Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kesaksian Warga Tentang Kondisi Nusakambangan Setiap Ada Eksekusi Mati

Dewi mengaku, selama dirinya mengikuti eksekusi mati di dekat dermaga, suara senjata para eksekutor tidak terdengar.

Penulis: Lendy Ramadhan
Editor: Mohamad Yoenus

Laporan Wartawan Tribunnews, Lendy Ramadhan

TRIBUNNEWS.COM, CILACAP - "Tiap mau eksekusi mati, turun hujan mas."

Begitulah penuturan warga yang tinggal di sekitar Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah bernama Dewi.

Ia mengatakan, ketika ada eksekusi mati, para personel keamanan sibuk untuk mensterilkan dan menjaga akses masuk Dermaga Wijaya Pura, yang biasa digunakan untuk mendekati Lapas Nusakambangan.

"Paling banyak polisi saja, pada sibuk jaga sama suruh warga minggir," kata Dewi.

Dewi mengaku, selama dirinya mengikuti eksekusi mati di dekat dermaga, suara senjata para eksekutor tidak terdengar.

"Nggak, dari yang pertama sama yang kedua, saya ngga pernah denger," ucapnya.

Berita Rekomendasi

Sebagaimana diberiatakan, pemerintah melakukan eksekusi mati tahap 3 terhadap 4 terpidana mati kasus peredaran narkoba di Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Jumat (29/7/2016).

Jelang eksekusi, hujan juga turun beberapa jam sebelum eksekusi dilaksanakan, tak jauh berbeda dengan eksekusi mati sebelumnya.

Suasana Mencekam

Proses eksekusi yang dilakukan pada weton Malam Jumat Kliwon di Nusakambangan, Jumat (29/7/2016) dinihari, berlangsung mencekam.

Hal itu diungkapkan oleh Suhendro Putro (62), seorang koordinator pelaksana yang memandikan tiga jenazah dari total empat jenazah terpidana mati yang dieksekusi di Pulau Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

"Detik-detik penembakan berlangsung situasinya sangat mencekam. Jarak saya berada saat itu hanya sekitar 20 meter dari lokasi penembakan terpidana mati," kata Suhendro kepada Tribunnews, Jumat (29/7/2016).

Suhendro mengisahkan, saat itu dia tiba di Pelabuhan Nusakambangan, Kamis (28/9/2016) sekitar pukul 23.00.

Suhendro bersama timnya berjumlah 17 orang yang rencananya akan memandikan 14 jenazah terpidana mati.

Mestinya, sebelum eksekusi selesai, Suhendro transit di Pelabuhan Sodong di area Pulau Nusakambangan.

"Tetapi karena tenda-tenda untuk keluarga dan pemandi jenazah ambruk, kami dipindahkan ke area dekat penembakan terpidana. Hujan deras dan angin kencang telah meratakan tenda-tenda itu," ujar Suhendro.

Menurut Suhendro, saat itu proses eksekusi belum berlangsung. Ratusan orang yang terdiri atas kerabat terpidana, tim dokter, pemandi jenazah, dan aparat berkumpul di dekat lokasi penembakan.

"Dua kali listrik mati. Pertama saat sebelum eksekusi dan kedua setelah eksekusi. Mati listriknya masing-masing lima belas menit. Kalau mati listrik lima belas menit saat di rumah mungkin rasanya biasa, tapi ini di Pulau Nusakambangan yang memang sudah dikenal seram. Rasanya sangat mencekam, apalagi orang-orang sekitar mengkaitkan dengan kepercayaan Malam Jumat Kliwon," ujar Suhendro.

Suhendro mengisahkan, menjelang detik-detik penembakan, Jumat (29/7/2016) sekitar pukul 00.45, hujan semakin deras dan suara petir terdengar bersahut-sahutan. Suhendro pun mendengar tembakan.

"Bunyi tembakan terdengar di antara suara petir. Hanya saja suara tembakan lebih pelan, saya bisa mendengarnya secara jelas," kata jemaat Gereja Kristen Jawa (GKJ) Cilacap yang jadi pengurus kematian di lingkungan gerejanya tersebut. (*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas