Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Gus Irwan, Pejuang Toleransi yang Santun dan Kuat Literasinya

Gus Irwan memandang masalah tasamuh baina al-adyan atau toleransi antaragama itu.

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Gus Irwan, Pejuang Toleransi yang Santun dan Kuat Literasinya
Istimewa
KH. Imam Jazuli, Lc. MA, alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015. 

Gus Irwan, Pejuang Toleransi yang Santun dan Kuat Literasinya

*Oleh KH. Imam Jazuli Lc., MA.

TRIBUNNEWS.COM - 22 Januari 2022 lalu kami kedatangan tamu dari kawan-kawan Payoga (Paguyuban Alumni Al-Azhar Yogyakarta), banyak kenangan yang menarik selama kurang lebih dua hari membersamai mereka. Organisasi ini memang dikenal sangat guyup meski anggotanya bermacam-macam latar belakang almamater dan Ormas.

Kami tahu itu dari dekat dan menjadi saksi keguyupan mereka, saat itu kebetulan kami sekeluarga sedang berlibur di Yogyakarta, pada saat yang sama Payoga sedang ada acara suksesi pengurus lama (ketuanya Kiai Aguk Irawan) ke ketua baru yang terpilih, yaitu Gus Irwan Masduqi. Jadi kami sempatkan silaturahmi dan gabung, karena tempat kami menginap tidak jauh dari mereka. Sekali lagi, kesan guyup dan kompaknya mereka luar biasa.

Kembali pada kesan kedatangan tamu dari Pengurus Payoga itu, kami sempatkan ngobrol santai dengan mereka, terutama dengan Gus Irwan, adik kelas saya di Lirboyo dan Al-Azhar itu, saat sedang mengendarai mobil offroad mendaki puncak Gunung Cermai.

Meski sekedar candaan, bicara Gus Irwan cukup berisi. Katanya, "Jika masih membid'ahkan orang, berarti ia ekstrimis, sebab sunni menghargai perbedaan. Karena itu yang masih beristri satu, berarti ekstrimis, sebab dia belum teruji dengan perbedaan.." Katanya sambil ia berkelekar.

Sepanjang perjalanan mendaki puncak Cermai, kami memang sering bercanda seputar poligami dan itu ujung-ujungnya pasti ger-geran, karena kami sebenarnya disatukan dengan nasib yang sama, yaitu suami takut istri.

Berita Rekomendasi

Ya Gus Irwan, selain sebagai pengasuh pesantren Assalafiyah 2 Mlangi, pesantren yang kaya prestasi itu, ia memang dikenal sebagai pejuang toleransi. Saking dianggap tolerannya, ia pernah mengalami ancaman yang luar biasa, diantaranya pesantrennya pernah akan dibakar masa intoleran pada tahun 2012.

Karena itu, menurutnya, berislam dan bertasamuh itu satu paket, karena Islam adalah agama samhah (tolerans). Kenapa demikian, sebab faktanya adalah secara fitrah manusia itu beragam. Maka berwacana islam moderat (washatiyah) tanpa bisa toleransi pada perbedaan itu omong kosong.

Lebih jauh, Gus Irwan memandang masalah tasamuh baina al-adyan atau toleransi antaragama itu, mengacu pada kitab-kitab kuning yang dipelajari di pesantren. Karena, dalam kitab tafsir, banyak sekali ayat Al-Qur’an maupun Hadis yang spiritnya adalah menghargai perbedaan.

Menurutnya lagi, Rasulullah dalam tugasnya juga memberikan kabar baik dan peringatan dari Allah SWT. Tidak pernah beliau memaksa orang-orang untuk beragama Islam. Jadi dalam konsep Islam, saya kira itu sudah jelas, paparnya.

Rujukan Hadis, misalnya dalam kitab Shahih Bukhari, diterangkan bahwa suatu hari Rasulullah Saw. berdiri menghormati jenazah seorang Yahudi yang lewat di hadapannya. Para sahabat lantas bertanya kepada Rasulullah. Nabi kemudian menjawab, “Bukankah ia juga manusia?”

Tegasnya, sesama manusia harus saling menghormati, apalagi orang itu telah meninggal dunia. Yang ditonjolkan oleh Nabi Saw. adalah aspek kemanusiaan, bukan aspek keyakinannya. Itu sebabnya Gus Irwan sering tampil menjadi tokoh muda NU yang terus memperkenalkan toleransi dan sikap terbuka dalam menerima perbedaan.

Hal lain yang menarik dari Gus Irwan adalah, meski ia secara silsilah masih keturunan raja Jawa HB I (darah biru) dan keturunan habaib (Kiai Nur Iman) sama sekali ia tak pernah menampilkan dirinya sebagai ningrat yang habaib, ia begitu rendah hati dan santun. Senior dan yunior ia amat hormati. Penulis sendiri sering di buat kikuk dan salting oleh Gus Irwan, bagaimana tidak, tiap bertemu selalu saja membungkuk dan berusaha mencium tangan, padahal penulis bukan siapa-siapa hanya lebih tua umur saja, sungguh ketawaduan yang luar biasa, Jarang sekali penulis menemukan seorang Gus apalagi plus keturuan Raja yang ketawaduanya seperti Gus Irwan.

Jadi, meski sejarah keluarga Gus Irwan terhubung dengan Kesultanan Yogyakarta, mereka enggan disapa raden. Gelar kebangsawanan itu tidak lebih berarti ketimbang menjadi menusia bermanfaat melalui pesantren dan pendidikan. Di Luar dunia pengajaran, ia tergabung dengan komunitas pecinta montor clasik, yaitu vespa tua dan honda CB. Bukti, bahwa ia menempatkan dirinya pada kaum abangan.

Gus Irwan, pengasuh Assalifiyah II yang toleran dan inspiratif ini lahir pada 18 Maret 1983 di Mlangi, Yogyakarta. Ayahnya, KH. Suja’i Masduki, dan ibunya, Hj Nasyiah, mendidik putranya dengan cukup keras. Mereka menerapkan pola kedisiplinan dalam pembelajaran, khususnya untuk tujuan pembacaan serta pemahaman kitab kuning.

Gus Irwan pun memiliki semangat belajar yang tinggi. Ia nyantri di Pesantren Tegalrejo, Magelang (1994-1997). Di sana, banyak menghatamkan kitab, serta merasa bersyukur pernah mengalami takziran yang berkesan serta memperkuat mental, misalnya takziran karena disiram air comberan.

Selepas dari Tegalrejo, Gus Irwan melanjutkan ke Pesantren Liboyo, Kediri (1998-2004). Rasa haus belajar membawanya terbang ke Mesir untuk mendapatkan gelar sarjana. Ia memilih Fakultas Ushuluddin di Universitas Al-Azhar, Kairo, pada tahun 2005 hingga 2009.

Menjadi sarjana agama lulusan Mesir belum memuaskan keinginannya untuk terus menggali ilmu. Magisternya di UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta ia tamatkan tepat waktu, dalam dua tahun (2010-2012). Kini ia tengah berkutat dengan disertasinya untuk meraih gelar Doktor di Universitas Islam Indonesia.

Aktif dalam organisasi menjadi penyeimbang aktivitas akademik Gus Irwan. Ia pernah menjadi Ketua Bahtsul Masail Aliyah Lirboyo (2003) dan Koordinator Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) PCINU Mesir ( 2005-2009)

Ia juga menjadi Pemimpin Umum Jurnal Quranic Studies PCINU Mesir (2008) dan anggota Center for Moderate Moslem (CMM) Kairo (2007-2008). Saat ini ia juga mendapat amanah sebagai ketua Aswaja Center Pengurus Wilayah NU DIY.

Buku yang ditulis Gus Irwan, di antaranya Suluk Sufi Ulama Keraton Yogyakarta; Ajaran Kyai Nur Iman; Kontekstualisasi Turats; Akidah Kaum Sarungan; Maqashid Syariah; Liberasi Abad Kegelapan: Potret Ulama Raksasa Skolastik yang Terlupakan; dan Rekonstruksi Disiplin Keilmuan Islam.

Gus Irwan juga terus istiqomah menulis mengenai isu-isu toleransi. Satu di antaranya adalah Berislam Secara Toleran: Teologi Kerukunan Umat Beragama, Ketika Non Muslim Membaca Al-Quran. Kegiatan lain adalah menggandeng pemuda dan tokoh lintas agama untuk menyuarakan toleransi, dengan menggagas The City of Tolerance atau Kota Toleransi, pada 2012.

Gerakan-gerakan ini mengedepankan keanekaragaman budaya yang memiliki tujuan di kampung-kampung Yogyakarta yang dianggap rawan terhadap kasus intoleransi dan gesekan antaragama, dan Gus Irwan adalah salah satu pemuda dari jalur pesantren yang memiliki literasi kuat dan membawa spirit perdamaian. Wallahu'alam Bishawab.

*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.*

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas