Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Soal Suporter, Ayo Kita Tahan Diri

MARAH, pasti. Geram, bisa dipahami. Kecewa, sangat lumrah. Tapi, mohon kepada seluruh suporter Indonesia, jangan sikapi hal itu berlebihan.

Editor: Toni Bramantoro
zoom-in Soal Suporter, Ayo Kita Tahan Diri
Tribunnews/Irwan Rismawan
Suporter Indonesia 

OLEH: M Nigara

MARAH, pasti. Geram, bisa dipahami. Kecewa, sangat lumrah. Tapi, mohon kepada seluruh suporter Indonesia, jangan sikapi hal itu berlebihan. Jangan ulangi kisah kelam sepakbola, Elsavador dan Honduras era 1969.

Itulah harapan saya dan juga harapan kita semua untuk semua suporter fanatik Indonesia. Untuk para pendukung tim nasional sepakbola kita. Semua kita serahkan pada pemerintah untuk menyelesaikannya.

Banyak kisah tentang perang suporter di belahan bumi ini. Di Indonesia sendiri kisah pedih itu sudah ada sejak lama.

Dulu, tahun 1960an akhir, gara-gara mendukung tim masing-masing, nyaris terjadi perang antar angkatan. Saat itu, stadion utama seperti arena pertempuran. Suara tembakan terdengar di mana-mana. Ngeri dan mencekam. Beruntung pemerintah segera turun dan menyelesaikan persoalan dengan sangat baik.

Di era sekarang, perang suporter juga masih terjadi. Korban jiwa sudah berjatuhan, bahkan orang yang sama sekali tidak ada kaitan dengan sepakbola, juga pernah jadi korban.

Di era 1980-90-an, dunia juga dikejutkan dengan prilaku suporter dari Inggris, Hooligans.
Saking banyaknya kisah brutal mereka hingga sulit untuk dipilih sebagai contoh. Malah Raja Edward III, tahun 1314 sempat melarang sepakbola dimainkan di Inggris.

Berita Rekomendasi

Buntut sikap brutal Hooligans Inggris dalam laga final Piala Champions, di Heysel 29 Mei 1985, Liverpool vs Juventus, FA, federasi sepakbola Inggris, dihukum FIFA lima tahun. Di laga itu, puluhan korban jiwa berjatuhan dari kedua belah pihak, tapi dari cctv dan tv-tv yang melipiut, pendukung Liverpool-lah yang mengawali semuanya.

Meski demikian kisah tentang suporter paling konyol terjadi saat babak kualifiikasi Piala Dunia 1970. Elsavador bertandang ke Tegucigalpa, Honduras, leg-1. Hasrat yang berlebih untuk menang, menghalalkan segala cara.

Timnas Elsavador diteror, hotel dikepung. Suasana stadion tidak kondusif. Pendukung lawan dikerjai. Honduras menang 1-0.

Balasan terjadi saat leg-2, 15 Juni 1969. Diilhami dengan pendukung El Salvador bunuh diri, selepas kekalahan itu, para pendukung bertambah marah. Brutalisme terjadi. Bus timnas Honduras dirusak. Akhirnya mereka menuju stadion dengan kendaraan lapis baja.

Meski dalam laga itu Honduras kalah 0-3, tapi perlakuan pendukung El Savador tetap tak puas. Dua pendukung lawan tewas ratusan lainnya cedera. Buntutnya adalah perang antar negara terjadi selepas play off di Meksiko yang memenangkan El Savador 3-2.

Nah, melihat pengalaman buruk di atas, saya dan kita semua mengajak kepada para suporter timnas Indonesia untuk tidak lagi memikirkan hal balas-membalas.

Sembilan tahun lalu, tepatnya 29/12/10 dan 6/9/19, timnas Malaysia terpaksa naik baracuda pulang dan pergi ke stadion.

Para suporter Malaysia berulang kali harus dikawal ekstra ketat di Jakarta. Sementara suporter kita, nyaris tanpa pengawalan di Malaysia. Bedanya, jumlah kita selalu banyak dan jauh lebih siap.

Bahwa ada kisah di Bukit Bintang yang menimpa Yovan dan Fuad Naji, dua suporter Indonesia dikroyok, itu soal lain. Kita harus hati-hati menyikapinya. Marah, lumrah, geram, pasti. Tapi jangan sampai hal-hal buruk dan konyol di atas terjadi.

Menpora Zainudin Amali sudah melangkah, kedubes RI di Kualalumpur juga sudah bergerak. Kita percayakan saja semua itu di jalur pemerintah. Sekalian kita juga mulai melakukan intropeksi diri.

Ada kerja besar di hadapan kita, Piala Dunia u20 tahun 2021. Gawe berat yang harus kita kawal bersama. Kita akan kedatangan puluhan bahkan ratusan hingga jutaan suporter dari 23 negara.

Ayoo kita tunjukan bahwa suporter kita sama baiknya dengan suporter Swedia saat menjadi tuan rumah Piala Eropa 1992. Kita buktikan keramahaan bangsa kita bukan isapan jempol.

* M Nigara, wartawan senior peliput Sepakbola 

M Nigara foto3
M Nigara
Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas