Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Polemik Penjabat Kepala Daerah Bupati dan Wali Kota di Maluku Utara
Dimana pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri menunjuk orang di luar dari yang di rekomendasikan Gubernur Maluku Utara.
Editor: Hasanudin Aco
Oleh: Sumarlin Maate, S.Sos, S.H.,M.H
Praktisi Hukum dan Akademisi
TRIBUNNEWS.COM - Mencermati berbagai polemik atas rekomendasi gubernur terkait dengan pengusulan gubernur terhadap penjabat kepala daerah bupati dan wali kota yang masa jabatannya berakhir 2022-2023 terus mengundang reaksi publik.
Kewenangan sesuai Pasal 201 Ayat 9, Ayat 10 dan Ayat 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang mana penjabat gubernur akan diajukan ke Mendagri lalu dipilih langsung presiden.
Sedangkan untuk bupati atau wali kota diusulkan gubernur dan dipilih oleh Mendagri.
Dari aspek konstitusi proses tersebut berjalan namun berbanding terbalik dengan daerah Maluku Utara.
Dimana daerah tersebut turut memberikan kontribusi terhadap negara cukup signifikan yaitu pertumbuhan ekonomi diangka 27 persen dan inflasi terendah secara nasional.
Baca juga: Bima Arya: Idealnya Pemerintah Pusat Tunjuk Sekda untuk Menjadi Penjabat Kepala Daerah
Namun dalam perkembangannya justru kontribusi tersebut negara tak memiliki keseriusan atas kinerja Gubernur Maluku Utara dalam mengawal agenda-agenda strategis utamanya dalam aspek ekonomi.
Hal ini idealnya pemerintah pusat harus memberi rewoard atas sederet prestasi yang dicapai oleh Gubernur Maluku Utara KH. Abdul Gani Kasuba, Lc.
Prestasi ini tentunya diperoleh atas kerja keras seluruh elemen di Provinsi Maluku Utara namun disayangkan pemerintah pusat seolah memberi punishment dan berbanding terbalik dengan apa yang diucapakan oleh Presiden Republik Indonesia Joko Widodo pada forum Rapat Nasional Investasi 2022.
Mestinya keberhasilan ini akan terus dijadikan tolak ukur pemerintah pusat dalam menetapkan segala keputusan tentang Maluku Utara.
Pemerintah pusat harus selalu mempertimbangkan hasil koordinasi antara gubernur dan pemerintah pusat agar keberhasilan diatas tidak sekdar ucapan politik semata namun dapat terus dipertahankan demi kemajuan daerah dan negara Indonesia pada umumnya.
Situasi tersebut dapat dilihat dimana Gubermur Maluku Utara dalam mengusulkan Pj Bupati Morotai.
Dimana pemerintah pusat melalui Menteri Dalam Negeri menunjuk orang di luar dari yang di rekomendasikan Gubernur Maluku Utara.
yang akan berakhir pada tanggal 23 Desember 2022 yang beredar SK Mendagri Nomor 100.2.1.3-6272 Tahun 2022 tentang Pengangkatan Penjabat Bupati Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara,
Belakangan Kabupaten Halmahera Tengah yang juga merupakan daerah sangat strategis menjadi penyanggah perekonomian negara lagi-lagi rekomendasi usulan Gubernur Maluku Utara untuk mengisi masa jabatan Bupati Halmahera Tengah justru nama yang sama sekali tidak diusulkan yang diangkat.
Hal itu dilihat melalui SK yang beredar yang mana dalam SK tersebut tercantum atas nama Ir. Ikram Malan Sangadji, M.Si yang diusulkan namun terkesan pemerintah pusat mempermainkan Gubernur Maluku Utara.
Masa jabatan yang akan berakhir pada tanggal 23 Desember 2022 yang beredar SK Mendagri Nomor 100.2.1.3-6272 Tahun 2022 tentang Pengangkatan Penjabat Bupati Halmahera Tengah Provinsi Maluku Utara.
Secara konstitusional justru langkah pemerintah pusat akan mengakibatkan minimnya trush atau kepercayaan publik terhadap gubernur dikarenakan secara nasional kepimpinannya berhasil menjadikan Maluku Utara sebagai kawasan industri dan menjadi daerah cukup berkontribusi untuk bahan baku baterai litium.
Hanya saja usulan gubernur untuk mengawal agenda negara justru kandas dalam hegomoni struktural negara melalui pemerintah pusat lewat dicekalnya dua rekomendasi
Gubernur Maluku Utara Untuk menjadi Penjabat Bupati Morotai dan Penjabat Bupati Halmahera Tengah.
Dari polemik diatas, terkesan fungsi koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah mengalami ketidakharmonisan.
Kondisi tersebut akan sangat mempengaruhi masa depan daerah dalam meningkatkan stabilitas politik, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan.
Padahal dari segala polemik tentang penjabat kepala daerah secara konstitusional adalah spirit otonomi daerah dengan tujuan pemenuhan fungsi negara pada aspek keadilan dan pemerataan ekonomi.
Sehingga dalam perkembangannya otonomi daerah justru hanya menjadi ruang untuk menghidupkan Kembali sentralisme dan oligarki pemerintah pusat terhadap daerah.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.