TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Para investor masih menilai bank-bank besar berisiko lebih tinggi ketimbang lima tahun lalu. Ini berdasarkan laporan Moody's Analytic.
Laporan itu menyatakan, biaya premi risiko utang bank tidak mungkin kembali seperti semula baik yang berada di Amerika Serikat dan Eropa. Biaya penjaminan utang gagal bayar bank besar di Amerika Serikat dan Eropa masih 20 kali lipat dibandingkan Juli 2007 lalu atau sebelum kejatuhan Bear Stearn.
Beberapa alasan keraguan investor bank karena langkah pemerintah yang menjadikan kreditur menanggung kerugian lebih besar di masa depan. Contohnya saja, sembilan bank utama di Amerika Serikat yang diminta tunduk pada kebijakan pada tanggal 1 Juli yang disebut sebagai “living wills”. Kebijakan ini memetakan jalan keluar yang harus diambil untuk melikuidasi institusi yang sedang ‘terluka parah’ dan mengubah klaim kreditur menjadi kerugian atau saham.
Laporan itu mencatat, regulator dan legislator juga sedang membahas untuk memecah bank besar untuk membagi risiko yang tinggi. Kebijakan ini akan menghapus kewajiban pemerintah menalangi bank yang sekarat dan seluruh krediturnya.
Sejak awal krisis, transparansi dan akurasi laporan keuangan bank telah dipertanyakan melalui serangkaian stress test oleh para regulator. Di Eropa, banyak bank yang menghadapi masalah berat setelah melalui tes awal. Di Negeri Uwak Sam, empat bank gagal melalui tes kendati mempunyai rencana permodalan yang kuat.
Laporan itu juga mencatat kerugian JPMorgan dalam investasi juga membuat investor ragu atas kemampuan bank-bank besar dalam mengontrol risiko. Asal tahu saja, JPMorgan melaporkan kerugiannya membengkak dari US$ 2 miliar menjadi US$ 5,8 miliar.
Ketakutan para investor yang tercermin dalam harga saham bank berlanjut kendati laporan keuangna dan portofolionya membaik. Laporan itu menyatakan, masalah pinjaman dan biaya pengeluaran seluruh bank di Amerika Serikat menurun. (*)
BACA JUGA: