Baca Nota Keberatan Selama 2 Jam, SDA Memilih Berdiri
Dalam pembacaan nota tersebut, terdakwa membacanya secara tidak lazim, yaitu dengan cara berdiri.
Penulis: Lendy Ramadhan
Editor: Mohamad Yoenus
Laporan Wartawan Tribunnews, Lendy Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus penyelewangan dana haji dengan terdakwa Suryadharma Ali (SDA), digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jl. H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (7/8/2015).
Sidang mengagendakan pembacaan nota keberatan terdakwa, atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang sebelumnya.
Dalam pembacaan nota tersebut, terdakwa membacanya secara tidak lazim, yaitu dengan cara berdiri.
Terdakwa menjelaskan tidak relevan-nya semua dakwaan jaksa yang disampaikan pada sidang sebelumnya.
Keberatan-keberatan tersebut di antaranya, kiswah yang dijadikan barang bukti gratifikasi yang diberikan pihak ketiga kepada terdakwa.
Menurutnya selembar kiswah yang bertuliskan kaligrafi huruf Arab tersebut tidak mempunyai nilai ekonomis.
"Satu lembar kiswah yang dijadikan barang bukti, tidak mempunyai nilai ekonomis, sangat naif sekali yang mulia," ujarnya dalam sidang pembacaan nota tersebut.
Selain itu, menurutnya penetapan tersangka dirinya yang bertepatan dengan musim pilpres 2014, sangat tercium sekali aroma politisnya.
Saat itu ia sebagai Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (Ketum PPP), merupakan pendukung salah satu pasangan kandidat presiden dalam pilpres 2014.
Sedangkan Abraham Samad yang ketika itu menjabat sebagai ketua KPK diketahui mendekat ke capres lainnya.
Menurutnya, dengan Abraham Samad menetapkan dirinya sebagai tersangka dapat memberi keuntungan kepada capres yang dia dekati dan melemahkan capres lain yang didukung oleh terdakwa.
"Sebagaimana diketahui oleh publik melalui pemberitaan media, bahwa Samad waktu itu mendekat ke kandidat lawan dengan bertemu kepada para tokoh politik pendukung kandidat lawan tersebut, dan penetapan tersangka kepada saya dapat melemahkan capres yang saya usung dan memberikan kekuatan baru kepada capres lainnya," ujarnya dalam pembacaan nota keberatan tersebut.
Pihaknya juga menilai, bahwa Suharso Manoarfa yang bukan merupakan pegawai KPK, tetapi mengetahui bahwa terdakwa akan ditetapkan sebagai tersangka tiga setengah bulan sebelumnya, merupakan suatu kejanggalan dalam proses penetapan tersangka tersebut.
Setelah pembacaan nota tersebut yang menghabiskan waktu sekitar dua setengah jam, para pengacara terdakwa menyatakan dakwaan JPU harus batal demi hukum.
Karena disusun bukan berdasar ketentuan-ketentuan hukum.
Setelah sidang, pengacara terdakwa, Humphrey Djemat, menyatakan kepada awak media, pihaknya akan menghadirkan mantan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai saksi. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.