TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menjelaskan kalau Tingkat Komponen Dalam Negeri (TDKN) untuk sektor migas dinilai banyak kalangan dimasuki oleh pihak asing. Meski angka TDKN di sektor migas sudah masuk 65 persen, namun beberapa ahli sektor migas menilai tidak semuanya murni dari dalam negeri.
Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini sedih kepada pihak-pihak yang mengatakan TDKN sektor migas disebut sebagai kamuflase untuk bangsa asing. Menurut Rudi, kerjasama dengan negara asing diperlukan karena ada kekurangan di dalam teknologi dan tenaga ahli untuk mengembangkan sektor migas.
"Masih banyak kalangan bilang itu kamuflase. Padahal, sejatinya Indonesia memang kekurangan tenaga ahli di mesin perkakas," ujar Rudi Rubiandini, di kantor Kementerian ESDM, Senin (25/3/2013).
Kini, dengan minimnya produksi penunjang sektor hulu migas di dalam negeri, membuat pemerintah juga mengharapkan perusahaan asing mau menggandeng perusahaan lokal untuk memproduksi alat serupa. Hal itu bertujuan untuk meningkatkan produksi migas untuk dalam negeri tanpa memakai bantuan asing.
Rudi pun menilai tanpa ada kerjasama dengan pihak asing akan sulit dan lambat mencapai target produksi dalam negeri. Rudi menjelaskan kalau masih bisa bekerjasama dengan negara Cina dan India, kedua negara tersebut bisa membantu dari sisi teknologi untuk sektor migas.
"Indonesia berbeda dengan India, bahkan China yang telah dulu dan mampu memproduksi berbagai mesin perkakas baik itu untuk kendaraan bermotor dan sektor penunjang hulu migas," ungkap Rudi Rubiandini.