Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribunners
Tribunners

Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email: redaksi@tribunnews.com.


Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.

Tribunners / Citizen Journalism

Sejarah Napoleon, Hitler, dan Usaha Gagal Menaklukkan Rusia

Sebanyak 380.000 tentara Prancis tewas dan 100.000 tertangkap selama usaha penaklukan Rusia p;eh Napoleon Bonaparte.

Editor: Setya Krisna Sumarga
zoom-in Sejarah Napoleon, Hitler, dan Usaha Gagal Menaklukkan Rusia
britannica
Napoleon Bonaparte, pemimpin kudeta Brumare di Perancis 

TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Dua abad lalu, penguasa kekaisaran Prancis Raya Napoleon Bonaparte I meledakkan apa yang disebut Perang Eropa Raya, sesudah berjalannya Revolusi Prancis.

Ia memimpin kampanye militer yang sangat sukses hingga Mesir dan Suriah di Afrika Utara. Napoleon menundukkan Kerajaan Prusia hingga Spanyol di Madrid.

Ambisinya yang besar merajai Eropa dan bahkan dunia, membuat Napoleon gelap mata. Ia berpaling ke Rusia, dan hendak menaklukkan Tsar Alexander I.

Misi tempur Napoleon ke Rusia dimulai 24 Juni 1812 saat menyeberangi Sungai Neman di Eropa Timur.

Baca juga: Presiden Vladimir Putin Tegaskan Rusia Tak Merasa dan Anggap Dirinya sebagai Musuh Barat

Baca juga: Vladimir Putin Kecam Ekspansi NATO ke Timur, 5 Kali Ingkar Janji pada Rusia

La Grande Armee, atau pasukan besar Prancis sejumlah 680.000 orang, berderap maju Moskow. Napoleon ingin memaksa Tsar Alexander I menghentikan kerjasamnya dengan Kekaisaran Inggriis Raya.

Prancis dan Inggris sebagai kekuatan imperialis sedang bersaing dan berperang di berbagai palagan, dan Napoleon menghendaki London berdamai dengan Paris.

Agustus 1812, atau 1,5 bulan sesudah pasukannya berangkat, Napoleon menghancurkan Smolensk. Pasukan Rusia mundur sembari melakukan aksi bumi hangus.

BERITA TERKAIT

Bulan berikutnya, tepatnya 7 September 1812, pasukan Prancis dicegat pasukan Rusia di dekat kota kecil Borodino, 70 mil sebelah barat Moskow.

Konon, 72.000 prajurit Prancis tewas dalam pertempuran satu hari itu, diakhiri mundurnya tentara Tsar Rusia, memberi kemenangan kecil bagi Napoleon.

Seminggu kemudian, Napoleon dan pasukannya tiba di Moskow, yang telah oleh penghuninya dan dalam keadaan terbakar.

Tsar Alexander menolak berdamai, dan tinggal berpindah-pindah bersama pasukannya selama sebulan sembari memberi perlawanan gerilya.

Pada 19 Oktober 1812, Napoleon dan pasukannya meninggalkan Moskow menuju Kaluga. Pertempuran pecah melawan pasukan Jenderal Mikhail Kutuzov.

Tak banyak hasilnya dan Napoleon menggerakkan pasukannya mundur kembali ke perbatasan Polandia karena mendekati musim dingin.

Rusia dikenal musim dinginnya yang sangat mematikan. Sepanjang pergerakan mundur itu, pasukan Prancis kehilangan prajurit karena kelaparan, hipotermia, yang juga meruntuhkan kedisiplinan dan kohesitas pasukan.

Ketika sisa-sisa pasukan utama Prancis menyeberangi Sungai Berezina di akhir November 1812, hanya tersisa 27.000 prajurit dari 680.000 tentara yang berangkat.

Sebanyak 380.000 tentara Prancis tewas dan 100.000 tertangkap selama perang di Rusia. Setelah menyebrangi Berezina, Napoleon pulang duluan ke Paris meninggalkan pasukannya.

Ini titik kehancuran Napoleon sekaligus membuat hegemoni Prancis di Eropa dan Afrika Utara melemah secara drastis. 

Kontroversi Adolf Hitler, Diktator Nazi Jerman Anti Yahudi yang mendirikan Kamp Pemusnahan massal selama pemerintahannya, yaitu Auschwitz I,II,III.
Kontroversi Adolf Hitler, Diktator Nazi Jerman Anti Yahudi yang mendirikan Kamp Pemusnahan massal selama pemerintahannya, yaitu Auschwitz I,II,III. (Times of India)

129 tahun kemudian, Adolf Hitler kembali mengulangi apa yang  pernah dilakukan Napolen Bonaparte.

Hitler menggelar Operasi Barbarossa, serangan dahsyat yang bertujuan menaklukkan Uni Soviet yang dipimpin Stalin.

Invasi dimulai 22 Juni 1941. Lebih dari 4,5 juta tentara menyerbu garis perbatasan Uni Soviet sepanjang 2.900 kilometer.

Nama Barbarossa diambil dari Friedrich Barbarossa, seorang Kaisar Romawi Suci yang berusaha membangun dominasi Jerman di Eropa pada abad pertengahan, antara  tahun 1152-1190.

Di awal serangan pasukan Hitler sukses meruntuhkan kekuatan Soviet, tapi Jerman meremehkan persatuan rakyat Slavik dan sejarah panjang Perang Patriotik 1812.

Musim dingin akhirnya menghancurkan Wehrmacht, menggagalkan ambisi Adolf Hitler yang ingin menguasai Eropa Raya.

Operasi Barbarossa juga kelak akan mengubah Perang Dunia II, dan akibat-akibatnya masih terasa sampai hari ini.

Di akhir perang, Tentara Merah lah yang pertama kali tiba di Berlin, menggeruduk bunker tempat Hitler mempertahankan ilusi Kerajaan Ketiganya, sampai ia mati.

Perang Ukraina-Rusia saat ini kembali diingatkan mantan Kanselir Jerman Gerhard Schroeder sebagai pengulangan sejarah yang begitu bodh dilakukan elite-elite Eropa dan Amerika.

“Siapa pun yang bermimpi mengalahkan Rusia secara militer perlu belajar sejarah,” kata Gerhard Schroeder.

"Saya sarankan agar setiap orang yang percaya ini melihat buku-buku sejarah. Dari Napoleon hingga Hitler, semua orang gagal karena ini," sambungnya.

Politisi Sosial Demokrat itu dikenal sebagai arsitek keajaiban ekonomi Jerman tahun 2000-an, yang diawali kerja sama energi secara kuat dengan Rusia yang menopang industri Jerman.

Krisis Ukraina menurut Schoreder telah memperkuat pandangan rakyat Rusia, bahwa kekuatan barat menggunakan Ukraina sebagai tangan untuk membuat Rusia bertekuk lutut.

Apa yang sudah dan sedang terjadi dalam perspektif Gerhard Schroeder? Benarkah Ukraina-Rusia hampir berdamai pada 2022?

Gerhard Schroeder bukan sembarang tokoh. Ia memiliki hubungan sangat baik dengan Rusia dan Vladimir Putin.

Tokoh inilah yang menautkan Rusia-Jerman, membuat industry dan ekonomi negara itu mencapai puncak kemegahannya sebagai yang terkuat di Eropa.

Minyak dan gas murah dari Rusia menjadi kata kunci. Schroeder yang lalu dilanjutkan Angela Merkel, membangun jaringan pipa gas Nord Stream 2, langsung dari Rusia ke Jerman.

Megaproyek Nord Stream 2 inilah yang disabot, konon oleh Amerika Serikat, yang tidak ingin Jerman semakin mesra dengan Rusia.

Operasi Militer Khusus Rusia ke Ukraina dimulai 24 Februari 2022. Hampir sebulan kemudian, perwakilan Rusia dan Ukraina bertemu di putaran perundingan Istanbul Turki.

Schroeder turut terlibat di balik layar mendekatkan kedua pihak. Ketika Kiev-Moskow sudah sepakat dalam beberapa hal, datanglah Boris Johnson, Perdana Menteri Inggris saat itu ke Kiev.

Boris Johnson Kunjungi Zelensky pada Jumat, 17 Juni 2022
Boris Johnson Kunjungi Zelensky pada Jumat, 17 Juni 2022 (Twitter @BorisJohnson)

Boris Johnson menyampaikan pesan barat ke Volodymir Zelensky, segala kesepakatan damai harus ditolak Ukraina.

Benar saja, perundingan langsung berakhir tanpa kata sepakat. Perang berlanjut semakin dahsyat, dengan NATO sebagai beking utama Kiev.

Perang di benak kekuatan barat, adalah jalan terbaik untuk menghancurkan Rusia, dan jika perlu mendorong perubahan rezim di Moskow.

Fakta sejarah ini diperkuat pernyataan juru bicara Majelis Nasional Agung atau parlemen Turki, Numan Kurtulmus.

Putaran perundingan Istanbul Maret 2022 saat itu sudah mencapai titik seoakat, dan masing-masing pihak tinggal membubuhkan tandatangan.

Turki sebagai fasilitator menyiapkan seremoni di Istana Dolmabahce Istanbul. Namun, kata Kurtulmus, sejumlah negara tidak ingin perang Ukraina berakhir.

Sekali lagi menurut Gerhard Schroeder, barat tidak pernah mengingat sejarah kelam Napoleon Bonaparte dan Adolf Hitler ketika hendak menaklukkan Rusia di masa lalu.

Schroeder yakin barat meremehkan risiko krisis Ukraina yang meningkat menjadi konflik yang lebih luas.

"Kami orang Jerman khususnya harus bersikap hati-hati dan konstruktif terhadap latar belakang Perang Dunia Kedua dan kejahatan yang dilakukan atas nama Jerman," katanya.

Ia selalu meminta Uni Eropa untuk mengaitkan bantuan apa pun yang diberikannya kepada Kiev dengan tuntutan skenario perdamaian yang serius dan realistis.

"Perang ini harus diakhiri melalui negosiasi. Bagaimanapun, ini tidak dapat diputuskan secara militer. Ini akan membutuhkan kompromi," pesan mantan kanselir Jerman itu.

Jerman dan Eropa menurut Schroeder sesungguhnya sangat berkepentingan untuk melihat konflik Ukraina segera berakhir.

Sekarang semakin terasa, setelah perang Ukraina berkobar, Jerman telah menjadi salah satu pihak yang paling dirugikan dari krisis saat ini.

Sayangnya, kata Schroeder, solidaritas antara negara-negara besar Eropa, Jerman dan Prancis yang ada sebelum invasi AS ke Irak pada tahun 2003, tidak ada lagi saat ini.

Presiden Prancis Emmanuel Macron berusaha menampilkan citra dirinya sebagai pembeda dengan Amerika.

Ia pernah melontarkan gagasan penguatan tentara Uni Eropa, dan mengirimkannya ke medan perang Ukraina.

Ide yang justru meruntuhkan kredibilitas Macron di dalam negeri Prancis. Hampir semua anggota Uni Eropa menolak gagasan konyol ini.

Jika benar-benar terjadi, terjunnya pasukan Uni Eropa ke Ukraina, sudah bisa dipastikan akan menjerumuskan Eropa ke Perang Dunia Ketiga.

Kini Jerman adalah pihak yang menanggung beban terberat dari kejatuhan ekonomi yang berasal dari upaya Uni Eropa melepaskan diri dari ketergantungan energi Rusia.

Keruntuhan industri Jerman juga dipastikan menjadi keruntuhan ekonomi Eropa, karena mata rantai industri Jerman tersebar di berbagai negara anggota Uni Eropa.  

Ekonomi Jerma sudah mengalami resesi, dan terjadi penurunan ekspor industri di tengah menurunnya daya saing terhadap Tiongkok dan Amerika Serikat.

Ratusan produsen Jerman telah memindahkan produksi ke luar negeri, di mana energi lebih murah dan keringanan pajak lebih besar, selama dua tahun terakhir.

Kesulitan ini bertambah manakala Presiden Rusia Vladimir Putin meminta Rusia melakukan pembatasan ekspor mineral strategis termasuk nikel, titanium, dan uranium ke Eropa.

Tindakan tersebut dapat berdampak ekonomi yang menghancurkan pada negara-negara Eropa, terutama sponsor rezim Kiev.

Pepatah kuno mengatakan, pengalaman adalah guru terbaik. Sejarah adalah cermin bagi siapapun untuk bertindak di masa kini dan yang akan datang.

Kegagalan Kaisar Napoleon Bonaparte dan Adolf Hitler menaklukkan Rusia itu nyata. Persatuan dan komitmen rakyat Rusia untuk melawan imperialis adalah kata kunci.

Ratusan ribu atau bahkan jutaan tentara yang dikirim, berikut 1001 senjata canggih yang dibawa, tidak akan berguna melawan musuh yang sangat patriotik.

Perang Rusia-Ukraina saat ini adalah wujud ambisi kekuatan barat untuk kembali menaklukkan dan menghancurkan Rusia, menggunakan tangan Ukraina sebagai proksinya.

Buku sejarah telah mengatakan, usaha berulang di masa lalu tidak pernah berhasil. Begitu pula sekarang dan yang akan datang.(Tribunnews.com/Setya Krisna Sumarga)

 

 

 

Tribunners merupakan jurnalisme warga, dimana warga bisa mengirimkan hasil dari aktivitas jurnalistiknya ke Tribunnews, dengan mendaftar terlebih dahulu atau dikirim ke email redaksi@tribunnews.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
berita POPULER
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas