Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
'Cinta Segitiga' Dua Jenderal
Didampingi Kepala BPBD Palopo, Anthonius Dengen, Judas Amir bercerita kondisi Palopo yang acap dilanda banjir dan longsor.
Editor: Hasanudin Aco
Catatan Egy Massadiah
TRIBUNNEWS.COM - Wali Kota Palopo Provinsi Sulawesi Selatan Judas Amir menjumpai Kepala BNPB Doni Monardo di kantor Pusat BNPB di Jl Pramuka, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2019).
Didampingi Kepala BPBD Palopo, Anthonius Dengen, Judas Amir bercerita kondisi Palopo yang acap dilanda banjir dan longsor.
Singkat, Doni Monardo berkomentar, bahwa perlu ada upaya penanggulangan bencana dengan cara mengelola lingkungan secara baik.
Banjir terjadi karena adanya perusakan hutan dan gunung.
Mutlak perlu ada penanaman pohon.
Doni pun kembali melayangkan ingatannya sekitar puluhan tahun silam.
Baca: BNPB Tawarkan Program Emas Biru dan Emas Hijau untuk Korban Gempa Ambon
Baca: Pembangunan 892 Unit Huniap Tetap Senilai Rp 162 Miliar di Siosar Karo Dimulai
Ekspresinya tampak mengembara ke Palopo.
Ia teringat suatu hari, ada permintaan bibit trembesi untuk dijadikan tanaman penghijauan di Palopo.
Spontan Doni bertanya kepada Judas Amir, “Bagaimana kondisi pohon-pohon trembesi yang ditanam di Palopo?”
Judas Amir menjawab, “Pohon-pohon trembesi tumbuh bagus dan rindang.”
“Tahu, siapa yang menanam pohon-pohon trembesi itu?” tanya Doni lagi.
“Yang menanam pak Dandim waktu itu, namanya Letkol Marga Taufiq,” jawab Judas lagi.
“Bapak tahu nggak, bibit-bibit trembesi itu dari saya,” kata Doni, sambil mengisahkan peristiwa yang terjadi 15 tahun lalu, tepatnya tahun 2005.
Obrolan di ruang kerja Doni Monardo pun menjadi makin cair.
Doni antusias sekali berbicara tentang pohon trembesi.
Siapa sangka, pertemuan Judas Amir dan Doni Monardo, mengguratkan memori lama.
Bukan hanya memori, tetapi juga petuah sarat nilai kearifan lokal. Ibarat pepatah, gajah mati meninggalkan gading, manusia pun akan meninggalkan jejak-jejaknya.
Gading adalah warisan gajah. Manusia mewariskan apa?
Nah, berbicara tentang warisan, nama dua ini patut disebut secara takzim.
Baca: Wapres JK Tinjau Pembangunan Huntap Korban Gempa dan Tsunami Palu
Mereka adalah Letnan Jenderal TNI Doni Monardo dan Mayor Jenderal TNI Marga Taufiq (Dandim 1403 Sawerigading Palopo 2003-2006).
Doni menjabat Kepala BNPB, sedangkan Taufiq adalah Panglima Kodam XVI/Pattimura.
Secara kelakar kita bisa menyebut, dua jenderal ini terlibat cinta-segitiga. Doni – Taufiq – Albizia Saman. Doni dan Taufiq sama-sama cinta Albizia Saman, nama latin dari pohon trembesi. Guyonan lain, Doni dan Taufiq "berguru" dengan Ki Hujan, nama sebutan Suku Sunda pada pohon trembesi.
Satu hal yang pasti, satu di antara warisan kedua jenderal itu adalah trembesi.
Keduanya mewariskan pohon trembesi sebagai giat sosial yang berdampak positif pada aspek ekologis dan ekonomis.
Jejak-jejaknya tampak di sejumlah daerah.
Persinggungan nyata keduanya bisa kita saksikan juga di bumi Maluku.
Doni Monardo pernah menjabat Pangdam Pattimura juga di sana (2015 – 2017). Sementara Taufiq mengisi jabatan yang sama sejak 20 Desember 2018.
Marga Taufiq yang bertitel Doktor, magister hukum, dan sarjana hukum ini seperti penerus Doni di tanah Maluku dalam hal penghijauan.
Pria kelahiran Makassar 17 April 1964 ini, pun getol menanam trembesi di teritori binaannya.
Tak pelak, saat bertemu beberapa waktu lalu, topik hangat yang dibahas bukan soal militer apalagi isu politik. Keduanya tampak intens berbicara soal pohon dan pembibitan.
Doni menanyakan keadaan pohon-pohon yang pernah ditanamnya.
Taufiq pun mengabarkan berita baik, bahwa pohon-pohon yang ditanamnya, masih terawat dengan baik.
Sekaligus ia mewartakan ihwal penanaman trembesi di daerah-daerah lain.
Yang menarik, saat Doni bertanya "kabar pohon" ekspresinya seakan akan menanyakan tentang kabar sanak keluarganya, padahal Doni "hanya" bertanya tentang pohon.
Jika Doni Monardo bercerita ihwal penanaman trembesi di mana pun ia bertugas. Termasuk di Yonif Linud 432 Kostrad Kariango Sulsel, di Bogor saat menjabat Danrem Surya Kencana, maupun di Maluku dan Jawa Barat saat menjabat Pangdam.
Jejak-jejak trembesi Doni bahkan bercokol di sekitar bandara Praya Lombok, sekitar bandara Sultan Hasanuddin, Makassar, dan lain-lain.
Tahukah Anda, jejak-jejak yang sama juga ditorehkan oleh Marga Taufiq, yang sebelum menjabat Pangdam Pattimura adalah Panglima Divisi Infanteri 2/Kostrad itu.
Ia menanam trembesi di Palopo dan sekitarnya, saat dirinya menjabat Dandim 1403 Sawerigading, tahun 2005.
Penugasan pun bergeser menjadi Dandim 1408 Makassar. Lagi-lagi, di bumi kelahirannya, ia pun giat menanam trembesi.
“Di lapangan Karebosi, pohon trembesi disebut ‘pohon Pak Doni’, beliau yang menanam saat bertugas di Kostrad Kariango. Saya juga menanam trembesi di Karebosi, tetapi yang banyak di beberapa ruas jalan serta di sekitar stadion Mattoanging,” ujar Marga Taufiq suatu hari.
Hingga suatu hari, tanggal 12 Agustus 2019 lalu ia diundang ke kota Palopo untuk menerima pemberian gelar adat dari Datu Luwu di Istana Luwu. Lagi-lagi, kesempatan itu pun digunakan antara lain untuk menanam pohon trembesi.
“Saya pernah punya pengalaman mengesankan saat Dandim di sana. Waktu itu saya dapat tugas sebagai manajer sepakbola PS GASPA yang berlaga di Divisi I PSSI. Sebagai warga kehormatan, saya ingin menghidupkan lagi sepakbola di sana,” kata Taufiq.
Kembali ke persoalan cinta segitiga Doni - Taufiq - Trembesi.
Mengapa keduanya begitu cinta trembesi?
Pemilihan ini bukan tanpa alasan, karena terdapat berbagai keunggulan. Antara lain, trembesi bermanfaat bagi lingkungan terutama membantu reboisasi hutan maupun untuk penghijauan.
Terkenal dengan kemampuan daunnya yang mampu menyerap CO2 secara maksimal.
Pohon ini merupakan salah satu pohon yang dapat memperbaiki kualitas udara di sekelilingnya.
Akar trembesi juga bermanfaat menyerap air tanah di sekitarnya secara maksimal, sehingga mendukung persediaan cadangan air tanah bagi lingkungan di sekitar.
Daunnya pun cukup rindang dan membantu melindungi dari sinar matahari.
Kayu trembesi atau dalam bahasa jawa disebut kayu mindhik juga dapat digunakan sebagai bahan bangunan.
Biji trembesi yang disebut mindhik, siter, atau godril juga dapat dimanfaatkan sebagai makanan ringan atau camilan.
Bijinya berkhasiat sebagai obat pencuci perut dengan cara meminumnya dengan air hangat.
Akar trembesi dipercaya dapat mencegah risiko kanker.
Caranya adalah dengan menambahkan ekstrak akar trembesi ke air mandi.
Sementara daunnya, memiliki manfaat untuk mengobati penyakit kulit seperti gatal-gatal. Serta ekstrak daunnya juga memiliki kemampuan untuk menghambat perkembangan mikrobakterium tuberculosis yang menjadi penyebab sakit perut.
Menurut penelitian, pohon trembesi mampu menyerap karbondioksida sebesar 28.442 kg per pohon setiap tahunnya.
Lebih dari segalanya, ia berumur panjang, bisa lebih 100 tahun.
Sebelum menyudahi perbi cangan, Doni meminta Judas Amir agar mengirimkan foto foto trembesi di kota Palopo. Selang beberapa jam foto foto itu saya perlihatkan kepada mantan komandan paspampres itu.
"Beritahu Pak Walikota agar pohonnya dirawat, pangkas ranting rantingnya agar tetap indah," sebuah pesan yang penuh cinta kepada sang pohon trembesi di Palopo.