Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Superskor

Inggris di Ambang Juara

Inggris selalu kalah dalam adu penalti. Inggris seperti dapat kutukan. Tapi itu cerita masa lalu

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Inggris di Ambang Juara
TRIBUN/DANY PERMANA
Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru Tantowi Yahya 

Oleh:

Tantowi Yahya

Duta Besar Indonesia untuk Selandia Baru dan negara kawasan Pasifik

LANGKAH Inggris untuk mengembalikan sepakbola ke tanah leluhurnya sampai semifinal kemarin berjalan mulus.

Lima kemenangan dan sekali seri yang didapat dalam perjalanan menuju final sangat mengesankan.

Dan bukan hanya itu, melesakkan 10 gol dan hanya kemasukan satu adalah data empirik yang meyakinkan, Inggris adalah kandidat terkuat juara Eropa 2021.

Di final, Inggris akan berhadapan dengan Italia yang perjalanan ke partai puncaknya juga impresif.

Berita Rekomendasi

Di bawah Roberto Mancini, striker andal pada masanya, Italia tampil lebih garang dengan pertahanan rapi yang menjadi ciri mereka selama ini.

Final Piala Eropa 2021 tanggal 2 Juli nanti dipastikan seru.

Kita akan disuguhkan pertandingan menarik antara tim dengan sepakbola terbuka dan menyerang berhadapan dengan tim bermental juara, jagonya bertahan dan serangan balik yang mematikan.

Baca juga: Isu Besar Dua Turnamen Akbar EURO 2020 dan Copa America 2021, Tuan Rumah Disorong Jadi Juara?

Pelatih Inggris Gareth Southgate (tengah) berbicara kepada para pemainnya selama pertandingan sepak bola semifinal UEFA EURO 2020 antara Inggris dan Denmark di Stadion Wembley di London pada 7 Juli 2021.
Pelatih Inggris Gareth Southgate (tengah) berbicara kepada para pemainnya selama pertandingan sepak bola semifinal UEFA EURO 2020 antara Inggris dan Denmark di Stadion Wembley di London pada 7 Juli 2021. (Catherine Ivill / POOL / AFP)

Setiap kali ikut Piala Eropa dan Piala Dunia, Inggris selalu masuk dalam tim unggulan juara.

Masyarakat sepertinya tersihir dengan nama-nama besar yang ada di dalam tim dan kehebatan klub-klubnya.

Banyak yang berharap Inggris kembali berjaya. Namun sayangnya ketika tampil sebagai tim nasional, Inggris selalu mengecewakan.

Diawali dengan kemenangan, kemudian seri, setelah itu kalah untuk kemudian tersingkir.

Kalaupun mampu melaju, Inggris selalu kalah dalam adu penalti. Inggris seperti dapat kutukan.

Baca juga: Inggris dan Italia Sama-sama Bermasalah, Mancini dan Southgate Putar Otak Benahi Hal Ini

Itulah cacatan buruk mereka selama ini. Namun itu sepertinya cerita masa lalu.

Belajar dari pengalaman, sejumlah kegagalan dan manajemen yang lebih baik, Inggris kali ini beda.

Dari pertandingan-pertandingan yang mereka lakukan, The Three Lions terlihat lebih siap, lebih lengkap, lebih tenang dan lebih kompak.

Trio Raheem Sterling, Harry Kane, dan Bukayo Saka terbukti padu dan produktif.

Kalvin Phillips, Declan Rice, Kieran Trippier, Mason Mount dan Jordan Henderson adalah ball winner sekaligus pengalir serangan yang efektif.

Pada lini pertahanan kwartet John Stone, Harry Macguire, Kyle Walker dan Luke Shaw adalah tembok tebal yang sulit ditembus.

Apa sesungguhnya yang membuat Three Lions kali ini lebih solid ?

Ini analisa sederhana saya.

Baca juga: Jebolan Timnas U-19 Indonesia Tembus Skuat Inti di Klub Korea Selatan

Para pemain Inggris merayakan gol penyeimbang mereka dalam pertandingan sepak bola semifinal UEFA EURO 2020 antara Inggris dan Denmark di Stadion Wembley di London pada 7 Juli 2021.
Para pemain Inggris merayakan gol penyeimbang mereka dalam pertandingan sepak bola semifinal UEFA EURO 2020 antara Inggris dan Denmark di Stadion Wembley di London pada 7 Juli 2021. (JUSTIN TALLIS / POOL / AFP)

Klub dan Kompetisi sebagai pilar

Kumpulan pemain-pemain hebat saja tidak akan menjadi tim kuat apabila tidak terdapat kemistri didalamnya.

Kemistri adalah kunci dan itu hasil dari proses kebersamaan yang terjalin lama.

Tidaklah mungkin membuat pelatnas jangka panjang di tengah ketatnya jadwal kompetisi klub.

Solusinya ada di klub-klub juara dimana pemain pribumi rutin bermain.

Pilar timnas itu adalah klub dan kompetisi.

Tim negara-negara yang dari waktu ke waktu berjaya seperti Brasil, Argentina, Spanyol, Belanda, Jerman dan Italia didukung oleh pemain-pemain pribumi dari dua atau tiga klub utama yang bermain dalam kompetisi yang teratur, ketat dan berkualitas.

Sadar atau tidak, Bayern Muenchen dan Dortmund adalah pilar timnas Jerman.

Ajax, PSV dan Feyenord adalah penyumbang pemain inti Tim Oranye. Spanyol akan selalu kuat selama 3 klub super ; Barcelona, Real Madrid dan Atletico berjaya.

Masih segar di ingatan kita ketika AC Milan, Inter dan Juventus lagi sangar-sangarnya di Eropa, Itali menjadi tim yang menakutkan.

Demikian juga di Amerika latin. Brazil menjadi digdaya karena dapat pasokan pemain dari 3 klub mereka yang bergantian juara kompetisi : Santos, Flamenco dan Sao Paulo.

Di Argentina, kehebatan dan kekompakan pemain-pemain River Plate dan Boca Juniors menyumbang kejayaan timnas untuk beberapa tahun lamanya.

Mundurnya prestasi klub-klub hebat, masuknya pemain impor yang mengantikan pemain pribumi serta hijrahnya pemain berbakat ke berbagai negara berimbas pada kekuatan timnasnya.

Brasil misalnya bukan lagi tim yang sulit dikalahkan setelah banyak pemain berbakatnya hijrah keluar negeri bermain di klub-tidak yang tidak lagi memainkan sepakbola ala Brasil.

Inggris sedang menikmati era emas dalam konteks di atas.

Klub-klub hebat seperti Manchester City, Manchester United, Chelsea, Liverpool dan Arsenal di beberapa musim belakangan ini mengandalkan banyak pemain Inggris pada posisi-posisi penting.

Mereka reguler bemain sebagai starter dan tidak jarang menjadi penentu kemenangan. Ini sangat membantu federasi dalam membangun timnas yang kuat.

Bermain di kompetisi ketat, keras dan panjang seperti di Eropah, klub mutlak memerlukan konsistensi dan daya tahan karena salah satu momoknya adalah keletihan dan cedera pemain.

Banyak klub yang grafik kemenangannya menurun dan gagal juara seiring dengan cederanya pemain-pemain utama.

Karenanya jumlah dan kwalitas pemain yang dimiliki adalah kuncinya. Ketika jumlah dan kwalitas pemain pengganti dan cadangan sama dengan pemain utama, klub itu akan sukses.

Di tangan pelatih lah siapa yang turun dan siapa yang di bangku cadangan. Federasi sepakbola Inggris (FA) patut berterima kasih kepada Pep Guardiola (City), Ole Gunnar Solkjaer (United), Thomas Tuchel (Chelsea) dan Mikel Arteta (Arsenal)yang terus mempercayakan pemain Inggris di tengah semakin menjamurnya pemain impor di klub mereka.

Team Work dan Ketenangan

Diperlukan kerjasama dan ketenangan untuk menang. Inggris di 6 pertandingan terdahulu telah menunjukkan itu.

Sebagai mantan back, Southgate tahu betul tentang pentingnya ketenangan, kordinasi dan saling pengertian antar pemain bertahan.

Atas nama itu, Southgate mengandalkan empat back dari dua klub juara ; Manchester City dan Manchester United. John Stone - Kyle Walker (City) dan Harry Maguire - Luke Shaw (United) adalah benteng kokoh yang sulit ditembus.

Hanya kebobolan satu gol dalam 6 pertandingan adalah bukti. Kwartet ini bermain solid yang membuat tugas Jordan Pickford sebagai penjaga gawang lebih mudah.

Dalam sepakbola, peluang dan ancaman berasal dari lapangan tengah. Tim yang menguasai lini berpotensi menang.

Kali ini Inggris bertabur bintang lapangan tengah yang menjadi andalan klubnya masing-masing seperti Kalvin Phillips (Leeds), Declan Rice (Westham), Kiera Trippier (Atletico Madrid), Mason Mount (Chelsea), Jordan Henderson (Liverpool).

Di posisi penyerang, selain Sterling, Kane dan Saka masih banyak penyerang-penyerang tajam lainnya seperti Marcus Rashford, Jack Grealish, Jadon Sancho dll.

Begitu mewahnya Southgate dalam stok pemain. Ia bisa bernafas lega ketika terjadi cedera karena pemain pengganti adalah juga pemain-pemain hebat.

Konsistensi

Mulusnya perjalanan Inggris tidak bisa dilepaskan dari keputusan FA untuk mempertahankan Gareth Southgate sebagai pelatih.

Sudah lumrah di sepakbola gonta ganti dan pecat memecat pelatih. Dan itu sesungguhnya tidak produktif.

Sepakbola itu bukan industri instan, perlu proses dalam rangka membangun kemistri. Ganti pelatih berarti ulang dari awal lagi.

Inggris tidak terjebak dalam kebiasaan buruk tersebut. Southgate dipertahankan dalam rangka menjaga ritme dan konsistensi.

Sebagaimana yang kita lihat di tangan Southgate, Inggris tidak lagi melulu memainkan formasi tradisional 4-4-2 dan kick and rush yang selama ini menjadi style mereka.

Inggris bisa bermain dalam berbagai formasi dan style karena dukungan pemain yang memadai.

Inggris berpeluang tapi…..

Di atas kertas Inggris unggul, peluang untuk mengangkat tropi sangat besar tapi sepakbola bukanlah matematika.

Semua serba mungkin. Itali adalah lawan yang tangguh.

Kordinasi dan mental juara menjadi modal mereka untuk meredam Inggris untuk kemudian kembali mengangkat tropi Juara Eropa. Untuk jadi juara Inggris harus unggul dalam 90 atau 120 menit.

Adu penalti akan menjadi malapetaka.

Ada 3 unsur di sepakbola yang sangat berpengaruh ; Kemampuan, Kekompakan dan Keberuntungan.

Inggris tidak pernah beruntung ketika adu penalti.

Selamat menyaksikan pertandingan hebat di final Piala Eropa 2021.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas