Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Sudah 50 Tahun Aktif Berfilateli, Mengumpulkan Prangko Bentuk Lain dari Menabung
Hampir seluruh daerah di Indonesia telah dikunjungi Richard untuk kepentingan filateli baik itu untuk memberikan ceramah filateli maupun sebagai juri.
Editor: Dewi Agustina
Penulis : Dasril Ahmad
Alumnus Fakultas Sastra Universitas Bung Hatta, Padang dan aktivis serta Pembina di perkumpulan filatelis di Padang
KALANGAN filatelis di Indonesia tentu tak asing lagi dengan sosok Richard Susilo.
Filatelis kesohor ini selain tekun mengumpulkan sejak 1970, juga aktif menulis artikel filateli di berbagai media cetak, antara lain di koran Kompas, Sinar Harapan, Suara Pembaruan, Merdeka, dan majalah Sportif (Jakarta), majalah Sahabat Pena dan Merpati Pos (Bandung) sejak 1976 hingga sekarang.
Tahun 1977 dia mulai aktif sebagai Pengurus Perkumpulan Filatelis Indonesia (PFI) Cabang Jakarta.
Menjabat Sekretaris Umum PFI Cabang Jakarta (1987 – 1993), Komisaris Publikasi/Dokumentasi Pengurus Besar PFI (1980 – 1990), Anggota Tim Pembinaan Perprangkoan dan Filateli Indonesia.
Tim ini yang menyetujui rencana penerbitan prangko Indonesia di tahun depan, bersama Dirjen Postel (1990 – 1991).
Juga sebagai anggota Tim Penyusunan Pola Dasar Pramuka Filateli (1990), Komisaris Jenderal Kongres PFI IV di Bandar Lampung (1990), dan masih banyak lagi kegiatan perfilatelian di Indonesia yang diikuti Richard.
Setelah (1991) dia mengikuti Penataran Pembina Filateli Remaja se-Indonesia di Jakarta.
Sementara itu, Richard yang meraih gelar MBA (Master of Business Administration) di Newport University, Long Beach, California, USA, sempat menjadi Direktur Perusahaan Broker Asuransi di Jakarta, perusahaan pialang saham dan perbankan, di samping juga berpengalaman dalam dunia perfilatelian internasional.
Baca: Menginap Hotel Termurah di Jepang Rp 16 Ribu Per Malam, Tamu Harus Live Streaming Semalaman di Kamar
Baca: Penghasilan Kuil Ninomiya Jepang Meningkat 4 Kali Lipat Sejak Pernikahan Anggota Arashi Diumumkan
Dari tahun 1981 – 1982, ia tercatat sebagai anggota seumur hidup American Philatelic Society, Writers Unit 30 of American Philatelic Society, American Topical Association; American First Day Society New York; Society of Philatelians (an association of Philatelic Journalists and Publlcists) New York, dan J.A.P.O.S Study Group , New York (Journalists Authors Poets on Stamps), British Philatelic Society dan Pendiri serta Ketua Himpunan Penulis Indonesia (Hipfil).
Kemudian pada tahun 1984 ia meliput Pameran Filateli Internasional “PHILAKOREA ‘84”, di Seoul Korea Selatan, dan menjadi Komisaris Indonesia untuk Dusseldorf ’90 (1990).
Tentang penulisan buku filateli, setidaknya hingga kini Richard telah menulis dan menerbitkan 10 buku mengenai filateli, antara lain adalah “Mengenal Filateli di Indonesia” (1982), “Bunga Rampai Filateli I” (1984), dan “Bunga Rampai Filateli II” (1986).
Untuk buku terakhir tersebut Richard memperoleh penghargaan dari Frankfurt, Jerman (1989).
Hampir seluruh daerah di Indonesia telah dikunjungi Richard untuk kepentingan filateli baik itu untuk memberikan ceramah filateli maupun sebagai juri pada lomba menata dan pameran filateli di daerah tersebut.
"Saya sudah bersumpah, seumur hidup saya untuk filateli," katanya ketika diwawancarai penulis seusai memberikan ceramah filateli pada “Pekan Kreativitas Filateli 1991” yang diselenggarakan PFI Cabang Padang, di kantor Pos Padang, tanggal 2 Juni 1991 lampau.
Berikut petikan wawancara selengkapnya.
T. Sudah berapa lama Anda berkecimpung di dunia filateli?
J. Sudah sejak tahun 1970.
T. Pada mulanya, apa yang memotivasi Anda mengumpulkan?
J. Oke, saya akan ceritakan dulu mengapa saya mengumpulkan. Waktu saya masih sekolah di SD, saya termasuk anak badung. Waktu itu, saya bongkar-bongkar lemari di kamar kakak dan orang tua, lalu ketemu album, bagus sekali.
Begitu saya lihat bagus sekali, saya jadi tertarik. Lalu saya ambil itu album. Yang namanya kakak atau orang tua cuma bilang, “Ya, udah, ambillah! Peganglah..!” Saya tertarik.
Waktu itu, ada teman saya juga jadi pengurus Perkumpulan Filatelis, dan saya pun ditariknya bergabung jadi pengurus. Kemudian, sejak itu saya aktif di organisasi PFI (Perkumpulan Filatelis Indonesia), sampai sekitar tahun 1980. Lalu saya ke Jepang.
Dalam menggeluti itu, saya melihat berbagai macam bentuk dan gambar, termasuk juga berbagai macam hal yang positif (saya rasakan) dari hobby mengumpulkan.
Baca: 36 Warga Jepang Pelaku Penipuan Ditangkap di Filipina
Baca: Tanpa Diet Menyiksa, Ternyata Begini 6 Kebiasaan Makan Wanita Jepang, Badan Tetap Langsing
Sebagai contoh, dulu saya senang pelajaran aljabar. Kalau soal ujian aljabar, itu cara mengisinya benar semua oleh saya. Begitu sampai jawaban, misalnya angka hasilnya 50, saya ngawur (menulisnya) jadi 49, kadang-kadang 51.
Maka saya dipanggil sewaktu-waktu oleh guru saya, dijewer di depan kelas saya punya pusar, dipelintir sampai nangis.
Bayangkan coba, kalau pusar kita dipelintir, ‘kan sakitnya setengah mati! “Kamu ini kalau sudah ngerjain aljabar nggak ada yang benar isi jawaban akhirnya. Tapi jawabannya, proses menuju hasil akhir benar semua,” kata sang guru.
Kesal saya begitu. Tapi setelah saya mengenal dan mulai aktif mengumpulkan dengan organisasi PFI dan sebagainya itu, saya mulai merasakan perubahannya. Saya mulai teliti. Saya mulai check double check, sehingga kelihatan bagi kita perkembangannya itu.
Kita jadi orang yang teliti, lebih cermat. Padahal saya dulu orangnya “urakan”, jorok, maka kini jadi lebih bersih. Jadi itu bukan omong-kosong, bukan kata-kata yang lips-service belaka. Tidak hera orang bilang hobby filateli itu hobby positif, bisa cermat. Bukan. Itulah kenyataan, karena saya mengalami sendiri.
Nah, setelah itu saya melihat bahwa hobby mengumpulkan ini memang banyak positifnya, banyak unsur-unsur yang sangat menunjang ke arah kebaikan, ketimbang misalnya para remaja sekarang yang gemar mengisap rokok dan sebagainya, itu ‘kan kelak bakal bisa menjurus kepada narkoba dan sebagainya, hal yang negatif.
Lebih baik kita ngumpulin, gitu lho! Kita bisa nekuni, bahkan ada teman saya yang punya suatu ruangan atau satu kamar sendiri berisi benda filateli.
Saya bilang “ruangan syetan”. Kenapa? Kalau sudah masuk ke ruangan itu lupa ke luar, lupa makan, lupa tidur, lupa segalanya. Benar. Itulah daya tariknya. Demikian pula saya, seperti kecanduan, gitu. Kalau sudah ngoleksi. Gimana gitu, jadi hal yang aneh gitu, tapi menarik!
T. Apa manfaat lain mengumpulkan bagi Anda?
J. Manfaat lain, ya? Karena saya juga senang aktif di organisasi, bahkan saya sudah bersumpah, seumur hidup saya untuk filateli. Itu janji saya, sumpah saya, seumur hidup saya itu untuk filateli.
Jadi, dulu juga pernah saya katakan pada pejabat Pos, kalau saya ada undangan untuk seminar filateli dari Sabang sampai Merauke, saya akan hadir. Saya akan usahakan menularkan ilmu saya kepada kawan-kawan filatelis (pengumpul prangko) dari Sabang sampai Merauke.
Karena ilmu itu, menurut saya, harus ditularkan, harus diberikan kepada orang lain. Jangan dibawa sendiri, gitu. Kita hidup sosial, hidup di tengah-tengah lingkungan masyarakat, maka keseimbangan sosialis itu harus dijaga dengan baik, keseimbangan kehidupan antara satu umat manusia dengan umat lain.
Baca: Kelakuan Reino Barack Saat di Restoran Mewahnya Bikin Syahrini Bete & Beri Julukan Ini untuk Suami
Baca: Ungkap Sertifikat Palsu Yakuza Jepang, Kepala Asosiasi Pariwisata Dapat Penghargaan dari Polisi
Kecuali kalau kita hidup di hutan, ya? Kita saling membutuhkan. Oleh karena itu, ilmu itu pun juga perlu kita berikan kepada orang lain.
T. Berapa banyak koleksi Anda?
J. Saya, nggak banyak koleksi saya. Nah, ini yang sering ditanyakan orang kepada saya. Kalau saya udah lama mengumpulkan, ya benar. Orang banyak salah tafsir sebagai pengurus filateli dikira banyak koleksi prangkonya.
Nggak begitu. Bukan berarti orang yang sudah lama berkecimpung di bidang filateli, seperti saya, punya banyak koleksi. Saya tidak melihat kepada jumlahnya, kuantitasnya, tapi lihatlah kualitasnya. Kita harus mengumpulkan berdasarkan kualitas.
Artinya apa? Saya sudah spesialisasi, antara lain, untuk sampul-sampul surat kuno Inggris tahun 1800-an. Lalu Red Cross. Hanya itu saja, dan itu nggak banyak jumlahnya.
Sampul-sampul kuno itu paling berapa banyak sih. Nggak sampai itu jutaan lembar. Iya kan? Paling juga 10 ribu, atau 20 ribu paling banyak, barangkali. Tahun 1800 yang ada kan pasti sudah terbakar, terbuang, masuk sampah dan sebagainya.
Jadi, kalau dikatakan berapa banyak jumlah koleksi saya, ya, nggak banyak. Sedikit. Tapi saya mengumpulkan koleksi saya materinya itu adalah materi yang benar-benar punya mutu. Dan itu harus dilakukan oleh para filatelis yang sudah berkembang.
Lain dengan filatelis pemula, seperti para remaja. Saya katakan, kumpulkan sebanyak-banyaknya. Nggak usah ada batasan dulu, nggak usah harus begini, harus begitu, ya? Kumpulkan semuanya dulu. Nggak peduli itu dari A sampai Z dan sebagainya itu.
Nanti kalau sudah semakin mapan, baru seleksi mana yang jadi kesukaan itu. Nah fokuslah ke sana.
T. Benarkah mengumpulkan punya nilai investasi yang tinggi?
J. Benar, memang. Tapi saya lebih suka menyebut tabungan, bukan investasi.
T. Apakah hal itu telah Anda rasakan selama puluhan tahun ini?
J. Begini ya. Saya juga ikut main saham di Bursa Efek Jakarta. Saya juga senang main saham. Tapi bedanya sekarang, saham itu kadang-kadang bisa beruntung, kadang-kadang bisa rugi.
Tapi kalau mengumpulkan itu sebetulnya bentuk atau perwujudan lain dari menabung. Nah, itu yang perlu dicamkan. Mengumpulkan itu tidak akan rugi. Kalau kita beli baru sekarang dengan harga nilai nominal (nilai yang ada di prangko) seratus rupiah, maka kalau kita jual pasti lebih dari seratus rupiah. Mungkin 110 atau 115 rupiah. Jadi itu sudah dapat keuntungan kita dari hasil penjualan.
Baca: Ternyata Bos Nissan Carlos Ghosn Menolak Pembuatan Mobil Khusus Kaisar Jepang
Baca: Kakek di Jepang Tak Ditahan Usai Menabrak 2 Orang Hingga Tewas, Siapa Orang Kuat di Baliknya?
T. Pernahkah koleksi anda ditawar oleh filatelis dari luar negeri?
J. Pernah, saya tidak menawarkan. Saya bukan pedagang, saya tidak menawarkan. Tapi ada teman-teman saya yang melihat koleksi saya kemudian menawar. Saya bilang, “I am sorry Sir. This collection is not for sale.” Bahkan ia ngotot.
Ada pula teman saya dari Jepang, dia sangat senang sekali terhadap satu kartu pos saya, kartu pos penjajahan Jepang dari Banjarmasin. Itu sampai detik ini kalau ketemu saya pasti dia akan tanya, “Ayo dong, jual dong, jual dong, jual dong buat saya, berapa sih harganya, ayo deh..!”
Kalau saya kasih harga berapa juta rupiah pun pasti dia akan beli. Begitu fanatiknya seorang filatelis, karena itulah kepuasan yang tidak bisa dinilai dengan uang.
Demikian pula, kalau kita punya uang rupiah. Misalnya kita punya uang 1 miliar, belum tentu kita bisa beli. Oleh karena itu, kalau orang nggak mau jual mau apa sekarang? Itulah seninya filateli. Kita punya uang belum tentu kita bisa beli, belum tentu kita bisa memilikinya.
T. Bagaimana kalau prangko Anda tiba-tiba hilang?
J. Nah, ini repot. Iya, memang ada asuransi, dan saya pun kerja di perusahaan asuransi swasta dulu di Jakarta. Tetapi yang namanya asuransi, itu hanya mengganti kembali uang.
Jadi kalau suatu pameran filateli internasional itu dinilai dari sertifikat of garansi. Jadi di luar negeri itu ada sertifikat garansi. Kalau benar itu asli, harganya misalnya 100 juta dolar, kalau hilang maka kita dapat 100 juta dolar. Tapi masalahnya tidak sesederhana itu.
Ini adalah hobby, adalah kesenangan. Kesenangan itu tidak bisa dinilai dengan uang. Jangankan yang 100 juta dolar, kalau kita punya yang 5 rupiah pun hilang, kita nangis.
Bukannya karena soal 5 rupiah, tapi karena itu kita dapatkan punya memori, kenang-kenangkan. Misalnya, itu dari pacar kita. Dengan hilangnya itu sama juga dengan hilangnya pacar kita. Kenangan kita dengan pacar kita telah hilang.
Sampai sekarang dia jadi istri kita, misalnya, karena gara-gara itu dulu saya ketemu dia, dan sekarang ia jadi istri kita. Nangis kita. Padahal itu kalau dijual paling-paling harganya 5 rupiah atau 25 rupiah.
Baca: Prakiraan Cuaca BMKG di 33 Kota Hari Ini, Sabtu 16 November 2019: Wilayah Padang Hujan di Siang Hari
Baca: Pasar Wisatawan Asing dari Jepang Bakal Digarap JavaMifi
Jadi bukan harganya lho, tapi nilainya. Nah itu, makanya kalau sampai hilang, maka seorang filatelis akan menangis sejadi-jadinya, baik yang kelihatan maupun dalam hatinya.
T. Apa kategori benda pos bernilai yang jadi perhatian para filatelis?
J. Kita jangan salah kaprah. Filatelis itu setingkat profesor-doktor. Jadi kita ini sebetulnya hanya pengumpul biasa, termasuk saya. Dari pengalaman saya ke luar negeri, saya ini pengetahuannya tidak ada kulit-kulit arinya sedikit pun.
Istilahnya kalau orang Betawi bilang, nggak ada ta**-ta**nya lu. Saya merasakan itu. Cakrawala saya terbuka luas setelah saya ke luar negeri, berdiskusi dengan para filatelis di luar negeri.
Begitu hebat pengetahuan mereka. Begitu raksasa pengetahuan mereka. Kelihatan dengan penampilan koleksi-koleksi mereka itu yang begitu hebat dan begitu mapan.
Jadi, yang termasuk benda-benda filateli adalah semua benda yang diterbitkan oleh pos resmi suatu negara untuk umum. Jadi, baik wesel pos itu bisa jadi koleksi benda filateli, baik itu prangko denda, kartu pos, cek pos wisata dan sebagainya.
Semua benda pos, bahkan sampai cap-cap pos yang ada diterakan di sampul-sampul surat, bisa jadi satu koleksi tersendiri cap-cap pos itu.
Dalam hal ini, tidak termasuk materai (dulu, tapi kini sudah termasuk koleksi filateli).
Ingat, materai diterbitkan oleh Departemen Keuangan, dan pos cuma menjualkan.
Materai itu kita kategorikan dalam kelompok Cinderella. Jadi cinderella bukan hanya ada pada kisah anak-anak dan para remaja saja, tapi ada juga istilah itu di hobby filateli. Dan hobby ini punya ilmu tersendiri, namanya timbrologi, yaitu ilmu filateli. Satu mata kuliah, satu ilmu tersendiri pula.
T. Bagaimana kesan Anda tentang kegiatan PFI cabang Padang saat ini?
J. Sebetulnya kegiatan PFI cabang Padang ini merupakan konkrit cerminan nyata dari kegiatan filateli yang ada di luar Jakarta dan Surabaya. Semua kegiatan filateli di Indonesia itu pada umumnya sama, di luar Jakarta dan Surabaya.
Baca: 6 Pesona Karen Vendela Putri Konglomerat Hartono Hosea yang Bikin Hati Boy William Terpikat
Baca: Mempekerjakan Dua Pelajar Vietnam, Lima Pimpinan Sekolah Bahasa Jepang Ditangkap Polisi
Sekarang kita bandingkan dengan Jakarta dan Surabaya. Karena di Jakarta--sebagai pusat pemerintahan, semuanya serba ada, itu memang lebih meriah ya. Bukan meriah fisiknya, tapi kelihatan lebih berbobot isinya. Karena memang bisa dimaklumi orang di pusat pemerintahan tersedia segalanya.
Demikian pula dengan Surabaya, kota besar, itu cukup “berisi-lah” dalam suatu kegiatan filateli, karena mereka banyak juga masyarakatnya sudah mengerti filateli.
Untuk kegiatan filateli, pameran, dan sebagainya di Padang kali ini adalah cerminan dari kegiatan filateli yang ada di berbagai daerah lainnya di Indonesia ini. Sama. Tapi, ada tapinya. Saya sering berkata pada teman-teman, justru di luar Jakarta dan Surabaya inilah filateli punya potensi yang besar, bisa berkembang jauh lebih baik dari Jakarta.
Mengapa? Karena di daerah itu, filateli itu kan seni, suatu kesenangan. Seperti juga filateli bisa jadi hiburan. Di kota-kota di luar Jakarta itu kan masih kekurangan hiburan. Kompensasinya orang bisa lari ke filateli, kalau kita gembar-gemborkan dengan baik. Dia beli, dia teliti dan perhatikan dengan baik-baik. Dia tekuni. Punya waktu untuk itu, mereka bisa gembira.
Sedangkan di Jakarta sudah terlalu banyak pilihan hiburan duniawi yang menarik. Kita bisa main radio Cibie, KRAP, ORARI, bisa olah raga segala macam, terlalu banyak pilihan, sehingga hobby filateli itu bisa nyaris hilang.
Lain dengan di daerah. Di daerah karena kurang hiburan, kalau kita munculkan, orang bisa lari ke filateli, sehingga potensinya itu memang besar sekali di daerah. Tinggal bagaimana kita menggalinya.
Mau aktif nggak, mau ramai-ramai nggak aktif berfilateli di masyarakat? Kalau semuanya mau aktif, mau mengembangkan filateli, itu bisa jadi “boom” ya? Bisa hebat filateli di daerah I dan saya yakin bisa mengalahkan Jakarta.
T. Apa pesan Anda untuk para filatelis di Kota Padang?
J. Seperti saya sampaikan di berbagai tempat berceramah, kumpulkan sebanyak-banyaknya. Jangan batasi diri dulu. Jangan batasi beli yang ini saja, beli yang itu saja, kebanyakan batasan.
Bagaimana manusia bisa hidup, bisa kreatif, bisa berkembang kalau belum apa-apa sudah dibatasi? Nggak boleh ini, nggak boleh itu dan sebagainya. Kumpulkan dulu sebanyak-banyaknya.
Nanti sewaktu-waktu kalau memang kita senang dan sudah semua mengumpulkan, kita akan merasakan sendiri itu. Kita akan menyeleksi sendiri secara alami. Misalnya, saya senang - gambarnya mobil, maka - yang bergambar mobil saya kumpulkan tersendiri.
Sedangkan yang lainnya saya pisahkan, saya jual atau saya tukar-menukar dengan teman-teman. Itulah sudah mulai spesialisasi, sudah mulai pendalaman filateli di situ.
Jadi, mulanya itu kumpulkan semua dulu. Karena ada segi positifnya. Manusia itu sifatnya cepat bosan. Kalau belum apa-apa sudah dibatasi, harus ngumpulin ini dan itu saja, lama-lama akan bosan dia.
Tapi kalau semuanya dikumpulkan, berbagai macam gambar, misalnya; bunga, flora, fauna, mobil, senjata api, dan lain-lain, itu kan ada variasinya. Maka rasa bosannya itu bisa hilang.
Oleh karena itu, lama-lama kalau memang dia serius, maka dia akan melihat sendiri, dia akan pilih salah satu dari sekian banyak koleksinya itu.
Misalnya wanita, dia senang bunga, maka dia akan pilih koleksi yang gambarnya bunga, yang lainnya itu dia singkirkan, dia tukar-menukar dengan teman atau dia jual. ***