Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Corona Pengaruhi Kesehatan Mental?

Tapi apa boleh buat bila pilihan profesi sudah menuntut demikian, dan nurani kemanusiaan mereka pun sudah memanggil-manggil sedemikian nyaringnya.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Corona Pengaruhi Kesehatan Mental?
rtmagazine.com
Ilustrasi 

Oleh: Karyudi Sutajah Putra

TRIBUNNEWS.COM - Hidup dikucilkan tetangga, mati pun susah mencari liang lahatnya.

Masyarakat sudah terjangkit gejala gangguan jiwa sehingga menolak mereka?

Bila tahu akan begini, mungkin dulu mereka tak akan kuliah mengambil jurusan kedokteran atau keperawatan.

Tak akan pula memilih profesi sebagai dokter atau perawat, kecuali mereka yang memang sudah benar-benar mewakafkan dirinya di jalan kemanusiaan.

Bila sudah mewakafkan diri pun, mereka pasti tak ada yang mau mati konyol di tengah ganasnya pandemi virus Corona di satu sisi, dan di sisi lain fasilitas dan alat kesehatan serba terbatas.

Tapi apa boleh buat bila pilihan profesi sudah menuntut demikian, dan nurani kemanusiaan mereka pun sudah memanggil-manggil sedemikian nyaringnya.

Berita Rekomendasi

Sudah terlanjur berada di medan perang, kalah atau menang mereka tak akan mundur ke belakang. Segala risiko pun mereka hadang. Sekali layar terkembang, surut berpantang.

Semenjak wabah Coronavirus Disease 2019 atau Covid-19 melanda Indonesia, hingga kini sedikitnya 25 orang dokter dan 10 orang perawat meninggal dunia.

Baca: BNPB Luncurkan Aplikasi Inarisk untuk Deteksi Penyebaran Corona

Mereka adalah tenaga medis yang berada di garda terdepan dalam penanggulangan pandemi Corona.

Para dokter dan perawat yang menangani pasien Corona banyak yang ditolak warga masyarakat, terutama tetangganya ketika hendak pulang ke rumah.

Bila sudah terlanjur pulang, mereka pun dikucilkan.

Sebab itu, sejumlah pemerintah daerah, termasuk DKI Jakarta kemudian menyediakan tempat tinggal sementara bagi mereka.

Ketika para tenaga medis itu ada yang meninggal dunia, untuk mencari liang lahat atau sepetak tanah makam buat menguburkan jasadnya pun susah.

Ada sekelompok warga masyarakat yang menolak mereka.

Di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah, misalnya, seorang perawat di RSUP Dr Kariyadi, Nuria Kurniasih, yang meninggal dunia akibat terinfeksi virus Corona ditolak masyarakat ketika hendak dimakamkan di samping pusara ayahnya di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sewakul, Ungaran, sehingga akhirnya dimakamkan di Bergota, pemakaman milik RSUP Dr Kariyadi.

Fenomena yang sama menimpa para pasien terinfeksi Corona. Ada warga masyarakat yang menolak keberadaan mereka tatkala masih hidup, dan pemakaman jenazah mereka ketika sudah meninggal.

Padahal, pemakaman tenaga medis dan pasien Corona itu sudah sesuai dengan protokol yang ditetapkan berdasarkan standar World Health Organization (WHO).

Di sisi lain, Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan anjuran agar masyarakat tidak menolak pemakaman korban terinfeksi virus Corona, karena memakamkan jenazah itu hukumnya "fardhu kifayah".

Artinya, bila tak ada seorang pun warga masyarakat yang mau memakamkan jenazah, maka seluruh warga masyarakat di daerah itu menanggung dosa bersama secara berjemaah.

Mengapa ada warga masyarakat yang mengucilkan dan menolak pemakaman jenazah korban virus Corona? Apakah mereka telah kehilangan nilai-nilai kemanusiaannya?

Mungkin saja. Tetapi yang jelas, mereka mengalami ketakutan, bahkan takut yang berlebihan, mendekati paranoid. Mereka takut terjangkit virus Corona. Mereka takut mati karenanya.

Karena ketakutan yang berlebihan itu, apakah mereka lantas diduga terjangkit gejala gangguan mental atau bahkan sakit jiwa?

Dikutip dari situs "Alodokter", ada beberapa contoh gejala gangguan mental, atau biasa disebut sakit jiwa, di antaranya perasaan cemas dan takut yang berlebihan dan terus-menerus.

Dalam ilmu kesehatan jiwa dikenal Post-traumatic Stress Disorder (PTSD), yakni masalah kesehatan mental serius yang dialami oleh beberapa orang akibat peristiwa mengejutkan, menakutkan, atau berbahaya yang menyebabkan trauma.

Setelah mengalami trauma, sering terjadi perjuangan melawan rasa takut, kecemasan, dan kesedihan. Penderitanya akan merasakan sulit tidur dan selalu teringat kenangan buruk yang ada.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, kenangan buruk dan rasa takut itu perlahan memudar pada kebanyakan orang. Hal inilah yang tidak terjadi pada penderita penyakit PTSD. Mereka akan terus mengalaminya dalam jangka waktu yang lama dan lama-lama kondisinya bertambah buruk.

Penyakit PTSD menyebabkan otak terjebak dalam kondisi selalu siaga terhadap bahaya. Setelah situasi berbahaya itu mereda, penderita pun masih tetap waspada karena tubuh terus mengirim sinyal yang mengarah ke gejala penyakit PTSD.

Kini, untuk mengantisipasi penolakan terhadap pemakanan jenazah korban virus Corona, Polri akan melakukan pengawalan, dan juga penegakan hukum atau "law enforcement", bila perlu dengan upaya represif setelah upaya persuasif gagal.

Ikatan Perawat Nasional Indonesia (IPNI) telah menempuh jalur hukum untuk memidanakan penolak pemakaman jenazah perawat di Semarang. Kepolisian Daerah (Polda) Jateng pun proaktif dengan menangkap tiga tersangka penolakan perawat RSUP Dr Kariyadi.

Bila sudah begini, masih adakah warga masyarakat yang akan menolak pemakaman jenazah korban virus Corona?

Bila masih ada, apakah PTSD atau bahkan gangguan jiwa benar-benar telah menjangkiti sebagian masyarakat kita gara-gara pandemi virus Corona?

Kita tunggu saja setelah amukan wabah Corona mereda, yang kita harapkan bisa segera. Semoga!

Karyudi Sutajah Putra: Pegiat Media, Tinggal di Jakarta.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas