Laporan Wartawan Tribun Jabar, Bhirawa Mbani
TRIBUNNEWS.COM -- TUMPUKAN kardus berukuran persegi panjang itu berjejer rapi di kamar, sementara sepatu- sepatu berbaris di samping kardus tersebut. Ada yang berbahan kanvas, ada yang kulit, dan ada yang suede. Warnanya bermacam-macam: merah, hitam, dan bermotif catur.
Ekhi Ryan (23), si pemilik kamar, lalu memilih sepasang sepatu yang sudah dipesan. "Untuk di- packing," ujarnya sambil melihat smartphone di tangannya.
Ekhi adalah pemilik toko sepatu online impor bernama Flavamerch limited. Ditemui di rumahnya di Jalan Ahmad Yani, Bandung, Jumat (5/4/2013), Ekhi menuturkan, awalnya ia tidak menyangka bisnis yang digeluti sejak lulus SMA itu bisa menghasilkan omzet Rp 10 juta-Rp 30 juta per bulannya.
"Awalnya, setelah lulus SMA, saya ingin sekali kuliah, tapi keadaan keluarga saya sangat tidak memungkinkan untuk melanjutkan ke jenjang perkuliahan karena alasan biaya. Karena itu, setelah saya dinyatakan enggak bisa kuliah, saya meniatkan diri untuk mempunyai usaha. Walaupun hanya lulusan SMA, saya merasa yakin akan bisa sukses seperti orang lain yang lulusan S1," ujarnya.
Karena niat yang besar untuk bisa sukses itulah ia mulai berpikir untuk menjalankan bisnis sendiri. "Saya memulai bisnis saya dari hobi. Saya awalnya hobi pesan-pesan barang dari Amerika seperti kaus, CD, dan barang-barang lainnya. Lama-kelamaan, banyak teman juga yang ingin barang-barang seperti itu dan saya mulai berpikir kalau ini dijual mungkin akan memberikan keuntungan yang lumayan. Setelah itu saya mulai melakukan jual-menjual di situs jual-beli populer. Menjual barang pribadi seperti CD musik dan kaus band. Lama-kelamaan banyak peminatnya," katanya.
Setelah menjual barang pribadi, ternyata ia mendapatkan ilham untuk menjual barang yang lebih cocok bagi selera pasar. "Bulan Mei 2012 saya mulai serius di bisnis ini. Dengan modal awal Rp 3 juta, saya memesan barang-barang seperti sepatu dan kaus dari Amerika dan ternyata banyak peminatnya. Modal itu dari uang tabungan hasil kerja sebagai karyawan abal-abal. Alhamdulillah, banyak peminatnya. Banyak anak-anak kuliah beli ke saya. Dari sejak itu, usaha saya berkembang," ujarnya.
Pada mulanya, kata Ekhi, banyak yang tidak percaya bahwa keinginannya untuk menghasilkan uang seperti kawan-kawannya yang lulusan S1 bisa tercapai. "Saya waktu itu kekurangan modal. Saya ajak teman untuk joinan (kerja sama), tapi teman saya malah bilang, ga mau kalau sama kamu mah, enggak akan bener. Gitu katanya," katanya.
Ekhi pun pernah menjadi pramusaji di salah satu pusat perbelanjaan. "Pada saat diwawancara kerja, saya ditanya oleh bos saya, kenapa kamu ingin jadi manajer? Kan cuman lulusan SMA? Saya bilang, memang saya lulusan SMA, tapi kalo cita-cita setinggi langit enggak apa-apa, kan?" katanya setengah bertanya.
Pengalaman itu membuatnya yakin untuk tidak menyerah dalam mencapai cita-cita. "Saya tidak membuat status lulusan SMA sebagai ganjalan untuk sukses. Karena ada kemauan, ada niat pasti semua orang bisa sukses. Walaupun itu lulusan SD, atau SMP, asalkan ada niat," katanya.
Sekarang, toko online-nya sudah mempunyai 2.000 klik like di Facebook yang beralamatkan facebook.com/flavamerchlimited. Konsumennya pun bermacam-macam. Ada yang dari Papua, Manado, Aceh, hingga Malaysia. Selain itu, ia diajak bekerja sama oleh distro-distro di Bekasi, Jakarta, dan Bandung dengan cara menitipkan barangnya di sana.
Yang membedakan produknya dengan pesaing adalah ciri khasnya. "Barang-barangnya sangat jarang dijual di Indonesia dan saingannya sedikit karena tidak dijual di toko-toko seperti di mal- mal. Jadi, barangnya benar-benar jarang dan pembelinya pun cukup antusias walaupun harganya tinggi." kata Ekhi.
Ditanya apa perbedaan antara toko online dan fisik, menurut Ekhi, bisnis online tidak dibebani biaya toko dan biaya karyawan. Semua pekerjaan dilakukan sendiri. "Beli barang sendiri, tinggal duduk di depan internet, beli, beli, beli, ga usah capek akhirnya ya mengurangi biaya-biaya karyawan, toko. Cukup sendiri aja dan itu bisa ke-handle," ucapnya.
Ia pun mengaku belum berani buka toko karena sewanya sangat mahal. "Lagi pula, tidak menjamin juga buka toko itu bisa lebih sukses. Karena kalau online itu lebih luas jangkauannya," kata Ekhi.
Usahanya yang dirintis sejak Mei 2012 itu kini telah menghasilkan laba bersih Rp 5 juta hingga Rp 10 juta per bulan. Ekhi membuktikan bahwa lulusan SMA pun bisa berbuat banyak dan berpenghasilan setara dengan lulusan S1.
Ia pun menyampaikan pesan kepada siapa pun yang ingin memiliki usaha sendiri, entah online atau bukan, jangan pernah menyerah. "Asal ada niat, jangan pernah menyerah. Jangan pernah takut untuk mencoba. Jadi, kalau misalkan gagal sekali, coba lagi, jangan menyerah," ujar Ekhi. (*)