Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Kisah Inspiratif KH.Deni Rustandi, Merintis Darussalam Tasikmalaya & Pertahankan Kesederhanaan
Darussalam Tasikmalaya berdiri pada tahun 2007. Sebagai pimpinan pondok, Kiai Deni tidak diperkenankan membangun rumah.
Editor: Husein Sanusi
KH.Ahmad Deni Rustandi, Dari Kandang Ayam Membangun Peradaban Darussalam di Tasikmalaya
Oleh: H. Agus Maulana, Ketua Umum Forum Bisnis (Forbis) IKPM Gontor
TRIBUNNEWS.COM - Siang itu cuaca di Pondok Pesantren Darussalam, Rajapolah, Tasikmalaya, Jawa Barat cukup cerah. Semilir angin sepoi-sepoi muncul dari arah bebukitan yang berdiri kokoh di belakang area pergedungan pesantren. Hamparan sawah terpampang di depan pesantren yang berdiri di atas lahan wakaf seluas 21.000 m2.
Silaturahim saya ke Darussalam Tasikmalaya dalam rangka menjalin sinergi antar FORBIS dengan pondok-pondok alumni Gontor dalam rangka pemetaan potensi ekonomi pesantren dan diskusi apa yg bisa dilakukan kedepan.
Tiga jam perjalanan dari Bandung menuju Pesantren Darussalam, Rajapolah, Tasikmalaya, terobati lelahnya dengan suasana keindahan alam anugerah Sang Pencipta.
Seorang pria berperawakan tinggi besar dengan wajah ganteng terlihat cukup sibuk menyambut kedatangan kami. Terpancar dari wajahnya air muka penuh rona bahagia seperti menyambut saudara sekandung yang telah lama tak jumpa.
Dialah KH. Ahmad Deni Rustandi, selaku Pimpinan Pondok, beliau menyambut langsung kedatangan kami dengan hangat bersama dengan beberapa guru senior. Kesan pertama kali berinteraksi dengan Kiai Deni sangat jelas, beliau ini Kiai muda.
Pembawaan gesturnya energik dan supel. Someah khas orang sunda dengan tutur kata dan gestur tubuhnya yang selalu menaruh hormat kepada siapapun. Apalagi seniornya. Saya dan Kiai Deni hanya terpaut beberapa tahun angkatan lulus di Pondok Modern Gontor. Saya lulusan angkatan 92, Kiai Deni lulusan angkatan 98.
Kami lalu diajak masuk ke ruang terima tamu, sekaligus kantor Kiai Deni yang terlihat sederhana untuk ukuran seorang Kiai pesantren dengan jumlah ribuan santri. Tak ada yang istimewa di ruangan ini kecuali foto-foto kegiatan pondok yang melibatkan berbagai tokoh maupun ulama, baik lokal dan nasional. Foto-foto tersebut terpajang berderet rapi di dinding ruang tamu.
Tempat terima tamu ini sekaligus menggambarkan rumah tempat tinggal Kiai Deni bersama keluarga. Sebagai Pimpinan Pesantren, Kiai Deni tinggal di salah satu ruangan darurat yang menyatu dengan kamar santri, bersama kelima anaknya.
Diketahui, ternyata Kiai Deni sedang menjalankan sebuah amanah dari Maha Gurunya, KH. Abdullah Syukri Zarkasyi (Allahu Yarham) yang cukup berat. Darussalam Tasikmalaya berdiri pada tahun 2007. Sebagai pimpinan pondok, Kiai Deni tidak diperkenankan membangun rumah, kecuali setelah 15 tahun pondoknya berdiri. Itulah titah dari sang Kiai yang tanpa ditawar se-sen pun dan hingga kini masih dijalani Kiai Deni!
Kami ngobrol di ruang tamu tersebut dengan kursi dan meja yang sengaja ditata sedemikian rupa. Tampak sekali dari penataan ruangan tamu, tuan rumah sangat ahlan wa sahlan dengan siapapuan yang datang silaturrahmi. Meja-meja di hadapan tamu penuh dengan makanan ringan dan buah-buahan, beginilah khas para Kiai yang mengamalkan ajaran nabi Muhammad SAW tentang “Ikromu Duyuf”.
Tiba saatnya makan siang, kami dipersilahkan makan bersama dengan hidangan sayur lodeh. Soal rasa jangan tanya, gurih dan maksyus banget. Sayur lodeh khas pesantren, yang ternyata juga menu makan santri hari itu. Kiai Deni ketahuan lagi sedang mengaplikasikan ajaran Kiai Gontor, “apa yang dimakan santri itu juga yang dimakan Kiai”.
Khas Gontory ala Darussalam Tasikmalaya sangat terasa di Pesantren Pimpinan Kiai Muda satu ini. Ajaran dan nilai Gontor, kesederhanaan dan ukhuwah Islamiyah dipraktekkan dengan sangat epik oleh Kiai Deni.