Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Gus Irwan, Pejuang Toleransi yang Santun dan Kuat Literasinya
Gus Irwan memandang masalah tasamuh baina al-adyan atau toleransi antaragama itu.
Editor: Husein Sanusi
Jadi, meski sejarah keluarga Gus Irwan terhubung dengan Kesultanan Yogyakarta, mereka enggan disapa raden. Gelar kebangsawanan itu tidak lebih berarti ketimbang menjadi menusia bermanfaat melalui pesantren dan pendidikan. Di Luar dunia pengajaran, ia tergabung dengan komunitas pecinta montor clasik, yaitu vespa tua dan honda CB. Bukti, bahwa ia menempatkan dirinya pada kaum abangan.
Gus Irwan, pengasuh Assalifiyah II yang toleran dan inspiratif ini lahir pada 18 Maret 1983 di Mlangi, Yogyakarta. Ayahnya, KH. Suja’i Masduki, dan ibunya, Hj Nasyiah, mendidik putranya dengan cukup keras. Mereka menerapkan pola kedisiplinan dalam pembelajaran, khususnya untuk tujuan pembacaan serta pemahaman kitab kuning.
Gus Irwan pun memiliki semangat belajar yang tinggi. Ia nyantri di Pesantren Tegalrejo, Magelang (1994-1997). Di sana, banyak menghatamkan kitab, serta merasa bersyukur pernah mengalami takziran yang berkesan serta memperkuat mental, misalnya takziran karena disiram air comberan.
Selepas dari Tegalrejo, Gus Irwan melanjutkan ke Pesantren Liboyo, Kediri (1998-2004). Rasa haus belajar membawanya terbang ke Mesir untuk mendapatkan gelar sarjana. Ia memilih Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar, Kairo, pada tahun 2005 hingga 2009.
Menjadi sarjana agama lulusan Mesir belum memuaskan keinginannya untuk terus menggali ilmu. Magisternya di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta ia tamatkan tepat waktu, dalam dua tahun (2010-2012). Kini ia tengah berkutat dengan disertasinya untuk meraih gelar Doktor di Universitas Islam Indonesia.
Aktif dalam organisasi menjadi penyeimbang aktivitas akademik Gus Irwan. Ia pernah menjadi Ketua Bahtsul Masail Aliyah Lirboyo (2003) dan Koordinator Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PCINU Mesir ( 2005-2009)
Ia juga menjadi Pemimpin Umum Jurnal Quranic Studies PCINU Mesir (2008) dan anggota Center for Moderate Moslem (CMM) Kairo (2007-2008). Saat ini ia juga mendapat amanah sebagai ketua Aswaja Center Pengurus Wilayah NU DIY.
Buku yang ditulis Gus Irwan, di antaranya Suluk Sufi Ulama Keraton Yogyakarta; Ajaran Kyai Nur Iman; Kontekstualisasi Turats; Akidah Kaum Sarungan; Maqashid Syariah; Liberasi Abad Kegelapan: Potret Ulama Raksasa Skolastik yang Terlupakan; dan Rekonstruksi Disiplin Keilmuan Islam.
Gus Irwan juga terus istiqomah menulis mengenai isu-isu toleransi. Satu di antaranya adalah Berislam Secara Toleran: Teologi Kerukunan Umat Beragama, Ketika Non Muslim Membaca Al-Quran. Kegiatan lain adalah menggandeng pemuda dan tokoh lintas agama untuk menyuarakan toleransi, dengan menggagas The City of Tolerance atau Kota Toleransi, pada 2012.
Gerakan-gerakan ini mengedepankan keanekaragaman budaya yang memiliki tujuan di kampung-kampung Yogyakarta yang dianggap rawan terhadap kasus intoleransi dan gesekan antaragama, dan Gus Irwan adalah salah satu pemuda dari jalur pesantren yang memiliki literasi kuat dan membawa spirit perdamaian. Wallahu'alam Bishawab.
*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.*