Richard Susilo *)
TRIBUNNEWS.COM - Mulai banyak warga Jepang mengatakan, negaranya sudah mulai dijajah China. Mengapa? Karena barang apa pun dari China sudah mulai banyak masuk ke Jepang. Dampak dari pemindahan pabrik Jepang ke China. Meksipun memakai merek dagang Jepang, misalnya Sony, tapi sudah “Made in China” banyak tertulis di badan produk Sony.
Produk lain, omiyage, atau barang ole-ole(buah tangan), sudah didominasi buatan Cina masuk ke Jepang. Sudah jadi budaya orang Indonesia pasti berusaha membelikan oleh-oleh buat teman atau keluarganya kalau ke Jepang. Ketemu kebanyakan buatan Cina. Kesal juga. Tapi kualitasnya bagus dan harganya relatif murah. Sedangkan buatan Jepang sudah pasti bagus, tapi harganya juga mahal. Tinggal pilih saja.
Produk elektronik sederhana pun sudah didominasi buatan Cina, kecuali produk teknologi tinggi seperti televisi plasma yang pasti masih buatan Jepang asli.
Keyboard komputer misalnya, praktis hampir 100 persen buatan China yang dijual di Jepang. Tapi tentu kualitas tetap baik terutama yang dijual di toko besar.
Merk apa pun yang dijual di Jepang, tak peduli buatan China, pasti bagus karena dua hal. Pertama, toko besar harus pegang nama baik, ini keharusan. Sekali namanya jatuh hancur, dia tak bisa jualan lagi.
Hal yang kedua, produk yang masuk ke toko besar di Jepang mengalami dua kali seleksi. Yang pertama dari produsennya sendiri. Pasti akan memasok produk terbaik ke toko-toko di Jepang. Yang kedua kali disaring oleh toko itu sendiri. Penjual atau produsen yang datang ke toko besar di Jepang tetap diseleksi ketat oleh pihak toko. Hal ini supaya jangan sampai kebobolan menjual barang kurang baik, apalagi barang jelek. Uang memang penting, tapi nama baik jauh lebih penting lagi di Jepang. Kualitas kedua dan ketiga yang diproduksi di China biasanya di jual ke negara lain seperti Indonesia.
Negeri Sakura ini tidak mengenal kata maaf. Sekali berbuat salah, tercemar, nama jelek itu akan cepat sekali tersebar luas.
Pembeli memang benar-benar terasa sebagai raja (Consumer is the King) di Jepang. Inilah negara satu-satunya di dunia yang seratus persen menerapkan motto demikian, bukan hanya basa-basi.
Pembeli Jepang memang rewel, cerewet, banyak tanya, karena memang mendapatkan uang di Jepang teramat sulit. Mereka kerja keras untuk dapat satu dua yen. Karena itu belanja uang juga amat ketat dan tidak mau terkecewakan. Olekarena itu sebelum beli mereka biasanya akan banyak sekali bertanya ini itu dan kita sebagai penjual harus sabar menjelaskannya.
Penampilan barang pun menjadi contoh utama serta ujung tombak laku tidaknya sebuah produk.
Penulis pernah membeli kamera digital di Bic Camera Odakyu Shinjuku. Contoh barang tertulis “Made in Japan”. Setelah membawa pulang barang yang dibeli, membuka kardus dan melihat barang asli, ternyata tertulis “Made in Indonesia”.
Kaget bukan gembira karena buatan bangsa sendiri, tetapi kaget kesal merasa tertipu. Barang dikembalikan uang kembali surat keluhan dikirimkan ke Komisi Perdagangan Adil (Fair Trade Commission) Jepang. Akhirnya pihak toko kena tegur keras oleh FTC Jepang tersebut dan minta maaf sebesar-besarnya kepada penulis. Sejak saat itu semua barang contoh di sana yang tidak sesuai dengan barang aslinya, tulisan “Made in Japan” ditutupi plester agar tak terbaca.
Kini setelah keributan besar Anti-Jepang di China bulan September 2012, produsen Jepang memindahkan produksi ke Asean termasuk ke Indonesia. Kita berharap di masa depan, label Made in Indonesia akan memasyarakat di mana pun di dunia ini.
Begitulah sistem yang ada di Jepang. Sangat ketat, unik, tetapi sangat memproteksi pembeli atau konsumen, sehingga penjual pun menjadi sangat hati-hati dalam menjual produk atau jasanya. Apakah kita dari Indonesia dapat mempertahankan kualitas produk dan menjual dengan baik di Jepang? Belum apa-apa tentu kita sudah dihadapkan dengan bahasa Jepang yang tidak mudah.
Dengan kata lain, nama baik memang menjadi segalanya di Jepang. Kalau nama baik semakin harum, kita pun dengan mudah memperoleh keuntungan penjualan untuk jangka panjang. Tetapi nama baik memudar, kehancuran usaha dua kali lebih cepat, sudah langsung di depan muka kita.
Informasi, konsultasi, kritik, saran, ide dan segalanya silakan email ke: info@promosi.jp
*) Penulis adalah CEO Office Promosi Ltd, Tokyo Japan, berdomisili dan berpengalaman lebih dari 20 tahun di Jepang