News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Sukses Pengusaha Kalimantan Bisnis Properti di Australia (5)

Editor: Domu D. Ambarita
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

CEO Crown Group Iwan Sunito (kanan) bersama Liana (tengah), istrinya, saat bertemu dengan Tribunnews.com di Jakarta, 23 Februari 2013

Kerjakan Proyek Apartemen 12 Lantai dari Modal Patungan

CHIEF Executive Officer (CEO) Crown Group Iwan Sunito punya kegemaran menulis. Saat bertemu dengan tim Tribun Network di Jakarta akhir pekan ketiga Februari silam, putra kelahiran Surabaya menunjukkan beberapa tulisan, berikut sistematikanya. Tulisan laki-laki yang dibesarkan di Pangkalan Bun, ibu kota Kabupaten Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah tersebut disajikan dengan cara bertutur.

MASA-masa saya bersekolah di Sydney merupakan satu turning point di mana terjadinya perubahan besar dalam hidup saya. Di Sydney, saya belajar cara berpikir dari guru-guru mengenai prinsip "selalu mempertanyakan hal-hal yang fundamental dan untuk tidak hanya menerima mentah-mentah apa yang diajarkan."

Di Indonesia, motivasi belajar saya berdasar pada rasa takut saya terhadap guru, lain halnya dengan di Sydney di mana guru-guru di sana selalu memotivasi saya untuk berani bertanya.

Sistem pendidikan ini telah membuka pola pikir saya yang pada dasarnya adalah wirausahawan yang tidak suka dibatasi dan hal ini membawa perubahan drastis dalam nilai akademis saya.

Pada akhir tahun 1985, saya mendapatkan nilai yang cukup baik untuk diterima di salah satu universitas bergengsi, 'University of New South Wales', untuk jurusan sarjana arsitektur.

Pada awalnya pilihan saya adalah insinyur aeroteknik atau arsitektur, namun pada akhirnya saya memilih bidang arsitektur.

Di tahun 1986, saya masuk ke program sarjana 'UNSW Bachelor of Architecture'. Ada beberapa tantangan yang saya hadapi selama studi saya seperti contohnya tantangan bahasa dalam mempelajari teori-teori arsitektur. Hambatan ini yang mengakibatkan nilai saya pas-pasan pada 3 tahun pertama masa studi saya.

Tapi saya sudah bertekad untuk harus berhasil. Saya menambahkan waktu belajar dan mengurangi waktu bermain saya. Hari demi hari, prestasi saya mulai meningkat sampai pada akhir tahun 1992 saya berhasil lulus dengan menyandang gelar 'Honors'. Saya juga berhasil mendapatkan penghargaan 'Eric Daniels Award for the Best Residential Designer'.

Selepas meraih gelar sarjana 'Bachelor of Architecture', saya lalu bekerja di salah satu perusahaan arsitek yang terkenal Cox Richardson & Taylor. Pada saat yang sama saya meneruskan studi saya di 'UNSW' dengan mengambil program magister jurusan manajemen konstruksi sampai akhirnya lulus pada tahun 1993 dengan menyandang gelar 'Master of Construction Management'.

Tahun 1994, setelah lulus dari studi magister manajemen konstruksi, saya memutuskan untuk merintis bisnis arsitektur yang saya namakan "Joshua International Architects". Dimulai dengan mengerjakan proyek-proyek rumah mewah untuk orang dari Indonesia, Singapura, Korea dan Australia, perusahaan ini kemudian mengalami perkembangan pesat yang ditandai dengan peralihan dari mendesain proyek rumah pribadi ke pengembangan proyek skala medium.

Seiring dengan perkembangan perusahaan arsitektur tersebut, saya lalu mulai mencari proyek pembangunan properti untuk dikerjakan sendiri.

Tahun 1996, saya ditawarkan sebuah tanah di daerah 'Eastern suburb Bondi Junction' yang merupakan salah satu daerah bergengsi.

Namun pada waktu itu saya terhadang masalah pendanaan karena proyek yang mempunyai nilai jual akhir 28 juta dolar Australia (Rp 280 miliar) ini memerlukan dana ekuitas $5 juta (Rp 50 miliar) yang jauh melebihi dari dana yang telah saya kumpulkan.

Proyek dengan ketinggian 12 lantai yang terdiri atas pertokoan dan 54 unit apartemen, ini juga melebihi pengalaman saya dan partner saya, Paul Sathio. Bersama beberapa teman, kami putuskan untuk menggabungkan dana untuk mengembangkan proyek besar pertama ini.

Proyek ini mengalami kesuksesan besar dengan terjualnya lebih dari 80 persen dari apartement yang di pasarkan sebelum penggalian tanah.

Bisa dibilang bahwa proyek pertama yang kami kerjakan ini merupakan suatu keajaiban karena kami sukses besar dalam menyelesaikan proyek yang kapasitasnya jauh melebihi pengalaman kami pada saat itu.

Dimulai dengan satu proyek ini, kami putuskan untuk bergabung terus dan menjadi satu grup dengan membawa bendera Crown Group. Tahun demi tahun, Crown Group terus berkembang dengan pesat. (tribunnews/domu d ambarita)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini