Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Palapa Ring Integrasi Wujudkan Tol Langit
Indonesia punya kendala yang tidak dimiliki Singapura, Thailand, Laos, Kamboja yang kawasannya tidak dibelah-belah laut.
Editor: Hendra Gunawan
Oleh Moch S Hendrowijono *)
NIATAN pemerintah melakukan transformasi digital seluruh kegiatan masyarakat Indonesia tidak mudah dilaksanakan. Padahal hasil survei ITU (International Telecommunication Union) tahun 2017, rangking Indonesia dalam indeks pengembangan Information and Communication Technology (ICT) atau Teknologi Informasi dan Komunikasi urutan ke 111 dunia.
Padahal kita memiliki lima operator telekomunikasi seluler yang katanya sudah merambah 92% populasi dengan jumlah nomor aktif lebih dari 400 juta tetapi masih kalah oleh Filipina dan Thailand, menang sedikit dibanding Kamboja dan Laos. Dari 271 juta warga negara Indonesia, masih ada 26,5 juta penduduk yang belum terjangkau fasilitas telekomunikasi, karena tinggal di daerah 3T (tertinggal, terdepan dan terluar).
Indonesia punya kendala yang tidak dimiliki Singapura, Thailand, Laos, Kamboja yang kawasannya tidak dibelah-belah laut. Negara kita terdiri dari 17.000 pulau lebih, dengan hutan, bukit, lembah dan gunung.
Baca juga: Sejak 2019, Proyek Palapa Ring Timur Mengalami 174 Kasus Vandalisme
Galumbang Menak, Direktur Utama PT Moratelindo, merasakan betul bagaimana sulitnya membangun di kawasan Indonesia Timur, terutama di Papua. “20 tahun saya tidak berdoa, tetapi ketika membangun di Papua saya tidak putus berdoa,” katanya di webinar tentang Tol Langit yang diselenggarakan Bakti Kominfo, Selasa (14/9/2021).
Beberapa karyawannya gugur di tengah hutan Papua, belum lagi anggota TNI yang membantu pengamanan proyek. Setiap saat ada saja peralatan yang dibangun, menara, repeater, BTS, solar sel, ditebang kelompok kriminal, dibakar, dihancurkan.
Ketika Moratel membangun jaringan telekomunikasi di atas gunung setinggi 4.000 meter lebih, karyawannya tidak optimal dalam bekerja. Kadar oksigen yang sangat tipis dan suhu udara sangat dingin membuat setiap dua jam mereka harus istirahat.
Bekerja di gunung tinggi, karyawan harus diantar-jemput helikopter, dan cuaca yang sering berubah menyebabkan tidak setiap waktu penjemputan bisa dilakukan. Tidak semua pilot heli berani terbang ke ketinggian tadi terutama jika cuaca tidak bersahabat.
Palapa ring integrasi
Moratel sudah menggelar dan memiliki jaringan serat optik (FO – fiber optic) sepanjang 70.000 kilometer di luar 9.000 kilometer lebih Palapa Ring Barat dan Timur. Palapa Ring Barat begitu terbangun langsung mendapat pelanggan, tetapi tidak sepenuhnya di daerah yang dihubungkan Palapa Ring Timur, karena kendala-kendala tadi.
Baca juga: Pemerintah Percepat Pemasangan Jaringan Fiber Optik Palapa Ring
Jaringan Palapa Ring, termasuk Palapa Ring Tengah, menjulur sepanjang 12.229 kilometer, 8.073 kilometer di antaranya merupakan sistem komunikasi kabel laut (SKKL). Terutama di kawasan tengah dan timur, kendala penggelaran kabel laut adalah dalamnya palung, yang bisa mencapai ribuan meter di bawah permukaan laut.
Ketiga juluran FO Palapa Ring tidak saling menyambung, dan Bakti (Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Komunikasi) Kominfo akan membangun 12.803 kilometer FO Palapa Ring Integrasi, 8.203 kilometer di darat, 3.880 kilometer digelar di laut. Jaringan ini akan tersambung ke ketiga palapa ring, menjadi bagian dari Tol Langit yang dideklarasikan pemerintah.
Menurut Direktur Utama Bakti, Anang Latif, biaya pembangunannya hampir sama dengan biaya pembangunan Palapa Ring, Rp 8,6 triliun, yang akan dikerjakan dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha. “Pengalaman pembiayaan dan pembangunan Palapa Ring membuat bank kini lebih mudah mengucurkan pinjaman modal,” katanya.
Pembangunan Palapa Ring Integrasi akan dimulai tahun depan dengan menggelar FO sepanjang 5.226 kilometer, fase dua di tahun 2023 sepanjang 6.857 kilometer. Pembangunan-pembangunan tadi, termasuk peluncuran satelit Satria1 yang merupakan satelit multifungsi HTS (High Throughput Satellite) pada tahun 2023, akan mempercepat 10 tahun pembangunan fasilitas ICT dari target semula.
Baca juga: Asuransi Jasindo Pastikan Klaim Satelit Palapa N1
Dari semua infrastruktur telekomunikasi seluler, F0 menjadi yang utama karena mampu menyediakan kapasitas yang sangat besar, dengan prasarana yang sangat kecil. Satu lembar FO dengan 144 core, bisa berkapasitas masing-masing sampai 100 giga, tidak ada tandingnya di antara kapasitas satelit, radio, gelombang mikro, apalagi kabel tembaga.
29 izin galian
FO menjadi prasarana utama penggelaran jaringan layanan generasi kelima (5G) yang butuh kapasitas sedikitnya 10 gigabyte (GB). Karenanya operator 5G mau tidak mau harus memiliki atau menyewa jaringan FO.
Saat ini di Indonesia sudah tergelar FO sepanjang 458.941 kilometer, 12.229 kilometer di antaranya berupa Palapa Ring dan sisanya 446.712 kilometer dibangun operator. Pembangunan jaringan FO masih terus dilakukan, tidak hanya oleh operator atau Bakti, walau kendala di lapangan tetap menjadi hambatan.
Kata Galumbang Menak, untuk membangun jaringan FO sepanjang 60 kilometer dari Jakarta ke Cikarang diperlukan 29 izin galian. “Tiap pemda yang dilewati mewajibkan adanya izin, di negara lain izin hanya dikeluarkan sekali, dari kementerian kominfonya,” ujarnya.
Di lapangan, satu jalur yang sama bisa ada lebih dari lima penyedia FO, bergelayut di beberapa tiang telepon merumpun di satu titik. Beda dengan Malaysia, BUMN-nya yang membangun ratusan ribu kilometer jaringan FO di seluruh negerinya, operator wajib menyewanya, tak ada gelaran kabel atau FO di sepajang sisi jalan.
Duplikasi yang terjadi di industri telko Tanah Air membuat biaya sosial yang ditanggung masyarakat menjadi terlalu tinggi. Antara lain karena ada keengganan operator melakukan bagi-bagi (sharing) infrastruktur.
Imbauan pemerintah supaya industri efisien dengan melakukan konsolidasi sehingga operator seluler menjadi paling banyak tiga, kurang direspons operator. Sikap pemerintah yang belum jelas menjadi halangan, dan aksi konsolidasi menimbulkan kekhawatiran sebagian spektrum akan diambil seperti ketika Axis diakuisisi XL Axiata.
Perintah Presiden Jokowi untuk melakukan transformasi digital pun, akhirnya terhambat oleh hal-hal yang sulit dilepaskan dari keengganan operator dan kepentingan daerah. ***
*) Moch S Hendrowijono adalah mantan wartawan Kompas, pengamat transportasi dan telekomunikasi