Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Dubes Maroko yang Religius dan Secuil Kisah Perjalanan yang Menakjubkan

Pak Dubes Hasrul Azwar sejak pertama kali tiba di Maroko, punya ritual yang menakjubkan. Tiap shalat magrib dan subuh, beliau selalu shalat berjamaah.

Editor: Husein Sanusi
zoom-in Dubes Maroko yang Religius dan Secuil Kisah Perjalanan yang Menakjubkan
Dokumen Pribadi KH. Imam Jazuli.
Pengasuh Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon, K.H. Imam Jazuli, dan rombongan bersama Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Maroko, Hasrul Azwar, di Maroko, Jumat (23/12/2022). 

Dubes Maroko yang Religius dan Secuil Kisah Perjalanan yang Menakjubkan

Catatan Perjalanan KH. Imam Jazuli Lc., MA

TRIBUNNEWS.COM - Ketika bangun menjelang pagi saya buka HP. Ups... Sudah ada WA dari Staf Dubes RI untuk Maroko, Mohammad Nuruddin, : " Pak Kyai, Beliau ingin mengajak bapak untuk shalat subuh berjamaah di salah satu Masjid kota Rabat". Sayapun menjawab ; " Siap", memang selama seminggu ini kami tinggal di Wisma Dubes Maroko sebagai Tamu.

Jangan heran, saat itu waktu shalat subuh di Rabat memang sekitar jam 7.00 pagi dan seperti anda ketahui, Bapak Drs. H. Hasrul Azwar, beliau adalah Duta Besar Maroko mulai 2019 adalah santri tulen, alumni IAIN Sumatera, politikus senior PPP dan pernah menjadi anggota Dewan selama tiga periode. Maka wajar orangnya sangat berpengalaman, berwawasan luas dan santun. Tidak cukup santun, tapi juga sangat religius.

Menurut sopirnya yang pagi itu membawa kami ke suatu Masjid. Tentu saja tanpa sepengetahuannya -- Pak Dubes Hasrul Azwar sejak pertama kali tiba di Maroko, punya ritual yang menakjubkan. Tiap shalat magrib dan subuh, beliau selalu shalat berjamaah di suatu Masjid yang berbeda-beda.

Seperti biasanya, beliau menjelajah tiap mesjid kota Rabat yang banyak penghafal al-Quran, disana sambil sembunyi-sembunyi, tiap subuh beliau sedekah makanan -Roti- untuk para penghapal al-Quran. Begitu ritualnya setiap hari, setiap pagi. Pantas sekali beliau punya banyak kenalan di Maroko ini. Setiap subuh bahkan solat Jumat menemani beliau, saya menyaksikan beliau sangat akrab dengan jamaah Mesjid yang berbeda-beda itu.

Baca juga: Secuil Kisah Pertemuan, Dubes Maroko dan Menu Sarapan yang Lezat

Apa yang dilakukan oleh Pak Dubes ini mengingatkan saya akan buku The Republik yang ditulis Plato. Jauh berabad-abad silam itu ia mengingatkan, bahwa salah satu kriteria atau syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin itu disandarkan kepada kekuatan nafs atau jiwa dan religiusnya, dan tidak kembali pada "jasad" manusia.

Berita Rekomendasi

Sebab jiwa inilah yang nantinya bagi Plato akan terus menuntun sikap pemimpin dalam empat kebajikan pokok yang sepanjang masa dibutuhkan, yakni memiliki pengendalian diri, keberanian, kearifan dan keadilan.

Oleh karena itu, masih menurut Plato, terdapat sejumlah indikator yang muncul dari seorang pemimpin yang religius. Pertama, seorang pemimpin religius fungsinya adalah melayani kepentingan mereka yang dipimpinnya. 

Kedua, orientasinya adalah bukan untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan golongan. Tetapi justru untuk kepentingan publik yang dipimpinnya. Ketiga, seorang pemimpin religius memiliki keinginan yang kuat untuk meningkatkan kesejahteraan orang-orang yang dipimpinnya.

Pendapat Plato ini juga diperkuat oleh Danah Zohar, penulis buku Spiritual Intelligence: SQ the Ultimate Intelligence, salah satu tolok-ukur kecerdasan spiritual seseorang adalah kepemimpinan religius yang melayani (servant leadership).

Menurutnya, tanda bagi seorang yang jiwanya matang adalah sikap religius yang tidak semata-mata untuk pemenuhan kebutuhannya sendiri secara ego, tapi sikap religius yang punya empati-sosial dan memiliki kasih- sayang, serta perhatian kepada orang lain. Dalam konteks pemimpin ini, tentu kepada yang dipimpinnya.

Kasih sayang itu mewujud dalam bentuk pemenuhan akan kebutuhan, kepentingan, impian, dan harapan dari mereka yang dipimpinnya. Seorang pemimpin yang religius memiliki hati yang melayani dan penuh tanggung jawab. Substansinya, seluruh perkataan, pikiran, dan tindakannya dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakatnya.

Oleh karenanya, dalam suatu penelitian, mengindikasikan pemimpin–pemimpin dunia yang berhasil membawa ke puncak pencapaian. Biasanya adalah pemimpin religius yang ditandai dengan memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi.

Para pemimpin ini adalah orang–orang yang memiliki kompetensi, integritas, terbuka, mampu menerima kritik, rendah hati, dan wawasan keagamaan yang luas. Selain itu, juga selalu berusaha melakukan yang terbaik baik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang-orang yang dipimpinnya.

Maka saya membayangkan alangkah beruntungnya masyarakat Indonesia yang punya Dubes seperti Pak Hasrul Azwar. Penulis membayangkan, seandainya para pejabat kita di Indonesia seperti bapak Dubes ini tentulah keadilan dan kesejahtraan sosial yang diimpikan bersama sejak hari pertama pekik kemerdekaan akan segera terwujud.

Kembali ke soal pengalaman yang penulis dapat ketika membersamai Pak Dubes menjelajah dari Masjid ke Masjid di kota Rabat ini. Masyarakat Maroko ternyata punya tradisi yang unik. Selepas jamaah subuh mereka berkumpul ke depan membaca dan melafalkan satu hizb (setengah juz) secara bersama-sama.

Jika satu hizb dibaca setiap selesai jamaah subuh dan magrib itu berarti setiap bulan mereka khatam al-Quran. kareana al-Quran terdiri dari 60 hizb. Ini pelajaran penting yang bisa ditiru bersama di Indonesia. Selain itu, di luar dugaan ternyata kebanyakan jamaah memang sudah hafal al-Quran.

Menurut pak Dubes, empat puluh persen masyarakat Maroko itu hafal al-Quran, dan itu penulis buktikan sendiri, jamaah tua-muda sudah begitu lancar dan fasih ketika membaca hizb demi hizb itu pada semua Masjid. Atas fenomena ini Pak Dubes lalu menyimpulkan; nuzila Qur'an fi hijaz, quria fi masri wa khufidlo fi Maroko (Alquran diturunkan di Hijaz, dikaji di Mesir dan dijaga di Maroko)

Oh iya, penduduk daerah Maroko mayoritas bermadzhab Maliki, maka tidak aneh jika Qiraah dan Rasm Mushaf yang mereka pakai adalah riwayat Imam Warsy dari Imam Nafi', Imam Qiraah di Madinah Al Munawwarah. Imam Malik radhiyallahu 'anhu juga membaca dengan riwayat Imam Nafi' ini. Jadi tidak mengherankan bacaan dan tulisan qur"annya agak berbeda dengan di Indonesia yang menggunakan qiroat "Asim, riwayat Hafs. Wallahu'alam Bishawab.

*Penulis adalah Alumni Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri; Alumni Universitas Al-Azhar, Mesir, Dept. Theology and Philosophy; Alumni Universiti Kebangsaan Malaysia, Dept. Politic and Strategy; Alumni Universiti Malaya, Dept. International Strategic and Defence Studies; Pengasuh Pondok Pesantren Bina Insan Mulia, Cirebon; Wakil Ketua Pimpinan Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyah (Asosiasi Pondok Pesantren se-Indonesia); Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Periode 2010-2015.

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas