Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Wajibkah Somasi Dalam Perkara Pelanggaran Merek?
Cukup menarik untuk dibahas, dalam asas hukum pidana tidak mengenal adanya somasi, jika Terlapor terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian
Editor: Toni Bramantoro
Oleh: Ichwan Anggawirya
Ketika penulis ingin mengajukan LP mengenai pelanggaran merek ke loket SPKT petugas setempat menanyakan bukti somasi, laporan tidak bisa diterima apabila tidak ada bukti somasi, dengan alasan jika belum dilakukan somasi maka Terlapor bisa saja tidak mengetahui siapa pemilik merek yang sah, lalu dimana letak kejahatannya?
Cukup menarik untuk dibahas, dalam asas hukum pidana tidak mengenal adanya somasi, jika Terlapor terbukti melakukan kesalahan atau kelalaian maka sudah dapat dilaporkan, dan tidak ada satu pasalpun dalam perundangan kita khususnya yang terkait pidana yang mewajibkan somasi sebelumnya.
Terkait somasi hanya terdapat pada KUHPer mengenai wanprestasi dalam perjanjian hutang-piutang seperti yang termuat dalam Pasal 1243 KUHPer yang berbunyi: "Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan".
Sehingga salah satu unsur wanprestasi yang harus dipenuhi adalah apabila sudah dinyatakan lalai melalui pemberitahuan/ teguran (somasi) tapi tetap juga tidak mau melaksanakan isi perjanjian.
Lalu bagaimana dengan pidana merek, wajibkah melakukan teguran atau somasi sebelumnya? Sebelum membaca Pasal Pidana UU No. 20 Tentang Merek yang berlaku sekarang, ada baiknya kita membandingkan dengan Pasal Pidana UU No. 15 Tentang Merek yang berlaku sebelumnya, yang berbunyi:
Pasal 90 UU No. 15/2001 Tentang Merek:
Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Kata "dengan sengaja" merupakan unsur yang wajib dipenuhi dalam pasal ini, tapi bukan berarti mewajibkan somasi, bukti Terlapor telah melakukan pelanggaran dengan sengaja bisa saja menggunakan bukti-bukti yang lain, misalnya pihak Pelapor memiliki bukti bahwa Terlapor pernah menjadi pegawai, rekan bisnis atau distributor produk milik Pelapor, yang kemudian Terlapor dengan diam-diam menggunakan merek milik Pelapor dengan tanpa Hak, maka bukti-bukti tersebut sudah memenuhi unsur pasal diatas.
Tapi apabila Pelapor tidak mengenal Terlapor dan tidak memiliki bukti-bukti untuk memenuhi unsur kesengajaan, maka memang ada baiknya dilakukan somasi terlebih dahulu, sehingga apabila telah dilakukan somasi tapi Terlapor tetap melanggar maka pihak Pelapor telah memiliki bukti adanya unsur kesengajaan. Dalam hal ini pengertian somasi tidaklah wajib, melainkan sebagai alternatif alat bukti.
Sekarang coba kita cermati Pasal Pidana UU No. 20/2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis yang berlaku sekarang, berbunyi:
Pasal 100 UU No. 20.2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis:
Setiap Orang yang dengan tanpa hak menggunakan Merek yang sama pada keseluruhannya dengan Merek terdaftar milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis yang diproduksi dan/atau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 2 .000.000.000,OO (dua miliar rupiah).
Pada Pasal Pidana yang berlaku sekarang kata "dengan sengaja" dihilangkan sehingga Pelapor tidak perlu lagi membuktikan unsur kesengajaan yang dilakukan oleh Terlapor.
Unsur kesengajaan hanya terdapat dalam penjelasan Pasal 21 Ayat (3) terkait iktikad tidak baik yang bukan mengatur perihal Pidana, tapi diperlukan untuk gugatan pembatalan merek.
Lagipula sebelum pemilik merek yang sah mendapatkan hak mereknya, merek tersebut sudah dipublikasi dalam Berita Resmi Merek Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.
Jadi dalam hal Pidana Merek tidak ada kewajiban melakukan somasi, asas hukum pidana tidak mengenal adanya somasi, segala bentuk kelalaian sudah dapat ditindak secara pidana.
*Ichwan Anggawirya, S.Sn., S.H., M.H.
Founder of MasterLawyer.org.
Pakar Hukum Merek dan HaKI, alumni Magister Hukum Universitas Bung Karno.