Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Kebebasan Beragama dan Pelaksanaan Ibadah Tidak Boleh Jadi Obyek Perjanjian

Peristiwa pelarangan ini jelas mengusik kenyamanan Umat Kristiani dimanapun di Indonesia yang hendak merayakan Natal 25 Desember 2019

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Kebebasan Beragama dan Pelaksanaan Ibadah Tidak Boleh Jadi Obyek Perjanjian
Tribunnews.com/ Gita Irawan
Kuasa Hukum Ormas Harimau Jokowi Petrus Selestinus di sebuah restoran di Stasiun Gambir Jakarta Pusat usai mendatangi Markas Puspom AD di Jakarta Pusat pada Kamis (14/3/2019). 

Oleh: Ketua Tim Task Force Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP), Petrus Selestinus

TRIBUNNEWS.COM - Pemberitaan tentang pelarangan penyelenggaraan Ibadah Natal dan perayaan Natal umat Kristiani oleh Masyarakat dan Aparatur Pemda Kabupaten Sijunjung dan Jorongan Kampung Baru dan Kabupaten Darmarsraya, Provinsi Sumatera Barat, karena adanya Kesepakatan antar Umat Warga setempat, membuktikan bahwa belum semua aparatur negara dan warga masyarakat menerima dan mengakui konstitusionalitas jaminan kebebasan melaksanakan Ibadah Agama.

Forum Advokat Pengawal Pancasila (FAPP) sangat "menyesalkan" dan mendesak pemerintah untuk "menghentikan" pelarangan Ibadah Natal umat Kristiani di beberapa tempat di Sumatera Barat, bukan saja karena pelarangan ini bersifat diskriminatif tetapi pelarangan ini sudah mengarah kepada tindakan persekusi atas dasar sara oleh sekelompok masyarakat dan aparat pemerintah daerah terhadap sekelompok warga umat Kristiani (minoritas), yang hendak melaksanakan Ibadah suci Natal 25 Desember 2019.

Baca: Cerita John Kei 'Godfather of Jakarta' Belajar Kotbah dan Ibadah Natal Terakhir Sebelum Bebas

Peristiwa pelarangan ini jelas mengusik kenyamanan Umat Kristiani dimanapun di Indonesia yang hendak merayakan Natal 25 Desember 2019, terlebih-lebih karena peristiwa ini terjadi menjelang Umat Kristiani melaksakan Ibadah Natal 2019.

Pemerintah seharusnya tidak membiarkan warganya melakukan kesepakatan bersama dengan obyeknya adalah soal pelaksanaan ibadah agama, bagi warganya.

Bagi Umat Kristiani, momentum Natal 25 Desember tidak semata-mata sebagai peristiwa spiritual, melainkan juga momentum untuk membangun dan memperkuat relasi sosial antar sesama warga tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan antar golongan (SARA), mempertebal toleransi terhadap sesama umat beragama dalam hidup berdampingam secara damai.

Berita Rekomendasi

Baca: Panglima TNI Saksikan Deklarasi dan Komitmen Natal Damai di Manado

Kebebasan beragama dan pelaksanaan ibadah agama tidak boleh dijadikan "obyek perjanjian" baik antar umat berbeda agama, antar umat seagama, maupun antar umat beragama dengan pemerintah, karena mengenai kebebasan beragama dan pelaksanaan ibadah agama, meskipun merupakan persoalan yang sangat privat, namun hanya negara yang memiliki kewewenangan konstitusional yang secara ekslusif untuk mengaturnya.

Karena itu atas alasan apapun, tidak boleh ada kesepakatan atau perjanjian di antara warga masyarakat mengenai tata cara atau syarat-syarat pelaksanaan ibadah bagi setiap pemeluk agama, yang bersifat membatasi, mengekang, melarang atau meniadakan kebebasan beragama dan pelaksanaan ibdah agama yang sangat privat, karena hanya negara yang berwenang mengatur atau menjadi domain negara.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas