Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Presiden Perempuan 2024
"Queen maker" itu sedang mengasah tangan dinginnya, supaya bertuah kembali pada Pemilihan Presiden 2024.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Dr H Sumaryoto Padmodiningrat MM
TRIBUNNEWS.COM - "Queen maker" itu sedang mengasah tangan dinginnya, supaya bertuah kembali pada Pemilihan Presiden 2024.
Dia tampak sedang menggembleng dua kader perempuan di Kawah Candradimuka.
Bila lulus, salah satunya akan diproyeksikan sebagai calon presiden/wakil presiden 2024.
"Queen maker" itu adalah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri.
Dua kader perempuan itu adalah Puan Maharani dan Tri Rismaharini.
Tangan dingin Megawati sudah terbukti bertuah pada Pilpres 2014 dan 2019. Dua kali pilpres, dua kali pula ia berhasil memenangkan jagoannya: Joko Widodo!
Akankah tangan dingin Megawati kembali bertuah pada Pilpres 2024? Bahkan bukan hanya bertuah dengan menggolkan capres/cawapresnya, melainkan bertuah pula menggolkan capres/cawapres perempuan, dan terpilih?
Sudah cukup lama dan berkali-kali putri Bung Karno itu melontarkan keinginan akan tampilnya perempuan di tampuk kepemimpinan nasional, seperti yang dilakukan dirinya pada 1999-2004.
Baca juga: Jokowi Disebut Kumpulkan Capres 2024 di Kabinet: Ada Prabowo, Sandiaga, Risma, Airlangga
Sebab itu, ia menempatkan Puan di kursi Ketua DPR RI sebagai tangga menuju kursi RI-1.
Di lapis kedua, Presiden ke-5 RI itu mengorbitkan Tri Rismaharini ke kancah perpolitikan nasional dengan merestui Walikota Surabaya, Jawa Timur, dua periode (2010-2015 dan 2015-2020) itu menjadi Menteri Sosial menggantikan kader PDIP lainnya, Juliari Batubara yang dicokok Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka korupsi dana bantuan sosial Covid-19.
Jabatan Ketua DPR RI adalah Kawah Candradimuka bagi Puan, sebagaimana jabatan Mensos bagi Risma.
Bila lulus dari ujian masing-masing, maka keduanya sangat berpeluang dimajukan sebagai capres/cawapres 2024.
Namun, medan yang ditempuh Risma lebih berat daripada Puan, karena Kementerian Sosial terlanjur dicitrakan buruk, diduga sebagai "sarang penyamun".
Tidak itu saja. Risma hanyalah anak ideologis, bukan anak biologis, sedangkan Puan adalah anak ideologis sekaligus anak biologis Megawati.
Jadi, secara psikologis dan emosional tentu Megawati akan lebih mengutamakan Puan daripada Risma.
Jika Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta digelar tahun 2022 sesuai periodisasi dan siklusnya, besar kemungkinan Risma akan diajukan sebagai calon gubernur sebagai "test case" sebelum menuju capres.
Risma akan mengikuti jejak Jokowi yang menapak anak tangga mulai dari Walikota Surakarta, Jawa Tengah, dua periode (2002-2007 dan 2007-2012), Gubernur DKI Jakarta (2012-2014) dan akhirnya Presiden RI (2014-2019 dan 2019-2024). Jabatan gubernur hanya dijalani Jokowi selama 2 tahun.
Risma pun bisa jadi demikian bila Pilkada DKI digelar tahun 2022.
Untuk capres/cawapres, tentu saja Megawati akan lebih memprioritaskan Puan. Kecuali jika elektabilitas mantan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia itu menjelang 2024 tak kunjung terkerek, baru Megawati akan mengajukan Risma.
Namun, baik Puan atau pun Risma, tampaknya keduanya harus puas di lapis kedua saja sebagai cawapres, sedangkan capresnya dari parpol lain.
Baru nanti pada 2029, Puan atau Risma andaikata terpilih menjadi wapres, dialah yang akan menjadi capres pada Pilpres 2029.
Blok Oposisi
Di pihak lain, masuknya Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan ke dalam Kabinet Indonesia Maju yang dipimpin Presiden Jokowi, 23 Oktober 2019, dan kemudian disusul Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 23 Desember 2020, ditengarai sebagai strategi Gerindra untuk berkoalisi dengan PDIP pada Pilpres 2024.
Jika elektabilitasnya tak kunjung terkerek menjelang 2024, maka Prabowo cukup menjadi "king maker" saja dan mengajukan Sandi sebagai capres/cawapres 2024.
Prabowo-Sandi adalah pasangan capres-cawapres penantang Jokowi-KH Ma'ruf Amin pada Pilpres 2019. Prabowo juga penantang Jokowi pada Pilpres 2014.
Saat itu Prabowo berpasangan dengan Hatta Rajasa, sedangkan Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla.
Benarkah Gerindra akan berkoalisi dengan PDIP pada Pilpres 2024? Jika pertimbangannya elektabilitas, tentu hal tersebut merupakan keniscayaan.
Pada Pemilu 2019, PDIP adalah pemenang, sedangkan Gerindra adalah "runner up".
Pada 2024 nanti di mana pemilu legislatif dan pilpres akan kembali digelar secara bersamaan sebagaimana tahun 2019, berdasarkan hasil survei berbagai lembaga, posisi kedua parpol itu diyakini tak akan tergeser.
Jadi jika kedua parpol itu berkoalisi, maka posisinya paling kuat.
Dus, Prabowo-Puan atau Prabowo-Risma, atau Sandi-Puan atau Sandi-Risma bisa berduet sebagai capres-cawapres pada Pilpres 2024.
Sementara itu, di blok oposisi, nama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sementara ini terbukti paling berkibar.
Elektabilitasnya pun relatif tinggi berdasarkan hasil survei sejumlah lembaga, maskipun masih di bawah Prabowo Subianto.
Sejauh ini belum ada nama lain yang menyaingi Anies di blok oposisi. Entah nanti setelah Pilkada DKI Jakarta tidak jadi digelar tahun 2022, tetapi tahun 2024, sehingga pada 2022 Anies harus mengakhiri jabatannya untuk digantikan pejabat gubernur, apakah nama Anies akan tetap berkibar atau tidak, elektabilitasnya tetap tinggi atau tidak, karena sudah tak punya panggung politik lagi.
Anies dan Sandi pernah bersanding sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta sampai kemudian Sandi mundur karena menjadi cawapres Prabowo pada Pilpres 2019.
Pada Pilpres 2024 nanti, apakah Anies dan Sandi justru akan bertanding, berhadap-hadapan satu sama lain sebagai capres atau cawapres?
Mungkin saja. Sebab, di dalam politik tak ada kawan atau lawan abadi, yang abadi adalah kepentingan. Buktinya Prabowo dan Sandi bergabung di kabinet Jokowi.
Ataukah justru Sandi masuk kabinet hanya untuk mencari panggung politik untuk kemudian kembali bergabung dengan Anies sebagai cawapres? Bisa saja. Sebab politik adalah seni menjajaki kemungkinan-kemungkinan.
Begitu pun Prabowo, apakah mantan Komandan Jenderal Kopassus ini masuk kabinet sekadar mencari panggung untuk mempertahankan elektabilitas dan kemudian bergabung dengan Anies sebagai capres, sedangkan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu sebagai cawapres?
Bisa jadi pula. Sekali lagi, politik adalah seni menjajaki kemungkinan-kemungkinan.
Tetapi bagaimana pun konstelasi pilitik menjelang Pilpres 2024 nanti, keberadaan capres/cawapres perempuan tampaknya perlu dipertimbangkan.
Mungkin suatu ketika nanti Puan atau Risma bisa jadi merupakan Presiden/Wapres RI perempuan pertama yang dipilih langsung oleh rakyat, setelah kini Puan menjadi perempuan pertama Ketua DPR RI.
Di dalam politik tak ada sesuatu yang tak mungkin. Yang tak mungkin adalah ketidakmungkinan itu sendiri.
* Dr H Sumaryoto Padmodiningrat MM: Chief Executive Officer (CEO) Konsultan dan Survei Indonesia (KSI)/Anggota DPR RI Periode 1999-2004, 2004-2009 dan 2009-2014.
![Baca WhatsApp Tribunnews](https://asset-1.tstatic.net/img/wa_channel.png)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.