Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Terdakwa Hotasi Keukeuh Tak Bersalah

Terdakwa Hotasi Nababan, mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA), keukeuh menyatakan kebijakan menyewa pesawat

Penulis: Edwin Firdaus
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Terdakwa Hotasi Keukeuh Tak Bersalah
TRIBUNNEWS.COM/DANY PERMANA
Mantan Dirut PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan (kiri) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa Hotasi Nababan, mantan Direktur Utama PT Merpati Nusantara Airlines (MNA), keukeuh menyatakan kebijakan menyewa pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 telah sesuai prosedur.

"Tidak ada pelanggaran Anggaran Dasar. Saya tidak boleh mengambil keputusan sendiri, harus bersama dengan semua Direksi yang lain. Keputusan kolektif menghindarkan adanya penyalahgunaan wewenang oleh saya atau yang lain," kata Hotasi saat membaca nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (22/1/2013).

Dalam sewa pesawat ini, Merpati dan pihak penyedia pesawat yakni Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) telah menyusun perjanjian yang sesuai standar dan prosedur dunia penerbanangan.

"Jadi tidak ada prosedur atau ketentuan yang dilanggar, baik internal maupun eksternal perusahaan. Telah dilakukan upaya ekstra untuk memeriksa TALG dan kantor hukumnya Hume," urainya.

Selain itu, kebijakan sewa pesawat dan penempatan dana deposit juga diputuskan secara bersama oleh direksi Merpati.

"Kerugian negara belum terjadi, karena deposit itu diakui ada di kedua pemilik TALG. Potensi pengembalian masih ada. Selain itu, tidak terbukti adanya unsur kesengajaan dan unsur memperkaya diri sendiri," ujarnya.

Dalam pledoinya, Hotasi juga mempaparkan proses sewa pesawat termasuk upaya gugatan ketika dana deposit sebesar 1 juta dollar Amerika tidak dikembalikan TALG.

Hotasi menyebut putusan Pengadilan District of Columbia, AS tanggal 8 Juli 2007 yang memenangkan gugatan Merpati atas TALG dan Alan Messner menjadi bukti upaya Merpati mengembalikan dana deposit.

Lebih lanjut, Hotasi mempertanyakan penanganan perkara di Kejaksaan Agung. Pasalnya, kata dia, baik KPK, Bareskrim Polri dan Badan Pemeriksa Keuangan menyimpulkan perkara gagal sewa pesawat ini tidak memenuhi kriteria tindak pidana korupsi.

"Saya telah mengambil keputusan dengan prinsip kehati-hatian, secara kolegial bersama Dewan Direksi, atas itikad mengutamakan kepentingan perusahaan, tanpa kepentingan pribadi, telah berupaya mencari informasi terbaik, dengan kehati-hatian, dan tanpa melanggar peraturan yang ada," urainya.

Hotasi dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsidair 6 bulan kurungan. Jaksa menilai Hotasi terbukti melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dan diancam pidana pasal 3 UU Pemberantasan Tipikor.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas