Putra
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Dr. Marie Pangestu bersama Tio Pakusadewo dan Conny Sutedja semangat mengikuti Pawai Artis jelang FFI Yogyakarta 2012 

Oleh: Sutrisno Buyil

Penyelenggaraan Festival Film Indonesia (FFI) dari tahun ke tahun tidak mengalami perubahan. Bahkan kecenderungannya gaung dan kesakralannya terus menurun.

Sejak perfilman dipindahkan dari Kementerian Pariwisata ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai harapan insan film.

Pola penyelenggaraan terus diinovasi dengan harapan bisa berkembang dan akhirnya FFI bisa menjadi barometer perkembangan industri film Indonesia.

Beberapa waktu lalu Komite Festival Film Indonesia (FFI) meluncurkan Piala Citra 2019 yang berlangsung di Aria Ballroom, The Tribrata, Jakarta Selatan pada Senin (23/9/2019).

Konon ada seratus lebih undangan menghadiri acara itu, sebagian besar wartawan yang diundang untuk meliput.

Semestinya lebih banyak wartawan yang berminat meliput, tetapi pihak pengundang tidak merespon sama sekali wartawan yang melakukan konfirmasi.

Berita Rekomendasi

“Humasnya tidak merespon konfirmas. Mungkin karena bukan dari media terkenal, ya wislah gak udah datang. Ora pateken!” kata seorang wartawan hiburan dengan logat Jawanya yang medok.

Seorang wartawan lain yang diundang lewat email juga diperlakukan berbeda dengan wartawan lain yang datang, karena, katanya, panitia sepertinya melihat “kasta” media yang datang.

"Mungkin karena panitia nya artis top semua, jadi diundang atau tidak wartawan akan datang dan menulis berita. Padahal secara etika, kalau nggak diundang kita segan mau datang. Padahal sebagai wartawan yang meliput industri film lebih dari dua puluh tahun. Saya ingin meliput dan menulis, tapi karena nggak diundang bagaimana?" 

Sejak FFI tahun 2015, perlakuan panitia FFI terhadap wartawan memang mulai berubah. Nama media mulai “disortir dan dipilah, media mainstream dan non mainstrem. Padahal perlakuan seperti itu pada akhirnya justru akan merugikan penyelenggaraan FFI sendiri, karena gaung terus memudar.

Karenanya FFI menjadi ajang penghargaan eksklusif yang nyaris tidak diketahui oleh publik, agendanya. Wartawan tidak pernah tahu siapa yang bertugas di meja Humas FFI, kalau pun ada nama yang ditunjuk, sulit ditemui atau bahkan dihubungi, karena sekretariat panitianya pun tidak jelas. Kalau ada kantor, tidak ada orangnya.

"Kehadiran media seperti tidak dibutuhkan lagi. Padahal dulu ketika masih di Pantai FFI dibawah Departemen Penerangan dan Kementerian Pariwisata media selalu dilibatkan dan di wongke. Makanya gaungnya terasa hingga pelosok Tanah Air.

Bahkan, ketika tahun 2015 ketika FFI diketuai artis Olga Lydia, penulis pernah datang ke Sekretariat FFI yang ketika itu menempati sebuah ruangan di lantai 18 Gedung C Kemdikbud, Jl. Jend. Sudirman Jakarta. Tempat itu dipinjamkan oleh Pusbang Film.

Tetapi sesampainya di sana, tidak ada satu pun pejabat teras FFI yang ada di kepanitiaan. Ruang kosong melompong. Pola kerja seperti itu terus berlanjut hingga tahun 2018, karena jajaran panitia juga memiliki kesibukan masing-masing sesuai profesinya.

Sejauh pengamatan dan pengalaman penulis, sistem dan cara kerja kehumasan FFI terbaik dijalankan oleh Bidang Humas FFI yang berada di bawah Panitia Tetap (Pantap) FFI 1988 – 1992, yang diketahui oleh wartawan Ilham Bintang.

Ketika itu Bidang Humas memiliki hubungan yang baik, bahkan melibatkan wartawan-wartawan film di dalam kepanitiaan maupun dalam kegiatan. Ruang kerja Bidang Humas selalu terbuka.

Wartawan yang membutuhkan informasi dilayani. Bidang Humas juga selalu membuat Siaran Pers untuk menyampaikan semua kegiatan di kepanitiaan, bahkan di luar itu yang kaitannya dengan perfilman, untuk kemudian dikirim ke berbadai media melalui faksimili.

Wartawan yang datang ke ruang Humas Pantap FFI 1988 – 1992 seringkali mendapat bonus untuk menjadi bahan tulisan, karena ruang Humas selalu menjadi tempat “parkir” artis, tokoh-tokoh pefilman, juri-juri FFI, produser atau wartawan-wartawan senior.
Orang-orang seperti Drs. Asrul Sani, Teguh Karya, Chaerul Umam, H. Rosihan Anwar, Dr. Salim Said, Marusya Nainggolan, Tatiek Mailyati, bahkan artis menor ketika itu seperti Nurul Arifin kerap datang ke ruang Humas. Bidang Humas Pantap FFI 1988 – 1992 juga tidak pernah “mengkasta-kastakan” wartawan!

Cara itu coba diteruskan di awal kebangkitan FFI tahun 2004 setelah mati suri selama 12 tahun. Namun sistem penganggaran yang diatur oleh pemerintah membuat kerja kehumasan menjadi lebih sulit, walaupun sistem dan pola kerjanya tetap diusahakan ramah wartawan.

Diawal pertama kali FFI dipegang oleh lembaga swasta mandiri bernama Badan Perfilman Indonesia (BPI), tahun 2014, Ketua FFI ketika itu, Kemala Atmojo, masih mencoba menghidupkan pola lama, di mana Sekretariat FFI selalu terbuka untuk wartawan, Ketua FFI mudah ditemui dan diwawancarai, sehingga suasana guyub masih terasa. Mungkin karena Kemala Atmojo juga seorang wartawan yang memahami bagaimana tugas wartawan.

"Panitianya syurr dengan lingkungannya sendiri, wajar saja kalau acara kurang greget dan gaungnya mulai memudar," ujar Zairin Zein, salah satu konsultan ahli MD Pictures ketika bincang dengan awak media di Kantor MD.

Zairin menambahkan FFI itu mestinya jadi milik masyarakat luas, bikin milik segelintir orang. Makanya penyelenggaraannya juga harus dinikmati dan dirasakan masyarakat luas." ujar Zairin yang pernah terlibat di beberapa penyelenggaraan FFI ini. 

*Sutrisno Buyil, mantan wartawan Majalah Film kini menjadi wartawan lepas di berbagai media online

Sutrisno buyil
Sutrisno Buyil
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Klik Di Sini!
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas