Menpar Arief Yahya Dorong Aceh Kembangkan Tourism
Menteri Pariwisata RI Arief Yahya memompa semangat para CEO atay pengampu kebijakan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD),Aceh, 19/09/2016.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Pariwisata RI Arief Yahya memompa semangat para “CEO–Chief Executive Offiecer”, pengampu kebijakan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD), di Hotel Hermes, Banda Aceh, 19 September 2016.
Gubernur Zaini Abdullah dan puluhan bupati-walikota di Serambi Mekkah itu pun serius mengikuti presentasi selama 65 menit dalam Rakor Kebudayaan dan Pariwisata itu.
“Sudah betul, jika Aceh menempat Halal Tourism sebagai core economy daerah!” tegas Menpar Arief Yahya.
Pertama, sejak 2014 terjadi ledakan pasar wisata halal di dunia.
Size pasar wisata halal itu sangat signifikan, dari 6,8 miliar penduduk dunia, 1,6 miliar adalah muslim dan 60% di bawah 30 tahun. Bandingkan dengan total penduduk Tiongkok 1,3 miliar orang dengan 43% di bawah 30 tahun.
“Total pengeluaran wisatawan muslim dunia USD 142M, hampir sama dengan pengeluaran wisatawan Tiongkok USD 160M, yang sekarang ini menjadi rebutan seluruh negara di dunia, terutama yang mengembangkan pariwisata,” jelas Arief Yahya.
Kedua, lanjut Mantan Dirut PT Telkom ini, dari sisi Sustainability atau growth wisata halal, juga naik signifikan, 6,3%.
Lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan dunia 4,4%, lebih besar dari rata-rata growth China 2,2% dan ASEAN 5,5%.
Data dari Comcec Report February 2016, Crescentrating, tahun 2014 ada 116 juta pergerakan halal traveler.
Mereka memproyeksikan tahun 2020 akan menjadi 180 juta perjalanan, atau naik 9,08%.
Di Indonesia juga naik, dalam 3 tahun terakhir rata-rata 15,5%.
“Semakin kuat, size-nya besar, sustainability-nya juga besar,” ungkap Arief Yahya
Ketiga, lanjut dia Spread atau benefit-nya juga besar.
Rata-rata wisman dari Arab Saudi itu membelanjakan USD 1.750 per kunjungan.
Uni Arab Emirate (UAE) USD 1.500 per kepala.
Angka itu jauh lebih besar dari-rata-rata wisman dari Asia yang berada di kisaran USD 1.200.
“Karena itu sudah memenuhi syarat 3S, size, sustainable, dan spread. Ini menjadi alasan paling kuat, mengapa Aceh harus menetapkan pariwisata sebagai portofolio bisnis-nya. Menjadikan halal tourism sebagai core economy-nya,” tegas lulusan ITB Bandung, Surrey University Inggris dan Program Doktor Unpad Bandung itu.
Langkah apa yang harus diambil?
Untuk mewujudkan Aceh sebagai daerah Pariwisata?
Menpar menyebut, ada 3 hal.
Pertama, pilih Kadispar yang terbaik dari seluruh sumber daya manusia yang dimiliki, agar bisa dengan cepat membawa Aceh menjadi destinasi halal dunia.
Lalu, rebut The World’s Best Halal Cultural Destination 2016 yang di akhir tahun ini akan di-vote.
“Saya kira Reza Pahlevi, Kadisbudpar Aceh sudah memenuhi syarat itu,” sebut Arief.
Kedua, prioritaskan sumber daya budgeting atau keuangan ke sektor pariwisata, yang akan menjadi tempat bergantung di masa depan.
Ini sangat penting, karena tanpa disupport budgeting, tidak akan bisa berjalan.
“Tugas utama seorang CEO itu dua hal, menentukan arah, terkait dengan core economy dan portofolio business. Dan mengalokasikan sumber daya, termasuk memilih orang dan menyiapkan dana,” kata pengarang buku “Paradox Marketing”, “Great Spirit Grand Strategy” dan “C2C – Creative to Commerce” yang best seller itu.
Apa betul? Pariwisata harus dijadikan sebagai mesin utama membawa Aceh take off menuju persaingan global?
Apa bukan oil and gas? Coal? CPO? Yang selama ini sudah menjadi menyokong utama ekonomi Indonesia?
“Tidak. Pariwisata akan menjadi penyumbang PDB, Devisa dan Lapangan Kerja yang paling mudah, cepat dan murah,” hipotesis Arief Yahya.
Dia pun menjelaskan dengan sejelas-jelasnya, soal PDB (product domestic bruto).
Pariwisata menyumbangkan 10% PDB nasional, dengan nominal tertinggi di ASEAN. PDB pariwisata nasional tumbuh 4,8% dengan trend naik sampai 6,9%, jauh lebih tinggi daripada industri agrikultur, manufaktur otomotif dan pertambangan.
“Devisa pariwisata USD 1 Juta, menghasilkan PDB USD 1,7 Juta atau 170%, tertinggi dibandingkan industri lainnya. Ini yang sering disebut para pejabat bahwa Pariwisata itu menciptakan multiple effect,” jelas pria asal Banyuwangi yang mengenakan baju putih berlogo Wonderful Indonesia itu.
Soal devisa, Arief Yahya menjelaskan, Pariwisata adalah peringkat ke-4 penyumbang devisa nasional, sebesar 9,3% dibandingkan industri lainnya.
Pertumbuhan penerimaan devisa pariwisata tertinggi, yaitu 13%, dibandingkan industri minyak gas bumi, batubara, dan minyak kelapa sawit yang rata-rata negatif.
“Biaya marketing yang diperlukan hanya 2% dari proyeksi devisa yang dihasilkan. Jadi tinggal disetting saja, mau devisa berapa? Diambil 2% dari proyeksi itu?” kata Marketeer of The Year 2013 versi MarkPlus itu.
Soal pengangguran atau ketenagakerjaan?
Pariwisata itu penyumbang 9,8 juta lapangan pekerjaan, atau sebesar 8,4% secara nasional dan menempati urutan ke-4 dari seluruh sektor industri.
Dalam penciptaan lapangan kerja, sektor pariwisata tumbuh 30% dalam waktu 5 tahun.
“Pariwisata pencipta lapangan kerja termurah yaitu dengan USD 5.000/satu pekerjaaan, dibanding rata-rata industri lainnya sebesar USD 100.000/satu pekerjaan,” jelasnya.