Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
Perilaku Kolektif dan Fenomena FOMO di Balik Antusiasme Timnas U-23
Kesuksesan Timnas Indonesia U-23 bukan hanya prestasi atletik; ini adalah fenomena sosial yang lebih dalam.
Editor: Dodi Esvandi
Setiap kemenangan Timnas Indonesia U-23 bukan hanya kemenangan di lapangan, melainkan juga pesta kolektif di mana kita semua—tanpa terkecuali—dipanggil untuk menjadi bagian dari momen bersejarah ini. Kita tak ingin ketinggalan, karena setiap detiknya adalah sejarah yang kita ukir bersama" (Geofakta Razali)”
Di sebuah kafe kecil di sudut Jakarta, layar televisi yang tergantung di dinding menunjukkan adegan yang telah menjadi ikon: Timnas Indonesia U-23 merayakan kemenangan gemilang yang telah mengantarkan mereka ke semifinal Piala Asia U-23 2024.
Di sekitar meja, secangkir kopi dingin terlupakan, mata tertuju pada layar, tangan terangkat mengudara, dan sorakan meriah bergema serempak.
Ini bukan sekadar kemenangan di lapangan hijau; ini adalah momen ketika jutaan hati berdetak bersamaan, terjalin oleh rasa bangga dan kebersamaan.
Artikel ini tidak bermaksud untuk mengurangi euforia atau kebanggaan atas prestasi tim, tetapi lebih untuk membuka diskusi tentang bagaimana kita, sebagai masyarakat, mengalami dan berpartisipasi dalam fenomena sosial besar.
Perlu untuk menilai kembali motivasi kita mengikuti setiap detik dari permainan, dan lebih mengutamakan keseimbangan antara keinginan untuk 'tidak ketinggalan' dan kebutuhan untuk menikmati momen secara sehat.
Dengan begitu, dukungan kita terhadap Timnas U-23 bisa menjadi lebih bermakna dan kurang membebani, baik secara emosional maupun sosial.
Bukan Histeria Massa dan Media Panic
Kesuksesan Timnas Indonesia U-23 bukan hanya prestasi atletik; ini adalah fenomena sosial yang lebih dalam.
Bukan histeria massa yang tidak berdasar atau kepanikan yang digembar-gemborkan media, melainkan manifestasi dari perilaku kolektif—sebuah gerakan luas di mana setiap individu merasa menjadi bagian dari narasi yang lebih besar.
Sepak bola tidak hanya sekadar permainan; bagi banyak orang, ini adalah perayaan kolektif yang menggambarkan identitas nasional dan kebanggaan.
Ketika Timnas U-23 berlaga, ada gelombang antusiasme yang meluas tidak hanya di stadion, tapi juga di ruang-ruang virtual, dari media sosial hingga diskusi-diskusi online.
Namun, di balik dukungan yang masif ini, tersembunyi fenomena psikologis yang menarik namun seringkali tidak disadari, yaitu Fear of Missing Out (FOMO).
FOMO, atau rasa takut ketinggalan, adalah dorongan psikologis yang memotivasi seseorang untuk tetap terhubung dengan apa yang orang lain alami, dan ini menjadi sangat kuat dalam konteks peristiwa olahraga besar.
FOMO mendorong penggemar untuk secara aktif berpartisipasi dalam setiap percakapan, menyaksikan setiap pertandingan, dan mengikuti setiap update terkait tim, tidak hanya untuk menikmati permainan, tetapi juga untuk menghindari rasa terisolasi dari komunitas mereka.
Ini adalah contoh klasik dari perilaku kolektif yang dipicu oleh media sosial dan kebutuhan untuk menjadi bagian dari narasi yang lebih besar.
Fenomena FOMO tidak hanya mempengaruhi para penggemar berat, tetapi juga mereka yang mungkin kurang mengerti atau bahkan tidak tertarik dengan sepak bola sebelumnya.
Banyak orang terdorong untuk ikut serta dalam euforia kolektif ini, terutama melalui media sosial, seringkali tanpa pemahaman mendalam tentang permainan itu sendiri.
Ini menciptakan gelombang keikutsertaan yang instan, di mana keinginan untuk tidak terlewatkan menjadi lebih penting daripada substansi sebenarnya dari apa yang dirayakan.
Ketika Timnas Indonesia U-23 berhasil meraih kemenangan penting yang mengantarkan mereka ke semifinal Piala Asia U-23 2024, fenomena FOMO (Fear of Missing Out) terlihat jelas dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Berikut adalah beberapa contoh nyata yang menggambarkan bagaimana FOMO dalam perilaku kolektif:
1. Media Sosial yang Membara
Segera setelah kemenangan Timnas, media sosial dibanjiri oleh update, posting, dan tweet yang merayakan kemenangan.
Banyak pengguna merasa perlu untuk berpartisipasi dalam percakapan ini, tidak ingin ketinggalan dalam berbagi kegembiraan dan komentar mereka.
Unggahan mencakup segala hal dari foto-foto pemain di lapangan, meme yang lucu, hingga video momen kemenangan yang direkam langsung dari layar TV.
Hal ini menciptakan sebuah lingkaran di mana setiap pengguna ingin terlihat aktif dan terlibat dalam euforia bersama.
2. Pembelian Merchandise
Mengikuti kemenangan, penjualan merchandise resmi tim, seperti jersey, syal, dan barang-barang kenang-kenangan lainnya, melonjak drastis.
Penggemar berbondong-bondong membeli merchandise ini untuk menunjukkan dukungan mereka dan sebagai simbol partisipasi mereka dalam kesuksesan tim.
Ini bukan hanya tentang mendukung tim; ini tentang memiliki bagian fisik dari kesuksesan mereka, sebuah cara untuk tidak ketinggalan dalam menunjukkan semangat nasionalisme.
3. Viewing Parties
Untuk pertandingan semifinal berikutnya, banyak kafe dan restoran menyelenggarakan viewing parties.
Ini menjadi sangat populer karena orang-orang tidak ingin ketinggalan kesempatan untuk menyaksikan pertandingan dalam atmosfer yang meriah dan kolektif.
Orang-orang yang mungkin biasanya tidak menonton sepak bola menjadi tertarik untuk bergabung dengan keramaian dan menjadi bagian dari pengalaman bersama yang besar ini.
4. Diskusi di Tempat Kerja dan Sekolah
Di hari-hari berikutnya, kemenangan Timnas menjadi topik pembicaraan utama di banyak tempat kerja dan sekolah.
Karyawan dan siswa berbagi pendapat dan analisis mereka tentang permainan, mendiskusikan strategi dan pemain kunci.
FOMO mendorong mereka yang mungkin tidak menonton pertandingan secara langsung untuk cepat-cepat mencari tahu hasilnya dan detail pertandingan sehingga mereka bisa ikut serta dalam percakapan ini dan tidak merasa ditinggalkan.
Perilaku Kolektif dan FOMO: Peninjauan Ulang Motivasi
Setiap contoh ini menunjukkan bagaimana FOMO mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sosial, mendorong individu untuk berpartisipasi dalam kegiatan yang merayakan dan mendukung Timnas Indonesia U-23, demi tidak ketinggalan dalam momen nasional penting ini.
Dalam konteks Timnas U-23, fenomena ini dapat dilihat dari bagaimana jadwal pertandingan menjadi topik utama di berbagai platform media sosial, mendorong tweet dan update status secara real-time.
Setiap aksi pemain, strategi pelatih, dan momen krusial pertandingan dikomentari, dianalisis, dan dibagikan, menjadikan mereka tidak hanya pemain di lapangan tetapi juga tokoh dalam narasi sosial yang lebih luas yang diikuti oleh jutaan penggemar.
Rasa urgensi untuk tidak ketinggalan momen penting ini meningkatkan ketegangan dan gairah dalam setiap pertandingan, tetapi juga menambah beban untuk selalu 'terhubung', yang bisa berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraan sosial penggemar.
Perilaku kolektif ini juga menggambarkan bagaimana identitas individu dan kolektif terjalin.
Dukungan terhadap timnas U-23 menjadi saluran ekspresi nasionalisme, di mana perasaan dan harapan kolektif negara diwakilkan melalui permainan tim.
Namun, perlu kita pertanyakan, apakah intensitas ikut serta dalam arus kolektif ini selalu menghasilkan pengalaman yang positif?
Apakah tekanan untuk tidak ketinggalan setiap momen menjauhkan kita dari menikmati permainan itu sendiri?
Mungkin saatnya bagi kita untuk menemukan keseimbangan yang sehat antara keinginan untuk 'tidak ketinggalan' dengan kebutuhan untuk menikmati momen-momen tersebut secara sehat.
Dengan begitu, dukungan kita terhadap Timnas U-23 bisa menjadi lebih bermakna, lebih ringan, dan kurang membebani, baik secara emosional maupun sosial.
Kita dapat melihat bahwa di balik kegagalan dan keberhasilan, di tengah sorak sorai dan kekecewaan, ada pelajaran berharga yang dapat kita ambil.
Mari kita terus mendukung tim dengan penuh semangat, tetapi juga dengan kesadaran akan pentingnya menjaga keseimbangan dalam pengalaman kita sebagai penggemar.
Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi penonton yang setia, tetapi juga individu yang bijak dan bertanggung jawab dalam menikmati setiap momen olahraga.
//////////
Penulis: Dr. Geofakta Razali
Adalah dosen Universitas Pembangunan Jaya, pakar ilmu komunikasi, pemerhati budaya dan media urban postmodernisme di Indonesia.
Pengalaman praktisi membawa dirinya mengabdi pada dunia akademis untuk pengembangan sosiopsikologi komunikasi dalam konteks pengembangan diri dan kemasyarakatan dalam era society 5.o saat ini
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.