Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kebebasan Beragama dan Pelaksanaan Ibadah Tidak Boleh Jadi Obyek Perjanjian
Peristiwa pelarangan ini jelas mengusik kenyamanan Umat Kristiani dimanapun di Indonesia yang hendak merayakan Natal 25 Desember 2019
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Oleh: Ketua Tim Task Force Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP), Petrus Selestinus
TRIBUNNEWS.COM - Pemberitaan tentang pelarangan penyelenggaraan Ibadah Natal dan perayaan Natal umat Kristiani oleh Masyarakat dan Aparatur Pemda Kabupaten Sijunjung dan Jorongan Kampung Baru dan Kabupaten Darmarsraya, Provinsi Sumatera Barat, karena adanya Kesepakatan antar Umat Warga setempat, membuktikan bahwa belum semua aparatur negara dan warga masyarakat menerima dan mengakui konstitusionalitas jaminan kebebasan melaksanakan Ibadah Agama.
Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) sangat "menyesalkan" dan mendesak pemerintah untuk "menghentikan" pelarangan Ibadah Natal umat Kristiani di beberapa tempat di Sumatera Barat, bukan saja karena pelarangan ini bersifat diskriminatif tetapi pelarangan ini sudah mengarah kepada tindakan persekusi atas dasar sara oleh sekelompok masyarakat dan aparat pemerintah daerah terhadap sekelompok warga umat Kristiani (minoritas), yang hendak melaksanakan Ibadah suci Natal 25 Desember 2019.
Baca: Cerita John Kei 'Godfather of Jakarta' Belajar Kotbah dan Ibadah Natal Terakhir Sebelum Bebas
Peristiwa pelarangan ini jelas mengusik kenyamanan Umat Kristiani dimanapun di Indonesia yang hendak merayakan Natal 25 Desember 2019, terlebih-lebih karena peristiwa ini terjadi menjelang Umat Kristiani melaksakan Ibadah Natal 2019.
Pemerintah seharusnya tidak membiarkan warganya melakukan kesepakatan bersama dengan obyeknya adalah soal pelaksanaan ibadah agama, bagi warganya.
Bagi Umat Kristiani, momentum Natal 25 Desember tidak semata-mata sebagai peristiwa spiritual, melainkan juga momentum untuk membangun dan memperkuat relasi sosial antar sesama warga tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), mempertebal toleransi terhadap sesama umat beragama dalam hidup berdampingam secara damai.
Baca: Panglima TNI Saksikan Deklarasi dan Komitmen Natal Damai di Manado
Kebebasan beragama dan pelaksanaan ibadah agama tidak boleh dijadikan "obyek perjanjian" baik antar umat berbeda agama, antar umat seagama, maupun antar umat beragama dengan pemerintah, karena mengenai kebebasan beragama dan pelaksanaan ibadah agama, meskipun merupakan persoalan yang sangat privat, namun hanya negara yang memiliki kewewenangan konstitusional yang secara ekslusif untuk mengaturnya.
Karena itu atas alasan apapun, tidak boleh ada kesepakatan atau perjanjian di antara warga masyarakat mengenai tata cara atau syarat-syarat pelaksanaan ibadah bagi setiap pemeluk agama, yang bersifat membatasi, mengekang, melarang atau meniadakan kebebasan beragama dan pelaksanaan ibdah agama yang sangat privat, karena hanya negara yang berwenang mengatur atau menjadi domain negara.