Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
COVID-19 dan Inovasi Terbaru dalam Industri Farmasi Indonesia
emakin sedikit masyarakat yang mengunjungi rumah sakit untuk memitigasi terjadi penularan virus dan makin banyak yang berpindah ke tele medici
Editor: Eko Sutriyanto
Oleh: Nova Angginy *)
PANDEMI Covid-19 membawa tantangan baru yang belum pernah terjadi sebelumnya dan menimbulkan dampak signifikan terhadap industri farmasi secara global.
Seiring dengan perubahan permintaan global, pergeseran kebijakan pasar obat-obatan dan penelitian farmasi, serta semakin banyaknya konsumen yang memanfaatkan layanan telekomunikasi dan telemedicine, perusahaan farmasi perlu memikirkan kembali strategi bisnis apabila ingin bertahan selama pandemi.
Proses perizinan untuk produk non essensial untuk pengobatan COVID-19 yang cenderung memakan waktu lama, penurunan pendapatan karena kenaikan harga bahan baku, dan perubahan tren konsumsi akan memberikan dampak jangka panjang yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat dan pasar farmasi di seluruh dunia.
Perubahan signifikan dalam industri farmasi global telah menciptakan tren baru di sejumlah negara.
Di Indonesia, konsumsi pasar farmasi telah mengalami perubahan drastis akibat melonjaknya permintaan produk suplemen, vitamin, dan obat bebas.
Selain itu, semakin sedikit masyarakat yang mengunjungi rumah sakit untuk memitigasi terjadinya penularan virus dan semakin banyak yang berpindah ke layanan telemedicine.
Apalagi perubahan regulasi yang berkelanjutan seperti diterbitkannya kebijakan yang bertujuan untuk mempercepat perolehan izin edar untuk produk alat pelindung diri (APD) dan obat-obatan COVID-19 telah menimbulkan tantangan bagi industri farmasi di negara ini.
Saat ini, industri farmasi di Indonesia sangat bergantung pada bahan baku impor padahal, ketergantungan industri farmasi terhadap bahan baku impor telah menyebabkan beban yang cukup signifikan karena biaya produksi obat yang terus meningkat.
Baca juga: Dicecar Pengadaan Vaksin Covid-19, Terawan Sebut Barang Belum Ada dan Masih Wait and See
Sebagaimana tertuang dalam peraturan menteri yang baru saja diterbitkan, perusahaan farmasi Indonesia kini diwajibkan menggunakan bahan baku lokal untuk meningkatkan ketersediaan dan keterjangkauan obat di dalam negeri.
Peraturan ini berperan penting untuk mendorong produksi obat-obatan lokal karena tanpa peraturan ini, banyak perusahaan farmasi yang lebih memilih untuk mengimpor obat COVID-19 daripada memproduksi secara mandiri.
Dengan tren perubahan industri farmasi secara global, negara-negara berkembang seperti Indonesia terus berupaya untuk memproduksi obat-obatan secara mandiri dengan memanfaatkan bahan baku dalam negeri, termasuk untuk obat yang diperlukan untuk menghadapi pandemi virus corona.
Saat ini, berbagai perusahaan farmasi di seluruh dunia berlomba-lomba mengembangkan vaksin dan menemukan pengobatan virus corona yang efektif. Sejalan dengan visi dan misi perusahaan untuk menjadi grup perawatan kesehatan global terkemuka dengan komitmen kuat untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat selama pandemi COVID-19, Daewoong Pharmaceutical Co., Ltd. senantiasa berkontribusi secara aktif dalam memerangi pandemi global ini.
Meskipun perusahaan lain telah mengalihkan fokus untuk mengembangkan vaksin virus corona, Daewoong tetap berusaha keras untuk mengembangkan terapi inovatif yang akan berperan penting untuk pengobatan COVID-19.
Dengan menggunakan teknologi mutakhirnya, Daewoong saat ini tengah mengembangkan tiga jenis pengobatan seperti terapi berbasis sel punca modern, Camostat, dan Niclosamide untuk menghadapi COVID-19.
Terobosan inovatif ini telah memperkuat langkah Daewoong untuk menjadi pemain utama dan pengguna produk biologi terkemuka dalam krisis kesehatan yang telah berdampak pada jutaan orang di seluruh dunia.
Baca juga: Sosok Brigjen Ferdy Sambo, Kadiv Propam Polri yang Baru dan Sederat Kasus yang Pernah Ditangani
Melalui anak perusahaannya yaitu PT Daewoong Infion, sebuah perusahaan farmasi joint venture antara Indonesia-Korea Selatan, Daewoong bermitra dengan Kementerian Kesehatan untuk melaksanakan uji klinis fase 1 untuk DWP710, yang merupakan terapi berbasis sel punca yang dikembangkan oleh Daewoong untuk pengobatan COVID-19, di Indonesia.
Presiden Direktur PT Daewoong Infion, Mr. Chang-woo Suh telah menyatakan bahwa uji klinis fase 1 bertujuan untuk menguji keamanan perawatan berbasis sel punca ini bagi pasien COVID-19 dan diharapkan dapat selesai pada tahun 2020.
Kerja sama antara Daewoong dan Kementerian Kesehatan melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) dimulai dengan penandatanganan perjanjian kerja sama pada tanggal 1 Juli 2020 lalu dalam rangka melakukan uji klinis terapi berbasis sel punca untuk para pasien COVID-19.
Kolaborasi ini diharapkan dapat mempercepat penemuan terapi yang efektif bagi pasien COVID-19, di mana Daewoong dan Balitbangkes akan bersama-sama melakukan uji klinis fase 1 untuk terapi Mesenchymal Stem Cells (MSCs).
Kolaborasi tersebut merupakan penerapan kesepakatan di bidang kesehatan antara Indonesia dan Korea Selatan yang ditandatangani di Bogor, Jawa Barat, pada 9 November 2017.
Terapi sel punca bukanlah sebuah terapi baru.
Efek anti-inflamasi dari sel punca mensekimal telah lama diketahui dan para ilmuwan telah menggunakannya dalam berbagai pengobatan penyakit selama lebih dari 10 tahun.
Baca juga: Imbas Pandemi COVID-19, Penelitian Bidang Perawatan Regeneratif Sel Punca Diprediksi Berkembang
Namun saat ini terapi sel punca banyak dijuluki sebagai “pengobatan modern” karena terapi ini dinilai efektif untuk mengatasi Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) pada pasien COVID-19.
Sel punca tidak langsung membunuh virus tetapi memiliki fungsi imunomodulator yang dapat menekan produksi zat reaktif yang menyebabkan hiper inflamasi dan cedera jaringan paru.
Sel punca mesenkim - sel punca dewasa multipoten yang ditemukan di banyak jaringan termasuk sumsum tulang - memiliki efek antifibrotik yang dapat menggantikan jaringan paru-paru, yang rusak atau terluka karena hiper-inflamasi (jaringan fibrotik) yang disebabkan oleh virus corona.
Hasil penelitian menunjukkan DWP710 dapat meningkatkan kelangsungan hidup pasien lebih dari 30%.
Dengan terapi sel punca DWP710, jaringan paru-paru yang rusak akibat reaksi inflamasi dapat pulih hingga mendekati normal. Eksperimen kemanjuran obat yang dilakukan pada subjek hewan yang terinfeksi virus corona menunjukkan bahwa terapi sel punca DWP710 memberikan efek antivirus dan anti-inflamasi serta dapat mengurangi jumlah virus di jaringan paru-paru yang terinfeksi hingga di batas bawah deteksi.
Daewoong dan Balitbangkes siap menggelar uji klinis fase 1 terapi berbasis sel punca paling lambat awal Oktober tahun ini. Pada tahap awal uji klinis, tim peneliti akan merekrut pasien yang dirawat di RS Wahidin Sudirohusodo Makassar, Sulawesi Selatan.
Untuk memastikan keamanan dan kemanjuran DWP710, tim dokter akan memantau kesehatan pasien studi klinis selama 28 hari setelah mereka menerima terapi berbasis sel punca.
Setelah uji coba tahap pertama selesai, Daewoong akan melakukan uji klinis Tahap 2 DWP710 selama tiga bulan dan diharapkan selesai pada bulan Desember tahun ini dan hingga kini, uji klinis menunjukkan hasil yang memuaskan.
Uji coba fase 2 dapat dilakukan di Korea atau Indonesia, atau dilakukan secara bersamaan di Korea dan Indonesia.
Kementerian Kesehatan dan pemangku kepentingan lainnya seperti Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Komisi Etik Balitbangkes telah menyampaikan kesiapannya untuk aktif mendukung uji klinis sel punca.
Mereka juga telah mengambil tindakan antisipatif untuk memastikan bahwa penelitian dapat mencapai hasil yang memuaskan dan diarahkan ke produksi produk dalam jumlah besar untuk perawatan COVID-19. D
aewoong dapat memulai produksi massal DWP710 jika hasil uji klinis Fase 3 pengobatan berhasil. Setelah terbukti efektif, terapi sel punca mesenkimal akan mendapatkan izin dari otoritas kesehatan untuk digunakan sebagai agen terapeutik di rumah sakit sehingga pengobatan pasien COVID-19 jauh lebih cepat.
DWP710 merupakan sebuah terobosan inovasi untuk melawan COVID-19 dan bukti kemampuan Daewoong dalam meneliti, mengembangkan, dan menghasilkan produk bio yang berkualitas.
Hal ini juga menunjukkan komitmen perusahaan untuk menjadikan Indonesia sebagai kiblat industri bio melalui kerja sama berdasarkan dukungan dari kebijakan pemerintah.
Baca juga: Komnas Perempuan dan Lemhannas Kaji Penghapusan Kekerasan pada Wanita dalam Penanganan Covid-19
Setelah didirikan pada tahun 2012, Daewoong Infion mengoperasikan pabrik biofarmasi pertama di Indonesia di Pandaan, Surabaya, Jawa Timur, dan sekarang memproduksi dan menjual produk biosimilar (Erythropoietin) pertama di Indonesia.
Dengan teknologi biofarmasi unggulan yang ditransfer dari Daewoong Pharmaceutical, Daewoong Infion telah mampu beroperasi sebagai pusat penelitian, pengembangan, dan produksi produk biofarmasi di Indonesia.
Daewoong Infion telah mengembangkan produk Erythropoietin (EPO) dan biosimilar lainnya seperti Epidermal Growth Factor (EGF) sejak tahun 2017. Dipuji sebagai produk lokal terbaik Daewoong, EPO dan EGF telah memperoleh sertifikat halal dari Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI).
Dengan produk biosimilar yang diproduksi secara lokal, Daewoong Infion bertujuan untuk memenuhi komitmennya untuk berkontribusi dalam menyediakan pengobatan bagi pasien dengan penyakit fisik kronis dan menyediakan produk biofarmasi berkualitas terbaik untuk pasien lokal yang tidak mampu mendapatkan obat-obatan impor yang mahal.
Karena inovasi kini telah menjadi hal yang diprioritaskan di seluruh industri farmasi, Daewoong berkomitmen untuk terus mengembangkan inovasinya untuk membangun masyarakat yang lebih sehat, sejalan dengan misinya untuk menjadi "perusahaan farmasi yang melindungi kesehatan masyarakat sekaligus menciptakan masyarakat yang sehat".
Namun, upaya Daewoong untuk mengembangkan perawatan inovatif baru secara lokal tidak dapat berjalan mulus tanpa dukungan dari dan kemitraan dengan pemerintah, BPOM, dan rumah sakit yang sangat penting untuk memajukan kesehatan global.
*) Head of Bioclinical Team at Daewoong Infion