Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Menyoal Kerumunan Massa di Kabupaten Sikka
Ada yang secara ekstrem menyamakan peristiwa kerumunan ini sama dengan peristiwa penjemputan Rizieq Shihab saat tiba di Bandara Soekarno Hatta.
Editor: Setya Krisna Sumarga
OLEH : PETRUS SELESTINUS, Ketua Presidium Kongres Rakyat Flores
SEJUMLAH pihak telah memberikan kritik keras soal peristiwa kerumunan masa yang terjadi pada 23 Februari 2021 saat Presiden Jokowi dan rombongan melintasi jalan dari Bandara Frans Seda, Waioti, Maumere, menuju Napun Gete, Waiblama.
Saat itu rombongan Presiden akan meresmikan Bendungan Napun Gete yang sudah selesai dibangun pemerintah.
Ada yang secara ekstrem menyamakan peristiwa kerumunan ini sama dengan peristiwa penjemputan Rizieq Shihab saat tiba di Bandara Soekarno Hatta, pada 10 November 2020. Juga sama saat resepsi pernikahan putri Rizieq Shihab di Petamburan Jakarta Pusat, 11 November 2020.
Karena itu pula mereka menuntut agar kepada Polri agar memproses hukum Presiden Jokowi secara pidana sebagaimama Polri saat ini tengah memproses pidana Rizieg Shihab.
Baca juga: Pengakuan Emi Laka, Warga Sikka yang Tunda ke Rumah Sakit demi Bertemu Jokowi: Saya Rindu Presiden
Di mata mereka, baik Rizieq Shihab maupun Presiden Jokowi sama-sama telah melakukan perbuatan yang menimbulkan kerumunan masa sehingga harus ada perlakuan yang sama di hadapan hukum, sesuai prinsip negara hukum.
Membandingkan dua kerumunan ini jelas berbeda dalam segala aspek, sehingga sulit ditemukan kesamaannya.
Karena itu sangat tidak fair, tidak jujur dan tidak pada tempatnya, jika ada kelompok yang menggeneralisir kasus kerumunan massa di Maumere dengan kerumunan massa Rizieq Shihab di Jakarta.
Lalu menuntut agar ada perlakuan yang sama. Ini tentu saja tidak fair, karena massa yang berkerumum pada saat Presiden Jokowi melintas di sepanjang jalan menuju ke Bendungan Napun Gete, adalah massa yang spontan, tidak terorganisir, tidak dalam satu asosiasi dan tidak konstan.
Spontanitas masa itupun hanya terjadi pada 2 (dua) titik lokasi, berasal dari warga perkampungan di sepanjang jalan yang dilalui Presiden Jokowi.
Tanpa direkayasa atau dikerahkan apalagi dikoordinir, sebagaimana terbukti dari jumlah masa yang berkerumun dalam jumlah kecil, berpakaian apa adanya, tanpa persiapan sapaan secara adat sebagaimana lazimnya orang Maumere menyambut kedatangan tamu negara.
Sedangkan pada kerumunan masa penjemput Rizieq Shihab, mereka adalah masa yang diorganisir, terasosiasi dalam FPI dan datang dari luar (Jakarta, Jawa Barat, Banten, Lampung dll), sebagaimana terbukti dari penggunaan atribut FPI dll.
Mereka menggunakan bus luar kota, berkerumun di Bandara Soekarno-Hatta dan di Petamburan, dalam jumlah sampai puluhan ribu.
Terkait tuntutan sejumlah pihak agar persoalan kerumunan di Maumere saat Presiden Jokowi meresmikan Bendungan Napun Gete, diproses hukum supaya ada persamaan di hadapan hukum, desakan itu hak setiap orang menuntut keadilan dan Polri atau siapapun tidak perlu menghalang-halangi mereka yang mau melapor.
Publik sudh cerdas dan bisa membedakan, mana peristiwa yang masuk dalam kualifikasi tindak pidana Kekarantinaan Kesehatan dan mana yang tidak.
Rizieq Shihab dkk dimintai pertanggung jawaban secara pidana oleh Kepolisian, oleh karena Rizieq Shihab dkk telah mengundang ribuan simpatisan, untuk hadir dalam resepsi pernikahan putrinya di Jalan Petamburan, Jakarta Pusat, pada 11 November 2020.
Sehingga, terjadilah kerumunan masa besar sehingga masuk dalam kualifikasi melanggar UU No. 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Hal berbeda terjadi dengan kerumunan masa di Maumere tanggal 23 Februari 2021. Protokol Istana dan Pemerintah Daerah Kabupaten Sikka, tidak mengundang bahkan melarang warga Maumere untuk menghadiri pengresmian Bendungan Napun Gete.
Terbukti tidak ada konsentrasi massa saat Presiden Jokowi tiba di Bandara Frans Seda, Waioti, hingga Bendungan Napun Gete, Maumere. Termasuk tidak ada kerumunan massa di sepanjang jalan sepanjang 50 km, kecuali secara sporadis di dua titik berbeda.
Presiden Jokowi dipastikan dalam perjalanannya tetap berada dalam protokoler kesehatan Pandemi Covid-19. Namun demikian Presiden Jokowi dan rombongan serta merta terjebak dalam jebakan masa spontanitas yang merapat ke tengah jalan.
Mereka menutup jalan sehingga mobil Presiden Jokowi dan rombongan mau tidak mau harus berhenti agar masa dapat melihat wajah Presiden Jokowi dari dekat.
Artinya perisitiwa kerumunan masa spontan di Maumere ini suatu "accident" atau setidak-tidaknya hanya sebuah "incident" kecil, yang hanya cukup memerlukan klarifikasi dari Pemda Sikka (Bupati dan Kapolres Sikka) selaku tuan rumah.
Ini agar permasalahannya menjadi jelas dan pihak-pihak yang berpandangan lain tidak lagi menggunakan kacamata kuda dalam melihat dan menggeneralisir kasus ini dengan kasus yang dihadapi Rizieq Shihab.
Polri harus bersikap tegas dan profesional dalam menghadapi gelombang Laporan Polisi yang bakal muncul.
Ada sebagian orang ingin melapor, hanya sekedar latah dan ingin memanfaatkan panggung untuk publisitas diri dan kelompoknya lantas menggunkan kacamata kuda dalam melihat peristiwa ini dan mencoba menutup mata terhadap kasus-kasus yang mendera Rizieq Shihab dengan pasal berlapis untuk beberapa tindak pidana.(*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.