Terdakwa Kirjauhari Minta Maaf Kepada Masyarakat Riau
sebagai pertanggung jawaban yang sama di mata hukum
Editor: Bian Harnansa
Laporan reporter Tribunpekanbaru.com, David Tobing
TRIBUNNEWS.COM, PEKANBARU - Ahmad Kirjauhari, terdakwa kasus dugaan korupsi suap pengesahaan APBD Riau Tahun 2015, mengungkapkan penyesalan dan permohonan maaf kepada masyarakat Riau, perbuatan koruptif yang dilakukannya.
Ungkapan itu disampaikan oleh politisi PAN itu, pada sidang lanjutan kasus suap APBD Riau, dengan agenda pembacaan pledoi, yang berlangsung di Pengadilan Tipikor, pada Pengadilan Negeri Pekanbaru, Rabu (2/12/2015).
Selain itu, terdakwa Kirjauhari juga mengungkapkan jika dirinya tidak sendiri dalam kasus itu, dan masih ada oknum lainnya yang juga harus bertanggung jawab atas kasus itu.
Permohonan itu dituliskan oleh terdakwa, dan dibacakan langsung dihadapan hakim yang menyidangkan perkara itu.
Berikut penggalan ungkapan dari tedakwa Ahmad Kirjauhari.
"Sesuai dengan fakta persidangan, saya yakin, bahwa apa yang saya alami, juga akan dialami oleh rekan-rekan saya yang lainnya, sebagai pertanggung jawaban yang sama di mata hukum.
Saya mengingatkan kepada semua pejabat, dalam pengelolaan keuanganan daerah, jauhilah praktik-praktik yang tidak benar, yang pada akhirnya mengarah pada tindakan korupsi.
Hal ini semua tidak bisa dibenarkan, karena penegak hukum pasti telah mengetahui hal itu.
Saya adalah salah satu contoh dari sekian banyak contoh sudah ada di negeri ini.
Saya memnta maaf kepada bangsa dan negara, seluruh masyarakat Riau, dan segenap keluarga saya.
Yang mana saya tidak berhsil menjaga amanh yang telah diamantkan kepada saya.
Saya memohon keringatan dari majelis hakim yang terhormat,".
Dalam fakta persidangan terungkap jika terdakwa Ahmad Kirjauhari diketahui menerima uang senilai Rp. 1.010.000.000 dari saksi M Yafis, yang diserahkan melalui peranta Suwarno, salah seorang staff.
Uang itu dibagi-bagikan kepada ketua DPRD Riau ketika itu, Johar Firduas, Riki Hariansyah, dan sejumlah anggota DPRD Riau lainnya.
Terdakwa didakwa melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
JPU dari KPK menuntut 4 tahun penjara dan denda Rp. 25o juta kepada terdakwa.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa dalam pledoinya menyatakan jika tidak terbukti bersalah melanggar pasal 12 huruf a, sebaaimana dakwaan primer dari JPU.
Terdakwa Kirjuhari, bukan seorang PNS dan bukan seorang penajabat yang menggunakan jabatannya untuk memperkaya diri.
Terdakwa Kirjauhar, kata kuasa hukumnya, hanya sebagai anggota DPRD Riau, dan tidak memiliki kewenangan yang kuat untuk membuat suaatu kebijakan tertentu.
Untuk itu, kuasa hukum terdakwa memohon kepaada majelis hakim untuk membebaskan dari segala hukumannya, atau apabila hakim memiliki keyakinan berbeda, mohon hukuman yang seringan-ringannya.