Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
4 Kriteria Calon Panglima TNI
Militer Indonesia sudah canggih dalam ilmu perang, dan kita yakin justru akan makin canggih dalam semua cabang ilmu pengetahuan.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Boni Hargens
Analis Politik/Direktur Lembaga Pemilih Indonesia
TRIBUNNEWS.COM - Pertama-tama kita harus mengakui bahwa bangsa Indonesia sudah berjalan sejauh ini karena ada Tentara Nasional Indonesia yang menjadi kekuatan utama dalam menjaga keamanan dari berbagai potensi ancaman yang dating baik dari luar negeri maupun dari dalam negeri seperti terorisme dan gejolak separatisme.
Sejarah sudah mencatat semua prestasi TNI dalam mempertahankan Pancasila, UUD 1945, dan NKRI.
Sejarah mengajarkan kita bahwa demokrasi sipil yang semakin kuat saat ini juga tumbuh dan berkembang karena TNI kita makin professional dan menjunjung tinggi demokrasi.
Tetapi tak bisa kita pungkiri keadaan bahwa ada kelompok sipil yang muncul dengan mengatasnamakan apapun untuk memperjuangkan cita-cita politik yang sempit.
Ada yang memakai simbol etnik untuk memerdekakan diri dari NRKI. Gerakan Aceh Merdeka (GAM), Organisasi Papua Merdeka (OPM), dan Republik Maluku Selatan (RMS) benar-benar nyata dan masih bergerak.
Tokoh-tokoh mereka terus bergerak di luar negeri mempengaruhi opini dunia untuk mendapatkan dukungan internasional.
Pemerintahan Presiden Jokowi sejak awal mulai dengan komitmen kemanusiaan yang kuat untuk berpihak pada kelompok yang miskin dan “terlupakan” dalam proses pembangunan sejak Indonesia merdeka.
Itu sebabnya Papua menjadi begitu diistimewahkan oleh Presiden Jokowi sejak awal.
Demikian juga Aceh dan daerah terluar lainnya di tapal batas yang menghubungkan kita dengan dunia luar.
Fokus utama Negara adalah bagaimana menciptakan kesejahteraan bagi setiap warganya. Tapi apa yang terjadi saat ini, politisasi makin liar.
Gejolak isu rasisme Papua saat ini tidak sepenuhnya persoalan kemanusiaan, meskipun diakui aspek kemanusiaan di balik isu itu cukup menonjol.
Tetapi, harus juga kita jujur, bahwa ada unsur politik dalam gerakan itu.
Ada kelompok politik dari Pulau Jawa yang ikut-ikutan memainkan isu ini untuk kepentingan pilpres 2024.
Mereka tidak sepenuhnya peduli Papua, mereka hanya ingin merusak Negara dan mencoreng citra pemerintahan Presiden Jokowi.
Dalam situasi macam ini, koordinasi TNI dengan POLRI dan Badan Intelijen Negara menjadi kekuatan sentral yang menjamin pengendalian situasi bisa berlangsung efektif dan tetap dalam koridor demokrasi.
Selain itu, ada juga gejolak karena kebangkitan lascar-laskar yang menjual-jual ayat kitab suci untuk memperjuangkan “negara agama”.
Mereka menjadi broker politik untuk kepentingan elite dan partai tertentu. Risikonya adalah Negara menjadi tidak aman dan ruang sosial masyarakat terganggu.
Dalam keadaan macam ini, perlu ada Panglima TNI yang tepat dalam beberapa kriteria.
Pertama, sosok yang sejalan dengan cita-cita politik Presiden Jokowi. Saya tidak bilang lagi soal loyal pada Pancasila dan UUD 1945 karena TNI sudah ahlinya urusan itu.
Mereka yang paling loyal kalau urusan ideology negara dan konstitusi.
Periode pemerintahan Pak Jokowi adalah momentum untuk pembaharuan di segala dimensi.
Maka, perlu dukungan institusi militer untuk menjamin keamanan dalam segala aspek.
Kedua, panglima TNI baru mesti sosok yang dapat diterima di internal institusi militer dan dapat membangun solidaritas antarangkatan di dalam tubuh TNI.
Ketiga, Panglima TNI yang baru harus memiliki pemahaman yang komprehensif dan kemampuan bertindak cepat dalam memerangi bentuk-bentuk ancaman yang mengganggu keutuhan NKRI, Pancasila, dan UUD 1945, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Perang jaman sekarang sekarang sudah berpindah dari medan tempur fisik ke ruang yang tak kelihatan.
Polanya asimetris dan selalu acak. Musuh kita tak kelihatan tetapi terasa dan mereka ada.
Maka, TNI sebagai garda terdepan pengamanan negara harus dipimpin oleh panglima yang memiliki pemahaman tentang semua itu.
Keempat, panglima TNI yang baru mesti memiliki kemampuan inovasi yang memadai dalam konteks melanjutkan upaya profesionalisasi militer yang sudah sukses berjalan setelah 1998.
Militer Indonesia sudah canggih dalam ilmu perang, dan kita yakin justru akan makin canggih dalam semua cabang ilmu pengetahuan.
Untuk itu, perlu ada kepemimpinan yang beradaptasi dengan kemajuan ilmu pengetahun dan teknologi.
Catatan: Sosok pengganti Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto yang masa jabatannya diperkirakan akan berakhir tahun depan mulai mengemuka. Dalam beberapa hari ini mulai muncul sejumlah nama-nama calon Panglima TNI.